1. Jadi figuran

5.6K 197 6
                                    

Tokoh utamanya bukan dia, masih banyak mereka yang kedudukannya jauh lebih tinggi dan pantas. Figuran, ya itulah posisinya.

Harta tahta paras? Tiga fakta utama yang tak terelakkan.

Sebagai pemeran pembantu, berada di belakang pemeran utama adalah hal lumrah. Sudah seharusnya, mau bagaimana?

Panggil saja, Zay, tak banyak kisah tentangnya semua hanya tentang mereka.

Menjadi figuran yang beruntung?

Tentu, Zay beruntung punya bunda. Zay dan kehidupannya yang sangat sederhana.

Dia bukan figuran kaya, keren, dan hebat yang biasa membantu pemeran utama menyelesaikan masalah, Zay hanya gadis biasa dengan masalah ringannya.

Ayah meninggal saat Zay masih duduk dibangku putih biru. Kala itu, ketika Ayah menjemput Zay di sekolah kecelakaan terjadi hingga merenggut nyawa Ayah. Zay hanya mampu menganga, berdiri kaku di depan gerbang sekolah, perasaannya sungguh hancur melihat Ayah terbaring berdarah-darah.

Malam ini terasa sunyi, Zay termenung sendirian di dalam kamar, melihat suasana luar dari balik jendela kayu. Bunda belum juga pulang, sebenarnya Zay tak tega pada bunda yang bekerja di rumah orang sebagai asisten rumah tangga.

Baru memikirkan bunda tiba-tiba dering ponsel berbunyi dan menyadarkan lamunannya, segera Zay meraih ponsel yang berada di atas kasur.

"Halo"

"Zay, malam ini bunda ndak bisa pulang, ya, nak? Kamu ndak apa-apa kan?"

Seperti sudah seringkali Zay dengar. Bunda memang pulang pergi, tapi, terkadang ada pekerjaan tambahan yang tidak bisa ia tinggalkan hingga membuatnya harus menginap di rumah majikannya.

Zay langsung mematikan ponsel tanpa memutus sambungan telepon, bunda tentu tak akan heran, paham akan semua kebiasaannya.

Memilih untuk menikmati semilir angin dari luar yang menerpa rambut hitamnya, Zay melipat kedua lutut serta memeluknya erat, seakan hanya memilikinya.

Dia masih harus bangun pagi untuk berangkat sekolah, mengingat bunda tidak pulang malam ini. Karena, siapa lagi yang biasa membangunkannya kalau bukan bunda?

Zay berganti posisi menjadi setengah berdiri untuk menutup jendela kamar yang mudah dijangkau dari kasur, tak lupa mematikan lampu untuk menghemat listrik.

Sekilas nampak tenang, tapi tidak dengan hatinya yang sulit untuk berdamai dengan kehidupan. Pikirannya terlalu lelah jika terus berdebat dengan semesta yang tak ada habisnya, ia coba telusuri tiap langkah dan cari titik tenang, tapi semua terasa sulit dijangkau, rasanya ... jiwanya ingin bertransmigrasi ke raga lain, namun alam seolah menolak.

Masih mencoba tenang, hingga kenyamanan membawanya terlelap dalam dunia permimpian.

Tbc.

𝐅𝐈𝐆𝐔𝐑𝐀𝐍 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang