31. Penerus Raja Aklesh

12.7K 1.6K 131
                                    

Selamat bermalam Minggu bersama INP🥳

_^______
Kelopak mata itu perlahan terbuka, Anna bergerak gelisah mencoba menyesuaikan cahaya yang memaksa masuk.

"Sayang, kau sudah bangun?"

Suara itu?

Anna menarik napas panjang, lalu membuka matanya. Mata coklat hazel itu tampak berbinar, bibirnya tertarik membentuk lengkungan manis ketika menatap wajah Anna.

Air mata lolos di pipi Anna.

"Hei, kenapa kau menangis?" Atlantic langsung menyeka lembut air mata itu.

Anna langsung menarik tengkuk Atlantic, memeluk pria itu erat seraya menumpahkan semua air matanya. Tangis Anna pecah.

Atlantic langsung kaget, terkekeh dan hanya membalas pelukan Anna. "Kau ini kenapa, jangan menangis," ucap Atlantic berusaha menenangkan Anna.

"K--kata T--abib Yen--" Ucapan Anna terpotong. Isak tangis itu membuatnya tak jelas berbicara.

"Ssst, aku di sini. Tidak akan pernah meninggalkanmu," sanggah Atlantic, mengusap punggung Anna lembut.

Anna masih saja menangis, ia pikir kisahnya akan berakhir tragis. Ternyata Anna masih diberi kesempatan untuk bahagia, setidaknya ia bisa pergi dengan tenang nantinya.

"Berhenti menangis, atau air matamu bisa habis," kekeh Atlantic, melepas pelukannya lalu mencubit gemas kedua pipi Anna.

Anna mencoba meredakan tangisannya, walau ia masih sesenggukan hebat sampai kedua bahunya tampak terguncang hebat. "Bagaimana bisa?" Satu pertanyaan itu lolos dari bibir mungil Anna.

Atlantic mengulas senyum tipis, sejenak terdiam seperti sedang berusaha mengumpulkan niat untuk bercerita. "Kau ingat terakhir kali apa yang terjadi padaku?" tanyanya.

Anna mengangguk, itu sebuah kejadian mengerikan. Anna sampai jatuh tak sadarkan diri efek takut kehilangan Atlantic, apalagi ketika Tabib Yen mengatakan bahwa Pangeran telah pergi.

"Itu menakutkan," jawab Anna.

"Apanya? Kau takut kehilanganku?" Atlantic langsung menaikkan alis kirinya, mengulum senyum mencoba menggoda Anna.

Anna langsung mencebik, refleks melayangkan pukulan kecil pada dada bidang milik pria itu. Atlantic langsung meringis berpura-pura kesakitan. Hal itu kontan membuat Anna panik.

"Eh, sorry gue gak sengaja," ucap Anna refleks, mengusap dada Atlantic pelan.

Atlantic langsung mengerutkan dahinya. "Sorry?"

Anna meringis, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Artinya maaf," sanggah Anna menjelaskan. "Kan aku sudah bilang, aku ini bukan Putri Anna asli."

Atlantic langsung meraih Anna ke dalam pelukannya, tak peduli luka yang masuk terbalut perban itu nyeri. "Aku tidak peduli, sekarang ini kita harus mencari cara untuk bisa membalas perlakuan licik Pangeran Ansel," bisik Atlantic.

"Aku tidak mau perang lagi, cukup hari ini aku melihatmu terluka dan hampir mati. Bahkan Tabib Yen bilang kau sudah mati,"  ketus Anna.

"Ayah menolongku," sanggah Atlantic.

Kontan, Anna melepas pelukan Pangeran Atlantic. Menatap pria itu dengan mata sedikit melebar. "Bagaimana bisa?"

"Ayah ... dia mengorbankan semua kekuatannya untukku," jawab Atlantic lirih, sorot matanya sayu.

Anna tertegun, ada firasat buruk yang ia rasakan. "Lalu, bagaimana dengan Ayah?"

Bener saja, Atlantic langsung bungkam. Matanya tampak berkaca-kaca, dengan cepat Anna langsung meriah pria itu lagi ke dalam pelukannya. "Aku di sini, kau harus kuat," lirih Anna.

Atlantic tak sanggup membendung air matanya, dia kehilangan dua orang sekaligus. Raja Aklesh dan Tabib Yen, semua ini karena kecerobohannya.

"Mohon maaf, Yang Mulia. Di depan gerbang ada seorang gadis ...." Ros menunduk di depan pintu.

Anna langsung melepas pelukannya, menatap Ros beberapa saat. Sedangkan Atlantic masih memilih diam. "Siapa, Ros? Kenapa kau tidak membawanya masuk saja," titah Anna.

Ros mengangkat wajah, mengulas senyum paksa. "Em, itu ... aduh, sangat susah untuk menjelaskannya, Tuan Putri," sahut Ros.

Atlantic mengerutkan dahinya, berbalik badan menatap ke arah Ros. "Apakah prosesi penghormatan terakhir Ayahanda telah selesai?" tanya Atlantic lebih dulu.

Ros mengangguk. "Sudah, Tuan. Para petinggi kerajaan Atlants sedang dalam perjalanan menuju ke sini."

"Bagaimana keadaan kota?"

"Untuk saat ini, Meir dan Panglima sedang turun ke kota untuk memeriksa keadaan rakyat Atlants," jawab Ros lagi.

Anna menghela napas pelan, ia pikir pernah berdarah ini tidak akan berakhir. "Aku dan Pangeran Atlantic akan segera menemui gadis itu, bawa dia ke ruang tunggu," titah Anna.

Ros langsung bergegas.

Anna kembali menatap Atlantic. "Kau bisa melangkah? Jika tidak, biar kugendong saja," kelakar Anna, dan itu sukses membuat tawa Atlantic pecah.

"Tidak perlu, kecuali kau meminta untuk memanjat. Mungkin aku akan menerima dengan senang hati," kekeh Atlantic.

Anna langsung melototkan matanya, hendak melayangkan pukulan lagi. Untungnya ia masih sadar. "Dasar mesum!" ketusnya, mengerucutkan bibir lalu beranjak turun dari ranjang.

Atlantic hanya tersenyum walau ia tidak paham apa arti dari kata yang sering Anna lontarkan itu. Intinya saat ini Atlantic hanya ingin melihat senyum Anna.

Tak lama kemudian, keduanya tiba di ruang tunggu kerajaan. Anna langsung mengulas senyum simpul saat Ros dan gadis itu menunduk.

"Tidak perlu menunduk, Pangeran Atlantic belum resmi menjadi raja kok," celetuk Anna.

Tepat saat gadis itu mendongak, tatapannya langsung bertemu pandangan dengan dua wajah di depannya. Anna dan Pangeran Atlantic. Ros meringis. Sedangkan Anna langsung bungkam.

"Pangeran," lirih gadis itu.

Anna gemetar, terlihat jelas dari jemari dan bibirnya.

"Putri Anna?" Atlantic mengerutkan dahinya, menatap ke arah Anna lalu pada gadis itu. "Kenapa kalian--"

_____

Hayo? Versi baru.

I am [Not] A Princess | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang