______
Anna merasa lega, setidaknya ia tak perlu takut lagi saat tinggal sendirian di istana. Toh, Ratu Dionne dan Caini sudah diasingkan ke hutan Lants. Walaupun Anna tidak tau jelas sejauh apa hutan itu.Namun, dari penjelasan Pangeran Atlantic siang tadi. Hutan itu terletak di bagian utara, untuk sampai ke sana butuh waktu dua hari. Pun, banyak hewan buas yang siap menyerang kapan saja.
Anna merebahkan tubuhnya di atas kasur yang tidak begitu besar, lalu memiringkan badannya hingga tatapan itu menatap langung ke luar jendela. Cahaya lampu dari pusat kota cukup kontras dari atas kastil penginapan Raja Aklesh.
"Tuan Putri!" Sebuah ketukan di pintu kayu itu sukses membuat Anna kaget dan langsung terbangun.
"Ros! Kau mengagetkan aku, bagaimana jika aku mati muda?" Anna langsung mengelus dadanya tenang.
"Jangan keluar dari Kastil," peringat Ros, yang langsung masuk dan menutup pintu.
Anna langsung mengerutkan dahinya, menatap Ros penuh tanya. "Memangnya kenapa?"
"Kerajaan Selatan menyerang kota!" seru Ros panik, ia bahkan berkeringat di malam hari dingin begini.
Menyerang? Anna langsung bangkit dari duduknya, berlari mendekat ke jendela kamar. Jantungnya seakan ingin loncat detik ini juga, Anna baru saja melihat cahaya kedamaian.
Tiba-tiba di kota telihat banyak asap mengepul dan api membesar, suara teriakan dan ringkikan kuda bahkan terdengar menusuk telinga.
"Kenapa bisa?!" tanya Anna ikutan panik.
"Tidak tau, tetapi sepertinya Kerajaan selatan membaca pergerakan penyerangan pasukan kita kemarin," jelas Ros sekenanya, ia juga tidak begitu tau kronologi penyerangan mendadak dari musuh.
Anna meneguk ludahnya, ia jadi ikut berkeringat dingin. Seketika Anna teringat, Pangeran Atlantic sedang menuju ke pusat kota untuk membelikannya makanan.
"Gawat, Ros! Pangeran Atlantic di kota!" pekik Anna frustrasi, ia langsung berlari keluar kamar. Namun, usahanya langsung digagalkan oleh Ros.
"Jangan keluar, Tuan Putri. Pangeran Atlantic memerintahkan agar aku menjaga Tuan Putri!" teriak Ros kelabakan.
Anna menggeleng, memberontak berusaha untuk bebas. "Aku harus menemui Pangeran Atlantic!" teriak Anna yang mulai histeris.
Tak lama Meir masuk, ia langsung melotot melihat perlawanan antara Anna dan Ros. "Meir, bawa aku bertemu Pangeran dia sedang di kota!" mohon Anna berteriak.
Meir menggeleng pelan, tidak bisa. Musuh bahkan sudah mendekat ke arah Kastil. Dan Meir harus segera mengevakuasi Putri Anna, sebab Raja Aklesh telah lebih dulu dibawa pergi melewati pintu rahasia bawah tanah untuk menuju Kerajaan.
"Tidak bisa, Putri. Kita harus segera meninggalkan Kastil," titah Meir, ia langsung memerintahkan Ros untuk melepas Anna. Kini, Meir yang menahan lengan gadis itu agar tidak melarikan diri. "Di luar berbahaya, musuh sudah menyerang penjaga kastil. Kira harus segera melewati jalan bawah tanah agar sampai di kerjaan dengan aman."
"Bawa aku bertemu Pangeran Atlantic!" bentak Anna, dia benar-benar marah sampai tangannya lepas bebas menampar pipi Meir.
Ros kaget dan langsung diam, sedangkan Meir bimbang. Pangeran Atlantic telah menitip pesan agar ia membawa Putri Anna ke kerjaan lebih dulu.
"Kau sudah gila, Meir?! Aku bilang aku ingin bertemu Pangeran Atlantic, biarkan aku mati bersamanya!" teriak Anna menggelegar.
"Tapi–"
"Tidak ada tapi-tapian. Bawa aku, aku ingin bertemu dengannya!" teriak Anna di depan wajah Meir, urat leher gadis itu bahkan sampai timbul.
Meir menoleh ke arah Ros, jelas wanita itu menggeleng. Di luar sangat berbahaya, mendatangi Pangeran Atlantic sama dengan memecah fokus pria itu.
"Oke, aku akan pergi sendiri!" Anna langsung menyentak kasar tangan Meir, beranjak pergi keluar dari kamar.
Namun, dengan cepat Meir langsung menahan pergelangan tangan Anna. "Baik, kita akan lewat jalan rahasia. Tanpa perlu kuda, kita bisa sampai ke kota dalam waktu cepat," ucap Meir pada akhirnya menyerah. "Ros, tolong susul Raja Aklesh," titah Meir, dan langsung diangguki Ros setuju.
Anna langsung bergegas mengikuti arah langkah Meir, dalam hati ia terus mengucapkan segala macam jenis doa. Ia berharap Pangeran Atlantic tidak kenapa-kenapa, entah kenapa Anna jadi teringat ucapan Caini pagi tadi.
"Kau yakin ingin ke kota? Aku takut terjadi hal buruk yang tidak kau inginkan," ucap Meir di sela perjalanan mereka.
Anna lantas menoleh menatap pria bertubuh kekar dan lebih tinggi darinya itu. "Jangan bicara negatif, atau kepalamu akan kubenturkan di dinding batu alami ini," ancam Anna.
Disaat sedang berusaha berpikir positif, Meir justru mencoba memprovokasi otaknya. "Diam saja," tegas Anna gelisah.
Semakin mendekat, Anna semakin mendengar jelas jeritan serta suara besi yang saling beradu hingga memantulkan suara khas. Anna merinding, kakinya gemetar ketika mereka berdiri di ujung jalan bawah tanah.
Anna benar-benar melihat peperangan terjadi. Pedang yang panjang nan mengilap itu saling bergesekan membuat gigi ngilu. Beberapa pasukan seragam khusus mengayunkan pedangnya dengan lincah sehingga membuat darah muncrat ke mana-mana.
"Kau baik-baik saja?" tanya Meir was-was. "Sepertinya kau menunggu di sini saja, ini tempat aman," ucap Meir kembali.
Anna masih diam terpaku dengan tubuh gemetar. "A–ku akan ikut berperang," ucap Anna terbata.
______
Are you kidding me?Mungkin itu yang terucap di hati Meir.
KAMU SEDANG MEMBACA
I am [Not] A Princess | End
RomanceBagaimana jika kau terbangun di dunia lain, lalu menjadi seorang Putri dan Istri Pangeran tampan dalam sebuah Novel Romance? Itulah yang Anna rasakan sekarang, tertidur pulas di sebuah perpustakaan sekolah dan justru terbangun di dunia lain. "Kau Is...