34. Debat Dua Istri

13.7K 1.7K 101
                                    

______
Di ruangan bernuansa keemasan itu, tampak Atlantic sedang duduk di samping ranjang milik Putri Anna. Sedangkan wanita berbadan dua itu hanya menatap sang suami dalam diam.

"Ke mana saja, kau selama ini?" Pertanyaan yang sama kembali Atlantic lontarkan.

Anna sebagai figuran hanya berdiri bersidekap dada di samping Atlantic, ia juga sedikit penasaran. Ke mana saja wanita itu selama ini sampai membuat Anna harus berprofesi sebagai Putri palsu.

"Aku juga tidak tau, saat aku terbangun. Aku berada sungai. Dan akhirnya memutuskan untuk kembali ke kerajaan," jawabnya.

Atlantic langsung mengerutkan dahi. "Jawabnmu tidak masuk akal," sanggahnya.

"Tapi aku sungguh Putri Anna asli, kau harus yakin akan hal itu," tegasnya, kedua mata itu melotot menatap ke arah Anna.

Anna langsung terkesiap, mengerutkan dahi. "Kenapa kau malah marah padaku?" tanya Anna, gadis itu langsung menurunkan kedua tangannya. Memilih melangkah lebih dekat pada Atlantic.

"Seharusnya saat penobatan Raja, aku yang berdiri di sisinya!"

Anna langsung mengangguk paham, jadi wanita itu marah karena cemburu. "Ya itu salahmu," sanggah Anna seraya menaikkan kedua bahunya.

"Kau–"

"Jawab pertanyaanku, tidak perlu mengalihkan topik," tegur Atlantic.

Putri Anna membuang napas kasar, raut wajah yang semula penuh ketegangan perlahan luntur. "Aku juga tidak tau, kenapa tiba-tiba aku ada di sungai. Tapi aku Putri Anna asli," jelasnya kembali, kedua netra itu berkaca.

"Tabib Han, tolong masuk!" perintah Atlantic.

Seorang pria paruh baya masuk, berpakaian serba putih. Penampilannya hampir sama seperti Tabib Yen, berjenggot putih lebat dan panjang sebatas dada.

"Tolong periksa gadis ini, apakah di dalam darahnya benar-benar mengalir keturunanku." Bersamaan dengan ucapannya, Atlantic memberi kesempatan pada Tabib Han.

Tabib Han lantas menunduk, seraya menyimpan satu tangan ke belakang punggung. "Maaf, Yang Mulia Agung. Hamba hanya bisa melakukan ketika bayinya sudah lahir."

"Tes DNA juga, wong nanti lahir kok baru ketahuan," sahut Anna, ia tak sadar di mana dirinya berpijak.

Kontan Atlantic dan Tabib Han menatap gadis itu secara bersamaan. "Eh, lupakan saja," kekeh Anna, nyengir tak berdosa.

Tiba-tiba Meir datang, berlutut lalu menunduk di depan Atlantic. "Maaf, Yang Mulia Agung. Petinggi Kota Atlants telah tiba."

Atlantic langsung menghela napas pelan, gara-gara masalah ini belum selesai ia sampai lupa. Seharusnya memang hari ini ia bertemu bersama Petinggi Kota Atlants, untuk berbincang masalah Kota.

"Katakan, aku segera datang," perintah Atlantic.

Meir lantas mengangguk cepat, lalu bergegas untuk kembali. Sedangkan Atlantic memerintahkan Tabib Han untuk kembali.

"Kau akan pergi?" tanya Putri Anna manja, seraya mengerucutkan bibirnya seperti anak kecil.

Melihat hal itu membuat mulut Anna tak bisa diam, dalam hati gadis itu memaki dan menghujat. "Dasar manja, aneh, gak masuk akal, cemburuan," gerutunya.

Bukannya menjawab pertanyaan Putri Anna, Atlantic justru memilih mendekat pada Anna. Tanpa segan pria itu langsung mengecup singkat dahi Anna. "Aku titip dia," ucapnya, lalu beranjak pergi.

Putri Anna membuang napas kasar, mencebik menatap ke arah Anna. "Dasar wanita tidak tau diri," hardiknya terang-terangan setelah Atlantic tak telihat lagi.

Anna mengerutkan dahinya, sebisa mungkin menahan tawa. "Aku rasa Yang Mulia Atlantic jauh lebih sayang pada Anna palsu dibanding Anna asli."

Putri Anna langsung bangun, mencoba turun dari ranjang. Namun, tiba-tiba ia berhenti dan meringis seperti berusaha menahan sakit.

"Aw," pekiknya, seraya memegang perut.

Kontan, Anna shok. "Jangan-jangan lo mau lahiran lagi?!" tanyanya panik, berusaha untuk berpikir jernih. "Weh, jangan banyak gerak. Nanti bayinya keluar sendiri!"

Baru saja Anna hendak memegang tangan wanita itu, kontan ia langsung mendapat pukulan kecil. "Kau gila! Aku tidak butuh bantuanmu, sekarang juga panggil Tabib Han!" teriaknya terdengar frustrasi dan kesakitan.

Bukannya memanggil Tabib Han, Anna justru memilih memanggil Ros saking paniknya. "Ros!" teriak Anna.

Wanita tua itu langsung masuk ke kamar, melihat kondisi Putri Anna yang tampak kesakitan rasanya tak ada waktu lagi untuk memanggil Tabib Han. Ros langsung mengambil alih, memeriksa kondisi kandungan Putri Anna.

"Bagaimana Ros?" tanya Anna gemetar.

"Tidak apa-apa, ini memang sering terjadi jika bayi akan segera lahir," jawab Ros lega.

Anna menghela napas kasar. "Aku pikir dia akan segera melahirkan bayinya," celetuk Anna mengelus dada tenang.

"Sepertinya dalam waktu dekat bayinya akan segera lahir," simpul Ros, menoleh menatap Anna.

Sejenak Anna terdiam, kenapa begitu cepat? Bukankah seharusnya usia kandungan Putri Anna adalah dua bulan? Jika segera lahir, tentu tidak masuk akal.

"Tuan Putri juga sedang hamil, kan?" Ros tiba-tiba melayangkan pertanyaan.

Anna langsung melotot kaget. "Tidak, aku tidak hamil!" bantahnya.

"Hamil? Hubungan apa saja yang sudah kalian lakukan?!" tanya Putri panik, menatap Anna tak berkedip.

Anna langsung menenguk saliva dengan paksa, jantungnya berdetak tidak menentu. Tidak mungkin ia hamil, itu mustahil.

"Jawab! Sejauh mana hubungan kalian?!" tanya Putri Anna, kali ini ia mulai membentak Anna.

Ros langsung merinding, sepertinya perkelahian akan segera terjadi. Demi menjaga kenyamanan, sebisa mungkin Ros menjadi penengah. "Tolong jangan bertengkar, Tuan Putri. Walau bagaimanapun kalian berdua adalah istri Raja Atlantic."

"Hanya aku istrinya! Dia tidak!" bantah Putri Anna marah, yang langsung menyoroti Ros dengan tatapan mematikan. "Dia wanita penggoda dan tidak tau malu!"

Anna memutar bola mata memelas. Sudah cukup ia dimaki oleh Putri. "Kau itu sedang hamil, berhenti marah-marah. Lagipula itu kesalahanmu, kenapa pergi berlama-lama. Pria mana yang tidak haus kasih sayang." Anna justru memancing keributan.

Ros langsung menepuk dahinya, seraya menggeleng.

_____

I am [Not] A Princess | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang