Orang-orang melihat Zay begitu damai dengan kehidupannya, mereka itu hanya tidak tau dengan hati dan pikirannya yang terus berusaha menolak keadaan. Andai mereka tau, bagaimana sulitnya dia berpura-pura.
Apakah ada pertanyaan? Kenapa seakan Zay yang paling tersakiti? Padahal di luar sana masih banyak orang yang tidak seberuntung dirinya? Bukan seperti itu, Zay tau banyak orang di luar sana yang hidupnya lebih berat, itulah salah satu alasannya kenapa masih memilih untuk bertahan bersama keadaan.
Zay hanya bercerita perihal hidupnya, bukan orang lain. Setiap orang punya ceritanya masing-masing, bukan? Itulah yang dilakukannya, menceritakan kehidupannya sendiri meski akan sangat membosankan.
Lagi-lagi Zay termenung sendirian menatap langit-langit kamar dengan posisi rebahan.
Yang ada dipikirannya kini, kenapa selimutnya semakin turun? Tak mau negatif thinking, Zay refleks menarik selimutnya kuat sampai menutupi seluruh tubuh. Tunggu–rasanya seperti nyata, ada yang benar-benar menarik dengan sengaja, siapa? Kan hanya ada Zay?
"AKAK!"
"AAA BUNDA!!"
"Ini El, akak"
Perlahan Zay menurunkan selimut yang menutupi wajahnya.
"El?," El mengangguk tak lupa dengan cengirannya.
"Ada apa kok teriak-teriak?," bunda langsung masuk ke kamar untuk memastikan, bunda khawatir.
"Gapapa bun, tadi El kagetin aku," kata Zay membuat bunda bisa kembali bernapas lega.
"El kok di sini? Tadi kan lagi belajar di depan"
"El mau belajar sama akak cantik," El menatap Zay polos.
"Akak capek, sama bunda aja ya?," ajak bunda agar Zay cepat istirahat.
"Gapapa bun, bunda istirahat aja, biar El sama aku"
"Bener?," bunda terlihat ragu tapi Zay langsung menganggukinya membuat bunda akhirnya mengangguk.
Tak habis pikir dengan bunda, yang seharusnya capek kan bunda bukan Zay. Bunda yang sangat pengertian.
Usai sepeninggalnya bunda, Zay membawa El naik ke kasur dan melihat buku gambar yang El bawa sedari tadi.
"El mau belajar apa?"
"El mau gambar!"
"Wah, gambar apa itu?"
"Gambar keluarganya El"
"Itu siapa, El?"
Zay penasaran melihat gambar keluarga El yang terdapat dua perempuan dan dua lelaki dewasa, satu lagi paling kecil tentu El sendiri.
"Ini papa, mama, kakak, abang, sama El"
"Kakak dan abangnya El sekarang ikut mama, papa, El?"
"Enggak, kata mama kakak ada di jauh, harus naik pesawat dulu kalo mau ketemu kakak. Kalo abang tinggal sama kakek, tapi abang sering pulang nggak kayak kakak, El nggak pernah ketemu kakak,"
Zay terlihat serius mendengar El bercerita, dia menyimpulkan mungkin saja kakak El di luar negeri kan?
"Oh iya, El udah bisa baca belum?"
"Bisa akak!"
"Coba, akak mau tau"
Cukup menyenangkan menemani El belajar, anak itu mudah paham. Tidak semelelahkan mengajari anak kecil pada umumnya yang kadang masih ribut mainan, El yang mandiri.
Dia sampai terlelap dipangkuan Zay saking semangatnya belajar tadi, dan Zay membiarkan El tidur bersamanya untuk malam ini, agar bunda juga tidak harus terbangun dari tidur lelapnya.
Pagi tiba, sinar mentari berhasil masuk ke kamar membuat mata Zay silau, dia terbangun. Melihat anak kecil yang semalam tidur di sampingnya–kemana dia?
Keluar kamar dengan handuk yang sudah tersampir dipundak, melihat apakah sudah ada orang yang memulai aktivitas sepagi ini. Menurut Zay masih pagi, tapi tidak untuk bunda.
"Buruan mandi, nanti ditinggal sama Dea"
Mata Zay membulat tak percaya melihat jarum jam yang sudah menunjukkan pukul setengah tujuh, itu artinya setengah jam lagi dia akan telat. Tanpa menjawab ucapan bunda, Zay langsung berlari ke kamar mandi berharap mandinya tidak akan lama kali ini, semoga.
Lima menit kemudian, "Cepet banget, mandi apa Zay?"
"Lama salah, cepet juga salah, terus mau bunda gimana?," lantas bunda hanya tertawa mendengarnya.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐅𝐈𝐆𝐔𝐑𝐀𝐍
Teen Fiction🄹🄰🄽🄶🄰🄽 🄹🄰🄳🄸 🄿🄻🄰🄶🄸🄰🅃 FIGURAN _________________________________________ Sebut saja Zay, seorang gadis sederhana yang hanya menjadi tokoh figuran dalam setiap cerita orang, dia hanya mengambil peran tidak penting dan menurutnya kehadir...