37 || Operasi Penting

5.3K 520 15
                                    

Hii guys!

Assalamu'alaikum!!

Sebelum baca, vote dulu yuk!
Jangan lupa follow akun aku><

Selamat membaca, semoga suka...
Aamiin

37 || Operasi penting

Pukul 12.14.

Seorang dokter muda berkendara dengan kecepatan sedang menuju salah satu cafe. Ia ingin membujuk istrinya kembali ke rumah dengan cara membawakannya makanan kesukaannya. Setelah menyelesaikan 2 operasi tadi, ia segera melaksanakan niatnya.

"Maaf soal kemarin, La. Gue bakal jujur sama Lo soal Syeila." Monolog Arka.

Ia menepikan mobilnya diparkiran depan cafe. Masih dengan jas putihnya ia keluar dari mobil dan masuk kedalam cafe.

"Mbak, saya pesan roti coklatnya 2. Susu panas, sama ini, stup kejunya 1." Ucap Arka sembari menunjuk kue yang dimaksudnya.

Setelah menerima pesanannya, Arka melangkah untuk keluar dari cafe. Langkahnya terhenti kala ujung matanya melihat kejanggalan diujung sana. Alhara dan pria lain ada disana.

Tangannya mengepal kuat dengan napas memburu. Dengan cepat ia menghampiri meja dengan nomor 14 itu. Sebelumnya ia meletakkan pesanannya dimeja kosong.

Brak!

Arka menggebrak meja yang ditempati pasangan muda itu, membuat seluruh cafe menatap ketiganya.

"Alhara!" Tegasnya pada wanita didepannya.

"Ada apa ini?!" Bentak laki-laki yang sedari tadi menemani wanita itu. Bahkan ia berdiri, menyama-ratakan tingginya dengan Arka.

"Saya tidak ada urusan dengan anda!" Tunjuk Arka didepan wajah pria itu dengan tangan kanannya.

"Maaf mas, ada apa ini?" Wanita yang sedari tadi membisu memberanikan diri untuk bertanya pada Arka.

"Pulang!" Tegas Arka sembari menarikan lengan wanita itu.

"Apa-apaan ini?!" Pria tadi melepas genggaman tangan Arka dan menarik wanitanya kebelakang tubuhnya.

"Dia istri saya!" Bentak Arka untuk yang kesekian kalinya.

"Omong kosong! Dia istri saya!"

"Alhara! Pulang kamu!"

Wanita dengan jilbab syar'i merah itu menggeleng. "Maaf mas, tapi saya bukan Alhara. Anda mungkin salah orang."

"Dia Amara, istri saya, bukan Alhara." Ujar pria itu berusaha tenang.

Arka mengerutkan dahinya. "Maksud anda apa? Dia istri saya, Alhara!"

"Maaf mas, tapi saya Amara." Dengan cepat wanita yang mengaku Amara itu mengeluarkan kartu tanda penduduknya dan memberikannya pada sang suami.

"Ini KTPnya." Kata Pria itu pada Arka sembari mengulurkan tangan memberi KTP istrinya pada dokter muda itu.

"Amara Putri A." Arka mengeja nama itu. Benar, dia bukan Alhara, dia Amara.

Pandangannya kembali naik pada wanita yang berparas persis seperti istrinya.

"Maaf dokter Edzar, ini ada apa?" Seorang laki-laki yang diketahui adalah pemilik dari cafe itu tiba-tiba saja datang.

"Tidak ada apa-apa, Pak. Ini hanya salah paham." Jawab suami Amara.

"Maaf, bisa kita berbicara sebentar? Ada banyak hal yang perlu saya tanyakan pada kalian." Ucap Arka kemudian yang diangguki keduanya.

....

"Saya, Amara. Amara Putri, saya istri dari mas Revan."

Arka bergeming. Sulit baginya untuk mengerti semua ini.

"Kami kesini hanya untuk berbulan madu." Tambah Revan, suami Amara.

"Kalau boleh tahu, Alhara siapa?"

Arka memandang wajah perempuan didepannya sekilas lalu mengambil ponsel dari saku jas putihnya. Memperlihatkan beberapa foto kebersamaan dirinya bersama sang kekasih.

"Dia istri saya, Alhara Zeyn Putri Alfarabi."

Amara dan Revan yang semula menatap wajah Alhara dan Arka diatas layar ponsel pun tiba-tiba mendongak dengan wajah terkejut.
"Alfarabi?" Kompak keduanya.

Kening Arka berkerut, ia menganggukkan kepalanya pelan.

"Mas, ayah..." Cicit Amara memelas pada suaminya.

Revan memeluk istrinya menenangkan. "Iya, kamu tenang dulu."

"Alfarabi adalah nama ayah kandung istri saya."

Arka tidak terlalu terkejut dengan itu, pasalnya, wajah Amara dan Alhara sangatlah mirip, mustahil jika mereka tidak memiliki ikatan darah.

"Ayah kandung?! Saya kurang paham dengan ini semua." Ujar Arka.

"Istri saya-"

Drtt...

Arka dan Revan serempak menundukkan pandangan pada layar ponsel Arka yang berbunyi.

"Maaf, saya angkat telpon dulu."

Setelah mendapat anggukan dari Revan, Arka beranjak dari duduknya untuk mengangkat panggilan itu.

"Mohon maaf menganggu waktu anda, dokter."

Belum sempat Arka membuka mulut, dari arah sana tiba-tiba seorang perawat mendahuluinya berbicara.

"Ada apa?" Tanya Arka.

"Seorang pasien korban kecelakaan membutuhkan bantuan anda, korban dalam keadaan kritis dan harus segera menjalani operasi."

"Baik, saya kesana sekarang."

Panggilan terputus, Arka berjalan cepat kembali ke tempatnya tadi sembari memasukkan ponselnya.

"Maaf, ada operasi darurat dirumah sakit. Saya harus kesana." Ucap Arka. Ia mengeluarkan sebuah kartu dan meletakkannya didepan Revan yang masih menenangkan istrinya. "kartu nama saya, saya permisi."

Revan mengangguk, ia paham dengan pekerjaan seorang dokter yang tidak akan bisa bebas dijam kerjanya.

"Lain kali saya kabari anda." Ucap Revan.

.....

Dengan tergesa-gesa, dokter muda yang telah lengkap dengan pakaian seragam scrub-nya berjalan menyusuri koridor. Ia telah sampai sekitar 4 menit yang lalu dan langsung mengganti seragamnya.

"Ruang tindakan kedua, dokter. Pasien korban kecelakaan berjenis kelamin perempuan yang sampai saat ini masih dalam keadaan kritis." Jelas seorang perawat wanita yang juga memakai pakaian senada dengan Arka. Keduanya berjalan beriringan.

"Apakah ada masalah lain?" Tanya Arka.

"Korban mengalami patah tulang dibagian leher, lebam di pelipis kiri, dan pergeseran tulang belakang yang menyebabkan salah satu sarafnya terjepit."

Arka tertegun dengan penuturan perawat bernama Lidina itu. "Ada kemungkinan pasien tidak dapat berjalan dengan normal dalam waktu yang lama." Ucap Arka yang diangguki Lidina.

Tanpa sadar keduanya telah berada didepan ruang tindakan.

"Silahkan dokter." Ucap Lidina sembari membukakan pintu. Arka mengangguk sebagai ucapan terima kasih.

"Bagaimana kondisi pasien untuk saat ini, dokter?" Tanya Arka pada 4 orang dokter yang lebih tua darinya.

"Dari laporan hasil ST scan yang di lakukan dan setelah melalui banyak pertimbangan, kita memutuskan untuk mengangkat kedua mata pasien dalam operasi ini." Jelas Widya, dokter dengan mata birunya.

Arka mengangguk, "Apakah tidak ada pertimbangan lain?"

"Mata pasien mengalami kerusakan hampir 78% akibat tusukan ranting di lokasi kejadian." Fikri, teman Arka menunjukkan foto yang dimaksudnya.

...

Jazakallahu Khairan Katsiran💚

Lauhul Mahfuzh (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang