11. Maling Novel

21.6K 2.4K 67
                                    

Anna melenguh panjang, sebelum bangkit dan meregangkan otot-ototnya yang entah kenapa terasa kaku sekali. Samar-samar Anna melihat ke setiap penjuru ruangan, sebuah lemari kecil tampak usang di pojok kanan. Tak lupa beberapa pakaian tergantung di belakang pintu.

"Kos!" Anna langsung terbangun, melototkan matanya. Napasnya tampak tak beraturan. "Iya, gue di kos," lanjutnya.

Baru kali ini Anna bahagia melihat kos, dulu saja ia kadang malas sekali walau sekadar mendengar nama bangunan kecil yang kadang tidak sesuai keinginannya.

Kini pandangan Anna tertuju pada novel, dengan cepat Anna langsung mengambil novel itu dan membuka lembaran yang sempat kosong kemarin.

Dan. Bam!

Kejadian di Kerajaan Atlants begitu tertulis rapi di lembaran yang sempat kosong. Singkatnya, novel itu sendiri yang menulis kisah Pangeran Atlantic dan Anna berdasarkan kejadian.

"Gak bisa nih, gue mesti cari novel yang lain. Gue yakin novel ini dicetak bukan cuma satu aja," pikir Anna, ia menatap ke arah jam dinding.

Masih menujukkan sekitar pukul lima pagi. Namun, Anna sudah kepalang bangun. Ia memilih bergegas mandi dan menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri.

Satu jam berlalu, kini Anna telah siap dengan seragam sekolah--kemeja cream dengan rompi putih serta rok dengan warna senada. Lalu, ia beranjak keluar kos.

"Mau gue antar gak?" tawar Lala yang sudah siap di motornya.

Tentu saja Anna tak akan menolak, tanpa pikir panjang lagi Anna langsung naik ke motor itu. Memeluk Lala walau tidak sepenuhnya tangan itu melingkari tubuh Lala. "Makasih, Kak Lala gemoy," pujinya.

"Ck, giliran ada maunya aja lu muji gue," cibir Lala, gadis bertubuh gempal itu pun langsung melajukan motornya meninggalkan kos.

Di sepanjang jalan menuju High School Gemilang tak ada obrolan yang lepas. Lala sibuk dengan fokus pada jalanan, sedangkan Anna sibuk memikirkan mengenai kejadian aneh yang terus berulang terjadi.

Sekitar sepuluh menit mereka tiba di High School Gemilang, Anna melepas helm lalu memberikan pada Lala. "Thanks ya, La. Hati-hati di jalan," ucap Anna sebelum gadis itu melambaikan tangan dan berlalu pergi.

"Anna!" Suara teriakan itu refleks membuat Anna berbalik badan, merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.

"Exel," gumam Anna, entah kenapa ia jadi teringat sosok Pangeran bermata biru toska itu. Dia benar-benar mirip seperti Exel.

Exel lantas mengulas senyum simpul, menatap Anna. "Udah sarapan? Nih, gue bawain roti tapi buatan Bunda sih," kekehnya.

Anna mengerjap beberapa kali sebelum pandangannya jatuh pada kotak bekal berwarna biru muda, di dalamnya telihat jelas dua buah roti sandwich.

"Oh, lo udah sarapan," ujar Exel tampak kecewa.

Namun, dengan cepat Anna mengambil kotak bekal itu. "Gue belum sarapan kok!" serunya cepat.

Padahal ia sudah sarapan nasi goreng pucat buatannya sendiri, ck.

Exel langsung tertawa pelan melihat tingkah Anna, dia gadis yang menggemaskan. Walaupun banyak yang bilang dia gadis yang kucel dan jelek, tetapi entah kenapa di mata Exel dia bukan seperti itu.

Anna begitu lahap menikmati roti sandwich tanpa peduli ada Exel, mulutnya dibuka selebar mungkin agar rotinya bisa masuk dengan sempurna walau hanya separuh.

"Thanks, ya. Salam sama Bunda kamu," ucap Anna, tersenyum lebar setelah memakan roti itu dengan lahap.

"Ayo, kita ke kelas," ajaknya, tanpa segan langsung merangkul pundak Anna.

Anna sempat kaget, tetapi sebisa mungkin ia berusaha santai walau jantung dan raut wajah tak bisa berbohong bahwa saat ini Anna gugup.

Di kejauhan, tepatnya di parkiran mobil Caini menatap keduanya marah. "Liat aja lo, bakal gue kasih pelajaran," geram Caini.

***

Selesai jam pelajaran Anna langsung tergesa keluar kelas untuk ke perpustakaan, Anna harus menanyakan perihal novel itu pada Bu Zulfiah.

Sampai di depan perpustakaan Anna langsung disambut Bu Zul dengan senyum ramah. Mungkin ia sudah bosan melihat wajah Anna yang tidak absen untuk masuk ke perpustakaan walau hanya sehari.

"Selamat siang, Anna. Sudah makan siang?" tanya Bu Zul, sudah pasti dia akan menawarkan Anna makan siang.

Namun, kali ini Anna menjawab dengan gelengan pelan. "Masih kenyang, Bu," jawab Anna terkekeh.

"Oh begitu. Mau cari novel lagi?"

"Enggak, Bu. Aku mau tanya masalah novel keluaran terbaru itu ada berapa eks, Bu?" tanya Anna langsung.

Bu Zulfiah terdiam sejenak, wanita berjilbab itu langsung mengambil sebuah album besar. Sepertinya sedang mencari nota dari perbelanjaan buku-buku baru.

"Gimana, Bu?" tanya Anna, dia benar-benar tidak sabar.

Bu Zulfiah lantas mendongak, menatap Anna dengan kening yang sedikit berkerut. "Ternyata novel itu bonus dari toko buku tempat ibu belanja, jumlahnya hanya dua," jawabnya.

Anna langsung melotot tak percaya, dalam artian buku itu limited edition.

"Yang satunya ke mana, Bu?" tanya Anna semakin panik. Anna hanya ingin melihat isi novel yang satunya, dan berharap novel itu tidak sama seperti yang Anna punya.

"Novelnya masih ada di rak buku kok, belum ada yang pinjam. Kecuali ada yang mengambil diam-diam lagi," celetuk Bu Zulfiah, lalu beliau tertawa ringan. Sepertinya sudah lumrah jika novel keluaran baru selalu lenyap begitu saja.

"Terima kasih, Bu." Setelah mengucapkan hal itu Anna langsung bergegas menuju rak buku khusus novel hanya untuk memastikan novel itu masih ada.

Namun, ekspektasi Anna hancur. "Novelnya diambil diam-diam," lirih Anna, sangat yakin. "Tapi siapa?"

I am [Not] A Princess | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang