33. Dilema

11.7K 1.6K 201
                                    

Bingung ya? Baca dari part 30 biar gak bingung (khusus pembaca lama)😘

_____
"Aku tidak bisa," tolak Anna, walau keraguan begitu jelas dari mimik wajahnya.

Anna ragu. Ragu untuk menyatakan itu, tetapi wanita mana yang mau menjadi yang kedua? Tentu tidak akan ada wanita yang mau.

Katakanlah Anna egois. Pertama dia bukan Putri Anna asli, kedua dia bukan penduduk asli Kota Atlants. Untuk menjadi pertama memang hal yang tidak mungkin. Terlalu banyak fakta yang membuat Anna sadar akan posisinya.

"Aku memang mencintaimu, tetapi bukan berarti aku mau menjadi yang kedua. Duniaku juga bukan di sini," terang Anna lebih jelas. Kali ini Anna tidak boleh lemah hanya karena cinta.

Pangeran Atlantic bungkam, sorot matanya sayu. Perlahan ia meraih kedua tangan Anna. "Dan aku juga tidak ingin kau pergi, Anna."

"Putri Anna asli sudah kembali, gunanya aku di sini apa? Tidak ada, kan. Jadi, biarkan aku pergi," mohon Anna, walau ia masih berpikir harus pergi ke mana.

Atlantic mengeratkan pegangan pada tangan Anna. "Kau tidak boleh pergi, kau harus tetap tinggal di sini. Esok nanti peresmian Raja Atlants, apa kau tega membiarkan aku berdiri di depan rakyat Atlants tanpa seorang Ratu?"

"Lo bego atau gimana sih? Putri Anna sudah kembali! Mikir dong! Apa kata penduduk di dunia lo, kalau seorang calon Rajanya ternyata punya wanita lain yang bahkan asalnya tidak jelas!" bentak Anna kesal.

Anna ngegas, ya, Bund.

"Dia hamil, sedangkan kau tidak. Apa kata rakyatku nanti saat melihat kau tiba-tiba memilik perut yang besar?"

Anna mencebik, ia sudah kepalang kesal. "Ya itu urusan kalian berdua," celetuknya, di dunia fiksi seperti ini Anna tidak akan mungkin mudah diperdaya hanya dengan kata cinta dan rayuan.

"Jika begitu, maka biarkan aku memutuskan hubungan dengan Putri Anna," putus Atlantic.

Anna langsung melototkan matanya, reflekes memukul jidat pria itu. "Kau sudah kehilangan akal? Menceraikan istri dalam keadaan hamil itu dosa hukumnya!" bentak Anna.

Pangeran Atlantic langsung mengerjap polos, mencoba memahami kalimat yang barusan Anna lontarkan. "Benarkah?" tanyanya.

Anna langsung berdecak, melihat wajah polos Pangeran Atlantic membuat hatinya langsung luluh. Sial, siapa yang tidak terpesona dengan wajah tampan dan menggemaskan itu, batin Anna menggerutu.

"Lupakan saja, intinya aku tidak mau menjadi selir. Titik!" tegas Anna sekali lagi.

"Aku tidak tau, berita heboh apa yang akan beredar jika semua tau Putri Anna ada dua. Mereka pasti mencaci salah satu dari kalian, sebab dari garis keturunan Putri Anna sendiri dia hanyalah anak tunggal."

Kini, Anna yang dibuat diam. "Bisa-bisa lo dituduh nyiptain Anna lain dengan batuan iblis," ucap Anna pelan. "Aku tidak akan pergi dalam waktu dekat ini, tapi bukan berarti aku bertahan."

Pangeran Atlantic menatap Anna dengan senyum mengembang. "Aku tau itu," ucapnya, lalu meraih Anna ke dalam delapan hangat itu.

Anna menghela napas pelan, untuk saat ini Anna memohon agar ia dikembalikan ke dunia nyata. Sepertinya dunia fiksi ini sedang tidak baik-baik saja.

***

Anna menghentikan langkahnya tak jauh dari pintu kamar, sepertinya Ros akan segera keluar. Dengan cepat Anna melambaikan tangan pada wanita tua itu.

"Sini!" panggil Anna.

Ros langsung melangkah tergesa menghampiri Anna. "Ada yang bisa saya bantu, Tuan Putri?" tanyanya seraya menunduk.

"Mulai detik ini panggil aku Anna saja, jangan pakai embel-embel 'Tuan Putri' itu hanya berlaku untuk Anna yang ada di dalam kamar."

Ros mengangguk singkat.

"Jadi, apa yang sedang kalian bicarakan di dalam kamar tadi?" tanya Anna penasaran.

Ros mengangkat wajahnya, menatap Anna heran. "Em, tidak ada. Dia hanya memerintahkan aku untuk membuatkan makanan dan memijat, katanya dia lelah," jelas Ros.

What? Anna saja yang bukan Putri bahkan tidak pernah bertindak seperti itu pada yang lebih tua darinya. Walaupun itu wajar dalam tata krama kerajaan ini.

Ros tersenyum kecut, menatap Anna cukup lama. "Mohon maaf sebelumnya, tetapi kenapa wajah Putri sangat mirip dengan wajah wanita itu?" tanya Ros, telihat jelas dari mimiknya dia sedang berhati-hati untuk mengatakan itu.

Anna membulatkan matanya. "Mungkin lebih tepatnya, aku yang mirip wajah wanita itu," celetuk Anna dalam hatinya.

"Oh itu, sewaktu pembagian wajah aku dan dia terlambat. Berhubung hanya ada satu wajah saja, kami pun memutuskan untuk berbagi," jelas Anna tanpa rasa berdosa.

Ros langsung menganga. "Apakah benar begitu?" tanya Ros takjub.

Fiks, gue berdosa udah bohongin nenek-nenek.

Tawa Anna langsung pecah, ia menggeleng cepat seraya memegang pundak Ros. "Tidak, Ros. Aku hanya bercanda, aku sendiri tidak tau kenapa wajah kami begitu mirip," sanggah Anna.

Ros menghela napas pelan. "Jadi, siapa Putri Anna yang asli?" tanyanya kembali.

Anna berpikir sejenak, mengetuk-ngetuk dahinya dengan jari telunjuk. Hingga beberapa detik kemudian ia tersenyum semringah. "Mendekat, biar kukatakan siapa yang asli," ucap Anna setengah berbisik.

Tanpa ragu, Ros langsung mendekat. Mencoba mendengarkan baik-baik.

"Kau mau tau siapa yang asli?" tanya Anna memastikan, dan dengan cepat Ros mengangguk. "Yang asli itu ... yang ada badaknya," jawab Anna pelan.

"Hah?" Ros langsung melongo kebingungan. Sedangkan Anna sukses tertawa lebar sampai jatuh terduduk memegang perutnya.

Sungguh berdosa. Begitulah cara Anna menghibur dirinya sendiri, yang sedang ditimpa musibah.

_____
Meresahkan:v

I am [Not] A Princess | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang