12. Merajut Kasih

19.3K 2.4K 128
                                    

Happy Reading, guys.
_____
Anna duduk termenung di halte bus. Ia memikirkan akan bagaimana kisah selanjutnya nanti. Apa dirinya harus menerima kenyataan bahwa ia adalah istri dari Pangeran Atlantic?

Lalu, merangkai kisah seindah mungkin bersama Pangeran Atlantic.

Walau sebenarnya Anna percaya, dia hanyalah fiksi. Keberadaan dia tidak nyata, dan tidak akan mungkin jadi nyata. Anna masih sepenuhnya sadar.

Ia menyenderkan kepala pada sandaran di halte bus, sejenak memejamkan mata untuk melepas penat. Anna baru ingat, dua minggu lagi ia harus membayar kos-an. Uang di tabungan juga semakin menipis.

Sepertinya Anna harus mencari pekerjaan sampingan lagi, mengharap uang bantuan dari sekolah tidak mungkin. Waktunya masih lama.

Tanpa sadar, gadis itu tertidur di halte bus.

"Aku tidak yakin itu bisa," ucap Pangeran Atlantic ragu.

Tabib Yen mengulas senyum simpul. "Pangeran tidak perlu ragu, ramuan yang saya buat ini cukup ampuh," sanggahnya.

Anna bergerak gelisah merasakan tubuhnya seperti kebakaran, panas sekali. Ia membuka mata, tersadar kini Anna tak lagi di halte bus. Gadis itu sudah ada di kamar besar dan di sampingnya Pangeran Atlantic dan Tabib Yen berdiri.

"Saya permisi, Pangeran," pamit Tabib Yen saat menyadari Anna telah terbangun.

Anna berdecak, kenapa ia harus kembali ke tempat ini sebelum memecahkan misteri novel itu. Sepertinya Anna harus siap-siap berperan menjadi istri lagi.

"Anna, bagaimana perasaanmu, Sayang?" tanyanya tampak cemas, seraya mengusap pucuk kepala Anna lembut.

"Memangnya aku kenapa?" tanya Anna, dia malah keheranan.

"Kau jatuh di dekat kolam selesai mandi, untung saja tidak ada luka yang serius," jawab Pangeran Atlantic.

Anna hanya bisa mengembsukan napas pelan. Menatap Pangeran Atlantic yang juga menatapnya sayu. Apa gue mesti ikutin alur kisah ini aja? Semakin mengalir, semakin cepat juga endingnya. Begitu pikir Anna.

"Ada apa?" tanya Pangeran Atlantic heran.

"Em, bagaiamana jika kukatakan kalau aku melupakan ingatanku?"

Pangeran Atlantic menggeleng pelan, tidak paham dengan arah ucapan Anna. "Maksudnya?"

"Aku lupa dari mana aku berasal," terang Anna.

Atlantic langsung mengulas senyum simpul, hingga kedua lesung pipinya terlihat begitu manis. Matanya yang coklat hazel itu juga meneduhkan.

"Kau ingin mendengar kisah cinta kita lagi?" Sudah jelas dia menggoda Anna.

Anna hanya mengangguk ragu.

"Kau adalah seorang gadis penjual roti di pasar tradisional Atlants, tetapi entah kenapa kau begitu cantik dan berbeda. Jelas sekali aku langsung jatuh cinta dan memilih menjadikanmu istriku," jelas Pangeran Atlantic.

Anna tertegun, ia menemukan satu fakta menarik. Ternyata dirinya sama-sama melarat baik di dunia fiksi maupun nyata, sial.

"Aku punya orang tua?" tanya Anna kembali.

Mimik wajah Atlantic langsung berubah drastis, ia mengusap pipi Anna. "Maafkan aku, keduanya meninggal saat perang dingin antara Kerajaan Atlants dan Kerajaan Utara," jawabnya.

Anna langsung diam, entah kenapa ia merasa sedih. Sejak kecil ia memang tidak punya orang tua, dirinya hanya besar di salah satu panti asuhan.

"Saat itulah aku bertekad untuk menikahimu," sambungnya.

"Em, begitu," sahut Anna singkat.

Pangeran Atlantic mengangguk, masih setia menatap wajah Anna yang tampak pucat. Lalu tatapannya turun ke mata, hidung dan bibir. Sial, bibir tipis itu selalu saja menggoda iman Atlantic.

"Bibirmu kering," tegur Pangeran Atlantic, mengulum senyum.

Anna mendelik. "Terus kenapa?" tanya Anna tampak sewot.

Kekehan kecil langsung keluar, Atlantic mengusap-usap anak rambut Anna. "Hehe, tidak apa-apa. Aku hanya berharap kau meminta sesuatu padaku," jawabnya.

"Meminta apa?" Perasaan Anna mulai tidak enak.

"Kau yakin, tidak mau minta sesuatu?" tanya Atlantic seraya berbisik, menunduk hingga wajahnya tepat berada di depan wajah Anna, jarak keduanya benar-benar intens.

Anna berdecak. Emang mesum nih Pangeran setan.

Anna tiba-tiba terdiam, menatap lekat kedua mata teduh milik Pangeran Atlanitc. "Jauhi wajahmu, aku muak melihatnya," geram Anna.

Pangeran Atlantic melebarkan mata, sedikit menjauh dari Anna. "Sungguh? Biasanya kau–"

Belum rampung kalimat Pangeran Atlanit, Anna lebih dulu mendorong jidat pria itu dengan jari telunjuknya.  Lalu memilih memiringkan badan agar membelakangi pria itu.

Pangeran Atlantic turun dari ranjang, berjalan mendekat pada pintu kamar. Anna hanya membiarkan kepergian Pangeran, itu jauh lebih baik daripada harus berdekatan dengannya.

Namun, prediksi Anna salah. Atlantic rupanya menutup pintu, lalu kembali mendekati Anna. Ia melepas jubah besar yang menutupi punggung, lalu merangkak naik ke atas ranjang.

Anna shok, saat Pangeran Atlantic melingkari tangannya di perut Anna. Bahkan Anna merasakan semua tubuhnya merinding hebat.

"Kau mau apa?!" tanya Anna marah dan langsung berbalik badan, wajahnya langsung menabrak dada bidang itu.

"Mau melanjutkan kisah kita," balas Atlantic, mengecup singkat kening Anna.

Sesaat Anna tersihir, perlahan mendongak menatap bibir Pangeran Atlantic yang begitu merah. Sudah jelas dia bukan perokok. Tatapan Anna turun pada tonjolan runcing yang di leher Atlantic.

Ya Tuhan, apa aku berdosa? Aku masih perawan, Batin Anna seperti orang bodoh.

Perlahan tapi pasti, Atlantic merapatkan tubuhnya pada Anna. Menarik lembut kepala gadis itu, hingga bibir keduanya saling menyatu.

Namun detik itu juga, Anna langsung mendorong kasar tubuh Atlantic hingga menjauh darinya. Anna bangkit dari tidurnya, menatap Atlantic murka. "Bangsat lo, ya!" teriaknya, seraya menyentuh bibir gemetar.

Atlantic tersentak kaget, menatap Anna penuh tanya. "Ada apa denganmu?" tanya Atlantic.

Anna menggeleng, air mata lolos di pipinya. Detik itu juga Anna berlari keluar kamar meninggalkan Atlantic yang masih dirundung seribu tanya.

_____

I am [Not] A Princess | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang