1. Dunia Lain Anna

92.1K 7.2K 273
                                    

Untuk ke sekian kalinya, cerita ini akan direvisi dan mungkin mengalami beberapa perubahan alur.
_____

"Anna, bangun."

Suara berat nan serak itu menyapa telinga Anna dengan sopan, bagaimana bisa ada suara yang begitu terdengar maskulin dan asing.

"Anna."

Sekali lagi, masih dengan suara yang sama. Anna mencoba mengumpulkan segala niat dan usaha untuk membuka mata. Padahal ia tampak menikmati tidur di perpustakaan sekolahnya siang ini.

"Hm?" Anna berdehem, seraya menaikkan kedua alis walau kedua mata masih belum terbuka sepenuhnya.

"Kenapa kau tertidur di ruangan kerja dalam keadaan duduk, cobalah untuk pindah ke kamar. Kau sedang hamil," tegurnya dengan intonasi pelan sembari mengelus pelan surai Anna.

Hamil?

Hah!

Anna langsung membuka mata, melotot tak percaya dengan apa yang ia lihat di depannya sekarang. Seorang pria bertubuh kekar dengan penampilan yang super aneh.

Spontan Anna bangkit dan mundur beberapa langkah, netranya liar menatap ke setiap penjuru ruangan yang aneh.

"G–ue hamil? Jangan asal ngomong ya, gue masih gadis!" bentak Anna marah. Gadis itu mengusap wajahnya kasar, berharap dirinya hanya bermimpi. "Lo sendiri siapa?!"

Justru pria itu memperlihatkan ekspresi kebingungan, dahinya sedikit mengerut. "Kau mengatakan apa?"

Anna menggeleng, berulang kali mencubit lengannya dan itu membuatnya meringis kesakitan. Ini bukan mimpi.

"K–amu siapa?" Anna mencoba menarik napas sembari mengulang pertanyan dengan gaya bicara yang berbeda.

"Anna, kau sedang tidak bercanda kan? Aku ini suamimu," jawabnya disertai tawa paksa.

Mata Anna benar-benar melotot sekali seperti ingin keluar. Mulutnya terbuka cukup lebar sembari kedua alis bertaut. "Jangan gila! Gue belum pernah nikah sama siapapun itu!" timpal Anna menggeleng.

Pria di depannya ikut kebingungan, tapi ia mencoba memahami beberapa patah kata yang terlontar dari bibir Anna. "Kau bicara apa? Kita memang telah menikah beberapa bulan yang lalu 'kan? Dan sekarang kau mengandung. Tidak mungkin tabib berbohong padaku."

"Enggak! Ini gak mungkin, ini cuma mimpi!" Anna menggeleng, memijat kepalanya pelan. Siapapun bawa saja dirinya pergi sekarang, pria ini benar-benar menambah beban hidup Anna. Tanpa pikir panjang lagi, Anna mengumpulkan bukunya untuk segera dimasukkan ke tas. Lalu, ia beranjak meninggalkan kursi.

Tunggu!

Anna mencoba memperhatikan sekelilingnya, menatap setiap sudut isi ruangan yang tampak asing. "Lo nyulik gue, ya?!"

Raut wajah pria itu semakin heran, pasalnya ia tidak mengerti dengan bahasa yang Anna gunakan. "Kau sedang mengatakan apa, kau sakit? Dari tadi kau melontarkan kalimat aneh terus, Anna."

Anna menggigit bibir bawahnya, memilih beranjak mencoba untuk mencari jalan keluar. Namun, nihil. Ia seperti terjebak di sebuah ruangan bak istana yang mirip di film-film fantasi yang sering Anna nonton.

Atlantic tentu tak tinggal diam ia juga melangkah mengikuti Anna, istrinya itu sedang mengandung calon penerus kerajaan nanti. Atlantic tidak akan membiarkan Anna berada dalam bahaya dalam sekecil apapun itu.

"Gila, ini gue sebenarnya halu atau gimana. Kok perasaan tempatnya asing banget," protes Anna sepanjang koridor yang dilapisi karpet merah itu.

Anna ingat betul, terkahir kali tadi ia datang ke perpustakaan sekolah. Lalu, semua menjadi gelap karana ia mulai tertidur. Setelah terbangun, ia justru berada di lingkup yang berbeda. Anehnya, sekarang Anna tidak lagi menggunakan seragam sekolah melainkan gaun besar. 

Benar-benar aneh.

Anna menghentikan langkahnya, kontan tabrakan antar keduanya tak bisa dihindari. Anna hampir jatuh ke depan, untungnya dengan sigap Atlantic melingkari lengannya pada perut Anna.

"Berhati-hatilah, sekecil apapun benturan itu bisa membahayakan anak kita," ucap Atlantic datar, perlahan menarik Anna ke dalam pelukannya.

Anna beku. Dadanya bergemuruh hebat, perasaan aneh tiba-tiba menggelitik di perut. Panas dan menyenangkan, Anna belum pernah merasakan itu selama hidup.

Tersadar ini salah, Anna langsung melepas tangan Atlantic dari perutnya. "Apaan sih, jangan curi kesempatan dalam kesempitan!" bentak Anna mendelik.

"Anna, ada apa denganmu? Kita ini sepasang suami istri, Pangeran dan Putri. Jadi wajar, jika aku melindungimu," ungkap Atlantic, ia tampak resah melihat perubahan sikap Anna dalam sekejap.

Anna langsung melotot, andai mata bisa keram mungkin mata Anna akan keram sekarang juga karena terlalu banyak melotot. Bagaimana bisa dia mengatakan hal tidak masuk akal seperti itu di depan Anna yang masih kebingungan.

"Anna." Atlantic mencoba mendekat.

"Jangan maju! Sekali lo maju, gue gebukin lo, gue punya ilmu bela diri ya," ancam Anna was-was.

Atlantic benar-benar kebingungan. "Apakah ini pengaruh hamil?"

_____
See you Next Part

I am [Not] A Princess | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang