13. Teman kecil

748 50 1
                                    

Tuhan tau mana yang baik untuknya meski dia merasa sedikit tidak adil.

Remaja mana yang tak pernah merasakan jatuh cinta? Cinta monyet tepatnya. Banyak masa yang telah Zay lewati dengan yang namanya cinta, tentu dia tidak seberuntung itu. 

Percintaan yang gagal dan pengalaman yang hanya dari kehidupan teman. Indah bukan?

Zay tak sebegitu mudah tertarik pada orang, tapi sekali dia suka dunianya seakan hanya berpusat pada satu orang. Sayangnya Zay harus terpatahkan dengan banyak angan, dia jatuh. Dia dapat jatuhnya bukan cintanya.

Seperti enam tahun lalu, Zay pertamakali mengenalnya pada masa orientasi siswa di SMP. Dimana dia mulai mengenal banyak pergaulan dan banyak sekali gaya pacaran. Beruntungnya Zay tidak pernah pacaran–dimana banyak remaja sudah kasmaran dengan lawan jenis. Teman-temannya jelas banyak yang berpacaran, Zay sangat muak melihat mereka.

Iri? Tentu saja dia iri, bagaimana bisa Zay tak iri? Saat semua temannya bersenang-senang, sedangkan dia hanya diam?

Erlan, lelaki dengan sejuta rahasianya. Cukup sederhana, Zay menyukainya tersebab paras menarik dan tingkah randomnya. Saat kelas tujuh keduanya satu kelas, tapi ketika kenaikan kelas, mereka terpisah–yang membuat kontak pertemuan akhirnya terputus alias jarang sekali jumpa.

Tapi takdir rupanya mempertemukan mereka kembali di SMA, keduanya kembali satu kelas sampai kelas dua belas ini. Erlan cukup populer, karena itu Zay sering mendengar perbincangan tentangnya–yang katanya memiliki pacar. Zay patah hati, tapi dia tak berhak menentang, dia bukan siapa-siapa.

Erlan dan pacarnya saling suka, kalau Zay apa? Perasaannya tak terbalas.

Kadang tanpa Zay sadari, dia sedikit caper pada Erlan, tapi tak sekalipun dilirik. Seburuk itukah dirinya untuk sekadar dipandang? Zay rasa tidak.

Move on? Zay selalu mencoba, sayangnya apa? Perasaannya justru menculat semakin dalam. Zay selalu berusaha melihat sisi buruknya, tapi nihil.

Hampir semua yang Erlan lakukan dia menyukainya, rasanya tiada waktu tanpa memikirkan Erlan, mengingat senyumnya, halu dengan hal random.

Memang figuran tak berhak jatuh cinta? Zay tau, tak ada peran penting untuknya, tapi, bisa tidak ceritakan sedikit kisah cinta seorang figuran? Bukan yang kandas karena tak terbalaskan. Itu sakit.

Dan kini Zay benar-benar melupakannya, dia ingin lebih fokus pada ujian akhir nanti, itu sangat menentukan nilai dan harapannya untuk bisa melanjutkan pendidikan. Impian masih jauh lebih segalanya dari percintaan.

"Titip El"

Suara yang tak asing itu membuyarkan lamunan Zay, mungkin herannya gadis ini kenapa selalu melamun setiap saat?

Dia selalu saja menegur Zay saat sedang melamun. Iya, beberapa hari ini Zay di rumah El untuk sekadar menjenguk dan menemaninya bermain, sesekali El juga mengajaknya untuk tidur di sana. Bunda juga masih tetap kerja di sana, bahkan dia begitu perhatian dengan kedua putra sahabatnya itu.

Benar sahabat, Zay pun tidak mengerti sejak kapan bunda bersahabat dengan tante Mira. Bunda menceritakan semuanya pada Zay sekaligus Zaam, padahal sebelumnya bunda tidak pernah bilang apapun. Kenapa hal sepenting ini harus disembunyikan? Pantas saja tante Mira terlihat sangat enjoy dihari pertama bertemu dengan Zay, dia sangat baik, karena rupanya dia sudah mengenal Zay sejak masih dalam kandungan. Zay tidak tau.

Yang mengejutkan lagi, ternyata Zaam adalah teman masa kecil Zay, meski tak ingat apapun tentang memori masa kecil, Zay tentu mempercayai bunda. Itu sudah sangat lama sebelum Zaam akhirnya pindah ke Kalimantan, sekarang saja Zay sudah tujuh belas tahun dan Zaam memang satu tahun lebih tua darinya.

"Oh ... o-oke"

Lelaki itu langsung melenggang pergi, tak lama terdengar suara motor dari garasi yang kemudian melaju begitu saja. Tidak ingin kepo Zaam kemana, Zay memilih untuk menghampiri El yang asik bermain robot-robotan.

Tbc.

𝐅𝐈𝐆𝐔𝐑𝐀𝐍 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang