3. Putri Kerajaan

48.8K 5K 115
                                    

Jangan lupa dukung cerita ini, entah kalian vote, komen atau masukin ke reading list.

Semoga terhibur.
_____
Anna kembali duduk termenung di kasur, mengingat kejadian di perpustakaan tadi yang rasanya sangat nyata. Sepertinya ketampanan Atlantic yang di luar nalar itu merusak saraf otak Anna.

Tubuh mungil itu terlentang, menatap plafon kos yang tampak usang warnanya. "Hm, kalau benaran itu nyata. Ah, masa iya ada cowok setampan dia. Terus itu di bumi belahan mana?" Segudang tanya masih sulit di utarakan

Ia berbalik hingga tubuhnya menyamping, tangan itu terulur mengambil sebuah buku novel yang katanya keluaran terbaru.

Entahlah, padahal Anna sangat tidak tertarik dengan buku bergenre fantasi. Namun, tiba-tiba saja sampul buku itu seperti menarik perhatiannya. Satu mahkota dan bunga mawar yang tampak layu.

Embusan napas pelan keluar, Anna mencoba memeluk buku itu sebelum memejamkan matanya kembali.

"Anna, bangunlah." Tepukan lembut di pipi sukses membuat tidur Anna terbangun. Suara itu lagi seperti tidak asing. "Ini sudah pagi, Sayang."

Anna membuka matanya perlahan, dan ia langsung disambut dengan kecupan singkat di bibir oleh seseorang. Mata Anna langsung melotot, refleks gadis itu mendorong dada bidang milik pria di hadapannya.

"Lo--" Anna kehabisan kata detik ini juga. Pria itu lagi, si maskulin dengan ketampanan tidak ada obatnya.

Atlantic menaikkan kedua alisnya menatap Anna. "Kita sudah sering melakukan ini setiap pagi, kenapa pagi ini kau menolak? Kau masih marah padaku?"

Hah?

Anna mengedip-ngedipkan matanya beberapa saat. Sering melalukan? Shit, Anna meneguk saliva. Kurang ajar sekali dia telah merebut first kiss Anna.

"Bangunlah, kau harus sarapan. Jangan terlalu banyak menghayal, pagi ini aku akan berangkat ke Kerajaan Selatan untuk bertemu Pangeran Ansel." Lalu, Atlantic berlalu meninggalkan Anna di kamar.

Apa sebenarnya yang tejadi?

Anna mencoba tenang, menatap setiap sudut penjuru ruangan yang tampak luas. Hanya diisi dua buah sofa berwarna merah terang, juga sebuah meja kaca berwarna emas.

Di sebelah kanan Anna, ada lemari besar yang menjulang tinggi dengan ukiran yang sangat sulit dimengerti. Warnanya juga tidak menarik minat Anna, coklat tua warna yang sangat jelek.

"Pangeran sedang menunggu di ruang makan. Kami ditugaskan untuk memandikan Putri dan mengganti pakaian Putri juga."

Anna tersentak kaget dan langsung menatap ke arah lima orang pelayan yang entah sejak kapan berdiri di ambang pintu.

"Hah? Dimandikan? Dipikir gue jenazah kali, jangan buat gue makin stres, ya," ujar Anna mengacak rambutnya frustrasi.

Lima orang pelayan itu terhenyak mendengar jawaban Anna, tetapi yang namanya perintah harus tetap dijalani. Mereka lantas mendekat untuk membantu Anna bangun.

"Gue bisa sendiri," tolak Anna saat salah satu pelayan hendak membantunya turun dari ranjang. "Bawa gue ke kamar mandi, sekarang! Gue mau mati aja!" geram Anna.

Bukannya menjawab, lima pelayan justru saling tatap satu sama lain. Jelas sekali raut kebingunan terukir di wajah mereka.

"Tempat mandi, tempat bersihin tubuh. Jangan buat gue mati karena naik darah, ya!" sungut Anna kesal.

Para pelayan langsung tersenyum kecut, aneh sekali. "Mari tuan Putri."

Anna lantas ikut ke mana lima pelayan itu membawanya, melewati koridor panjang yang digelar karpet hitam yang ada di sebelah kanan. Sepertinya setiap koridor di istana ini beda-beda karpetnya.

Sekitar dua puluh meter dari kamar, Anna memasuki sebuah ruangan khusus. Ia langsung disambut dengan sebuah kolam yang berukuran sedang berbentuk bulat, di dalamnya sudah terisi air susu.

"What? Ini seriusan gue mandi pake air susu? Gila, habis berapa kotak tuh susu dipake. Mubazir banget gaya hidup kalian," omel Anna kocak di depan para pelayan yang justru hanya diam kebingungan.

Dua orang pelayan mendekat, memegang pundak Anna. Kontan gadis itu terlonjak kaget dan langsung menoleh ke belakang. "Heh! Mau apa? Sembarangan aja kalian," bentaknya.

"Maaf, Tuan Putri. Saya hanya ingin melakukan tugas, membantu Tuan Putri melepas pakaian agar lekas membersihkan badan," jawabnya seraya menunduk.

"Lo pikir gue bocil," batin Anna dongkol. "Aku bisa sendiri, kalian boleh meninggalkan tempat ini. Nanti balik lagi kalau aku panggil," titah Anna, lumayan jadi nyonya beberapa detik.

"Baik, Tuan Putri." Lalu kelima pelayan itu beranjak meninggalkan Anna.

Tanpa pikir panjang Anna langsung melepas semua pakaian yang sangat repot melilit tubuhnya itu. Ia melompat pelan masuk ke dalam kolam susu itu. Aromanya benar-benar menenangkan, walaupun Anna tidak terbiasa mandi dalam keadaan polos sembari rebahan.

"Ternyata gini ya jadi orang kaya, mandi aja pake air susu. Tapi gua gak boleh terhanyut, gue mesti cari tau ini semua," lirih Anna, memejamkan mata, membiarkan separuh tubuhnya tertutupi air susu hingga sebatas dada.

Anna terkejut saat merasa ada gelombang kecil menyapa lehernya, ia membuka mata. Alangkah terkejutnya Anna, sejak kapan pria itu berdiri di sana dengan tidak sopan?

"Lo-- kau sedang apa berdiri di situ?" tanya Anna was-was, yang refleks berusaha menutupi tubuh dengan tangan sebisa mungkin.

Atlantic hanya tsensyum simpul seraya menggelengkan kepala. "Kau ini sebenarnya kenapa, hm? Sejak kemarin tingkah lakumu aneh sekali. Lagipula aku sudah melihat semuanya darimu, jangan lupa kita ini sudah menikah, kenapa harus malu," ucap Atlantic santai, dia bisa usil juga rupanya.

"Heh! Jaga mulut lo!" bentak Anna kelepasan.

Alhasil, Atlantic kaget sekaligus shok. Walau tidak mengerti arti dari ucapan Anna, ia cukup paham itu sebuah ancaman kasar.

"Kenapa Putri Anna mendadak jadi aneh begini?" tanya Atlantic dalam hati.

______

Gak tau deh, gimana reaksi Pangeran nanti kalau tau Anna yang ada di depannya bukan Putri Anna asli:v

I am [Not] A Princess | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang