18. Kok?

720 38 0
                                    

Weekend kemarin hanya dihabiskan untuk beres-beres dan menemani El, sekarang di hari senin ini, hari pertama Zay berangkat sekolah dari rumah orang lain. Dia sudah siap dengan seragam rapi sekaligus tas yang menggantung pada kedua bahu.

"Bunda," sapa Zay melihat bunda di ruang makan.

"Zay, sarapan dulu ya," bunda menarik satu kursi di samping El, untuk Zay.

"Tapi–"

"Makan dulu akak, nanti akak bareng El!"

Padahal Zay baru ingin bertanya akan berangkat naik apa dan dengan siapa dia? Tidak mungkin Dea menjemputnya. Jarak sekolah lebih jauh dari sini ketimbang dari rumah sebelumnya. Zay beralih menatap bunda, tapi bunda justru tersenyum dan mengangguk menyetujui ucapan El.

"Zaam, ayo sarapan bareng sini," ajak bunda begitu melihat Zaam berjalan menuruni anak tangga.

"Bunda duluan, saya masih harus urus berkas pindahan yang belum selesai"

"Bunda bawain bekal ya?," tawar bunda yang mendapat gelengan.

Zaam menyalimi tangan bunda dan mengusak rambut El sebentar lalu pergi, seburu-buru itukah?

Lima menit selepas kepergian Zaam, Zay dan El siap berangkat. Zay juga tidak lupa mengirim pesan singkat untuk Dea.

Zay :
Gue udah berangkat

Belum dibaca, paling masih mandi. Zay sedikit berlari menyusul El dan bunda yang sudah menunggu di dalam mobil.

Setelah mengantar El, tinggal Zay seorang yang akan diantar. Tepat saat macet, Zay melihat Zaam diantara pengendara motor lainnya yang berhenti. Zaam bersama seorang cewek, dan ... dia berbohong pada bunda? Siapa cewek itu?

Seragamnya sama, wajahnya sedikit tidak asing tapi Zay tidak mengenalnya. Sepertinya adik kelas, kenapa bisa Zaam dengannya? Siapa pun itu, memang sejak kapan Zay mulai banyak kepo soal Zaam?

Usai kemacetan, kendaraan kembali melaju begitu juga dengan motor Zaam yang menyalip banyak pengendara termasuk mobil yang dibawa pak Toni.

Kurang dari lima menit sebelum jam upacara, Zay turun dari mobil, masih belum terlambat. Tapi terpaksa Zay harus menaruh tasnya di bawah pohon, tepat ditepi lapangan. Zay tidak ingin telat berbaris hanya karena dia meletakkan tas ke ruang kelas, akan percuma kalau pada akhirnya dia dihukum.

Kalau begini masih ada beberapa menit untuk bersiap, Zay membuka tas mencari topi upacara. Tapi kenapa tidak ada? Seingatnya sudah ia masukkan ke dalam tas–oh my gosh! Hari ini dia tidak akan dihukum kan?

Tidak lucu kalau sampai berdiri bersama anak-anak bandel lainnya. Sebelumnya hal semacam ini tidak pernah terjadi, lantas apa sekarang akan terjadi?

"Pake"

Zay mendongakkan kepala melihat siapa yang tiba-tiba memberinya topi.

"Z-zaam? Kok?"

"Punya lo, gausa geer"

"Ambil," pintanya menyadarkan Zay dari keterdiaman akibat terlalu banyak berpikir.

"AYO AYO! CEPAT! YANG TELAT JUGA HARUS BERDIRI DI DEPAN"

Teriakan dengan speaker itu berasal dari seorang ketua osis, yang berada di lapangan.

Zaam memasukkan kedua tangannya ke dalam saku dan berjalan santai ke tengah lapangan berbaris dengan yang lain meninggalkan Zay tanpa sepatah kata lagi.

"Kok bisa sama dia?," Zay membolak-balikkan topi miliknya bingung sambil tak lepas pandangan dari punggung yang semakin menjauh.

"ITU YANG DI BELAKANG SANA KENAPA DIAM? CEPAT BARIS!"

Peringatan keras dari ketua osis itu ditujukan untuk Zay, benar-benar gila. Hanya karena seorang Zaam, Zay sampai jadi linglung.

Zay sigap berdiri, memakai topi sembari berlari ke lapangan dan berbaris di belakang.

Tbc.

𝐅𝐈𝐆𝐔𝐑𝐀𝐍 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang