23. Yang Aku Tahu, Aku Mencintaimu

14.2K 1.7K 87
                                    

____
"Bagaimana jika aku bukan Putri Anna asli?"

Pertanyaan Anna sukses membuat Pangeran Atlantic terdiam dalam waktu cukup lama. Tatapannya menyelidik menatap setiap inci tubuh Anna. Lalu, pria itu menggeleng seraya tertawa pelan. "Kau ini sedang mengulur waktuku, ya?"

Kini, Anna yang dibuat melongo. "Aku serius, Pangeran!" tekan Anna.

Pangeran Atlantic hanya tertawa pelan, sesekali ia mengusap surai cokelat keemasan milik Anna. "Sudah, jangan mengarang cerita aneh. Yang aku tau, aku mencintaimu. Sekalipun katamu kau bukan Putri Anna asli," sanggah Pangeran Atlantic biasa saja.

Tidak ada raut terkejut atau curiga di kedua iris mata cokelat hazel itu.

Anna terkesiap, menatap Pangeran Atlantic heran. Tadi itu apa? Sebuah pengakuan bahwa dia percaya ucapan Anna? Atau hanya meng-iyakan saja agar tidak berkepanjangan?

"Sudahlah, aku harus bergegas bertemu Panglima Poloen," ujar Pangeran Atlantic lantas bangkit dari duduknya.

Namun, Anna menahan dengan menarik lengan pria itu. "Kalian akan terluka," ucap Anna.

"Setiap peperangan, luka adalah hal yang lumrah. Tenang, Tabib Yen ikut bersama kami. Ada si kembar Gerald dan Kerald juga, apalagi Panglima Poloen. Dia sangat ajaib," puji Pangeran Atlantic, dia berusaha meyakinkan Anna.

Anna langsung membuang napas kasar. "Kalau begitu aku akan ikut denganmu!" putusnya mutlak.

"Hei, kau ini kenapa, Anna? Tolong tetaplah istirahat, kata Tabib Yen dalam waktu dekat kita bisa punya anak. Jadi biarkan aku menyelesaikan masalah ini, setalah itu kita buat anaknya," goda Pangeran Atlantic, mengelus pelan pipi tirus Anna.

Setalah menggoda Anna, dia dengan gampangnya pergi begitu saja.

"Hei! Aku belum selesai bicara!" teriak Anna.

"Pangeran Atlantic!"

"Woy! Goblok, setan! Sini lo, dikira gue lagi becanda apa!"

Benar-benar Anna tak bisa membendung perasaan dongkol atas tindakan Pangeran Atlantic. "Tuh orang isi otaknya anak terus, anak lagi. Lama-lama beranak tuh otaknya," sungut Anna.

Dasar Anna, ngambekan.

Anna mendengus sebal, memukul-mukul kasur yang empuk itu. Ternyata melakukan pengakuan tidak begitu mudah, Pangeran Atlantic justru menganggapnya hanya sebuah ocehan belaka.

Tak berselang lama, Putri Zora memasuki kamar milik Putri Anna. Gadis berambut merah sepanjang punggung itu tersenyum remeh menatap Anna.

Anna balas menatap gadis itu datar. Anna ingat sekali, dia yang telah menjadi dalang dibalik ini semua.

"Kau lumpuh, ya?" tanyanya mengejek. "Kasihan sekali."

"Gagal menikah, ya? Miris sekali," balas Anna tak mau kalah.

Jelas sekali raut wajah Putri Zora langsung memerah, kedua tangannya langsung meremas kasar gaunnya. Hal itu langsung membuat Anna tersenyum menang.

"Kasian banget." Ulang Anna lagi.

"Heh! Ini semua karena kau telah menggoda calon suamiku, dasar wanita penggoda!" tuding Putri Zora.

Anna tentu saja tak akan kehabisan cara membela diri. "Gak usah sok merasa tersakiti, kan kamu sendiri yang memintaku untuk datang ke taman. Berhubung Pangeran Ansel masih jatuh hati padaku, jelas saja dia yang tergoda bukan aku yang menggodanya. Tolong bedakan dua hal itu," celetuk Anna, tersenyum remeh menatap wajah Putri Zora yang sudah merah.

"Dasar tidak tau diri. Kau sudah punya suami, dan masih saja menggoda calon suami orang!"

Anna mendelik, terkekeh pelan. "Sudahlah, kau hanya mengulang kalimat yang sama. Pada dasarnya memang kau yang salah, kenapa tidak lebih cantik dari aku," ujar Anna, dia benar-benar membuat Putri Zora kebakaran amarah.

Anna menaikkan kedua alisnya. "Kenapa? Kau sadar diri, ya? Iyalah, orang aku memang lebih menarik," tambah Anna kembali, sama sekali tidak peduli perasaan Putri Zora.

"Lo—"

Anna langsung melotot. "Lo? Lo Caini, kan?"

____
Lo? Hayoo, kenapa nih?

I am [Not] A Princess | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang