40. Gallery date

482 13 0
                                    

Berkeliling selama lebih dari dua jam sama sekali tak membuat Zay ingin berhenti, dia justru ingin terus berjalan menelusuri semua yang ada, meski tidak tahu persis alasan Zaam membawanya datang, yang jelas dia sangat bahagia.

Sudah lama Zay ingin mengunjungi galeri seni, sepanjang ruangan bernuansa klasik yang ia pijak banyak terpajang lukisan cantik dan menawan. Binar matanya sangat jelas, bibirnya tak henti berdecak takjub, kulitnya sampai meremang memperhatikan tiap detail lukisan, rasanya seolah ada yang memperkuat keinginannya untuk menjadi seorang seniman.

Zay yang terkagum di tengah ramainya pengunjung membuat Zaam setia menggandeng gadisnya agar tidak hilang, dia jadi seperti seorang ayah yang selalu menjaga dan menemani anaknya ke manapun ingin pergi.

"Kita duduk dulu, yuk"

Menurut, Zaam membawa Zay ke tempat yang lebih sepi.

"Cape nggak?," lelaki itu berjongkok di depan Zay yang duduk di kursi panjang.

Zay menggeleng,"Gue masih pengen liat-liat"

"Nanti, istirahat dulu. Nih, minum"

"Lo bisa duduk di atas, ngapain di situ?," Zay melirik sekitar, tidak enak dilihat orang.

"Iya, minum dulu"

Zaam tak berhenti membujuk sampai Zay menerima air mineral darinya, cowok berkaus putih dengan jaket kulit hitam itu berdiri lalu duduk di samping gadis yang tengah meneguk air.

"Cantiknya"

Uhuk uhuk

"Pelan-pelan"

Tak menanggapi Zaam, Zay memiringkan kepalanya sekaligus mengipas wajahnya dengan tangan.

"Kenapa? Gerah?"

"Hah? Ngg .. iya, dikit"

Lebih baik beralasan bodoh dari pada Zaam tau kalau Zay tengah salah tingkah hanya kerena dibilang cantik.

"Mau pulang aja? Atau ke tempat lain?"

Zay menggeleng yang berarti tidak ingin kemana-mana, lantas Zaam mengangguk dan terlihat menyugar rambutnya. Dilihat dari dekat ternyata sosoknya jauh lebih-lebih menawan, Zay sampai memalingkan muka saking tak tahan menatap lama-lama. Sampai terjadi hening selama beberapa saat, hanya terdengar suara beberapa orang yang berlalu lalang.

"Gue mau tanya–"

Belum tuntas kalimat Zay, dia sudah tercekat menyadari Zaam yang memandangnya tanpa kedip. Tapi sebisanya Zay membalas tatapan itu, karena tidak mungkin dia berbicara tanpa menatap lawan bicaranya.

"Kenapa lo suka sama gue?"

"Gue suka .. karena itu lo"

Jawaban Zaam sama sekali tidak menjawab rasa penasaran Zay, sepertinya cowok itu sengaja.

"Gue butuh alasan"

"Orang suka nggak punya alasan kenapa dia bisa suka"

Sejenak Zay dibuat kicep,"Tapi, sebelumnya lo pernah suka cewek selain gue kan?"

"Iya"

"Lo cinta?"

"Cuma lo yang gue cinta"

Zaam mengharuskan Zay meneguk salivanya susah payah, mungkin kalau ada nominasi cowok terjujur Zaam adalah orangnya. Zay bahkan pernah berbohong pada bunda, dia jadi penasaran apa selama hidup Zaam paling tidak bisa berbohong.

"Gue pernah suka seseorang sampe bertahun-tahun, sejak tau dia punya cewek gue jadi hilang respect. Iya, gue cemburu, dan gue harus move on"

"Erlan"

"..."

"Dia yang lo maksud, Erlan?"

Detik itu juga Zay kesulitan menjawab pertanyaan Zaam yang lebih mirip sebuah pernyataan.

End.

𝐅𝐈𝐆𝐔𝐑𝐀𝐍 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang