22. Pengakuan

13.9K 1.8K 42
                                    

Halo? Udah tengah malam, ya? Jangan lupa taraweh guys.

_____
Samar-samar Anna mendengar obrolan. Apa aku masih hidup? Anna ingat betul bagaimana tubuhnya seperti dilempar bebas ke udara dan kepalanya membentur trotoar jalanan.

"Anna, kau sudah bangun?"

Itu suara Ros. Sial, Anna kembali ke dalam dunia fiksi itu lagi. Ia mencoba mengumpulkan niat untuk membuka mata. Dalam beberapa detik kemudian, terlihat jelas Ros sedang menatapnya cemas.

"Aku kenapa?" tanya Anna. Seingat Anna, terkahir kali ia ketahuan sedang berciuman bersama Pangeran Ansel yang kurang ajar itu.

"Kau keracunan, Pangeran Ansel yang telah melakukannya lewat ciuman kalian," jawab Ros singkat.

Anna langsung melotot. "Hah? Lewat ciuman bagaimana?" tanya Anna kebingungan.

"Kau tidak akan ingat, dia telah menusuk lehermu dengan jarum beracun. Dan kau sudah terbaring hampir tiga hari, kurang lebih begitu jelas Tabib Yen," jelas Ros kembali.

Anna kaget, benar-benar diluar dugaan. Padahal ia baru meninggalkan dunia Novel itu sebentar, dan sekarang kejadiannya sudah seperti ini.

"Dia juga menuduh kau menggodanya, dan keluarga Pangeran diusir secara tidak terhormat oleh Raja Saltan. Mereka juga membatalkan pertunangan Pangeran Ansel dan Putri Zora. Jadi, bagaimana perasaanmu?"

Anna menelan saliva, Pangeran Atlantic pasti sangat marah tentunya. "Aku tidak apa-apa, kok," imbuh Anna berusaha tenang.

"Mereka telah membuat Kerajaan terhina, dan Pangeran Atlantic tidak akan tinggal diam," ujar Ros.

"Lalu?" tanya Anna.

"Tentu saja perang akan segera terjadi!" jawab Ros menggebu.

Anna langsung memegang tangan Ros. "Bawa aku bertemu Pangeran Atlantic," pinta Anna.

"Tidak bisa, Pangeran Atlantic sedang bersiap menuju Kerajaan Selatan," cegah Ros.

Anna langsung menganga, tamat sudah. "Istirahatlah, Tuan Putri. Aku akan segera kembali," ucap Ros, lalu beranjak pergi meninggalkan Anna.

Anna ingin bangun tetapi, rasanya sangat menyakitkan. Seperti ada benda tajam menusuk sekujur tubuh Anna disaat ia mencoba bergerak.

"Gawat ini, gak kebayang gimana jadinya. Pangeran Ansel benar-benar licik," lirih Anna ketakutan. Mendengar kata perang saja ia merinding, apalagi melihatnya. "Aku harus bisa menyusul Pangeran Atlantic, atau tidak akan banyak pertumpahan darah nantinya."

Sebisa mungkin Anna berusaha bangun, walau sakit luar biasa merasuki tubuhnya. "Sial, apa jangan-jangan ini ada pengaruhnya sama dunia nyata gue? Seharusnya gue sekarang dirawat di rumah sakit," ujar Anna.

Anna mencoba tenang, perlahan mulai menggeser tubuhnya ke bibir ranjang walau itu benar-benar butuh usaha. Namun, Anna harus bisa dan bergegas menyusul Pangeran Atlantic sebelum semuanya terlambat.

Sekali bergerak, tubuh Anna langsung jatuh bak kayu yang kaku. Namun, sebuah tangan kekar langsung menyambut tubuh gadis itu. Pandangan keduanya saling beradu untuk beberapa detik.

"Pangeran!" Anna langsung mengeratkan pelukannya pada Pangeran Atlantic, ia tak akan membiarkan pria itu pergi walau hanya satu langkah. "Kata Ros kau akan pergi ke Kerajaan Selatan, tolong jangan berperang," mohon Anna.

Pangeran Atlantic tampak diam, berarti ucapan Ros tadi memang benar bahwa Pangeran Atlantic akan menyerang Kerajaan Selatan.

"Tentu aku tidak akan tinggal diam saat dua orang yang kusayang tersakiti," sanggah Pangeran Atlantic.

Anna mendongak tanpa melepas pelukannya. "Aku tidak apa-apa," ucap Anna lirih, hampir menangis.

"Tidak ada wanita yang tidak apa-apa, saat seorang pria lain justru menuduhnya sebagai penggoda," imbuh Pangeran Atlantic, rahangnya tampak menegang. "Dia juga telah menyakiti hati Adikku."

"Tapi berperang bukanlah jalan damai terbaik, masih banyak cara lain yang lebih bagus," keluh Anna.

Pangeran Atlantic membingkai wajah Anna dengan kedua tangan kekarnya itu. "Mereka telah merendahkan harga diri Istri seorang Pangeran, dan menyakiti hati Adik seorang Pangeran," tukas Pangeran Atlantic berapi-api.

Anna menggeleng, ia tidak akan rela jika Pangeran Atlantic atau Pangeran Ansel terluka. Sebagai manusia biasa, Anna tentu pasti akan melarang hal itu terjadi. "Bagaimana jika aku bukan istri aslimu?"

Kening Pangeran Atlantic langsung mengerut. "Maksudmu?"

"Aku bukan Putri Anna asli," jelas Anna lebih spesifik.

Bersambung....

I am [Not] A Princess | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang