10. El pulang

1K 56 1
                                    

"Gimana ini de?"

"Lewat belakang"

Untuk yang kesekian kalinya Zay dan Dea telat dan untuk yang ketiga kalinya dia mengajak Zay lewat belakang, lebih tepatnya memanjat dinding belakang yang letaknya dekat gudang. Sebetulnya tak masalah, karena yang terpenting tidak ada orang yang tau.

Sampainya di belakang, seperti biasa Dea menyuruh Zay naik lebih dulu. Cukup lelah untuk sampai di atas, Zay memilih untuk diam sejenak.

"Hei! Ngapain di situ? Turun!!"

Zay spontan turun dari sana, membuat beberapa bagian tubuhnya yang tak siap jadi sakit. Di sana, Zay terdiam tak berani berkata-kata, dia menunggu Dea datang. Tapi sepertinya itu tidak akan, Dea pasti lewat depan.

"Telat? Manjat belakang?"

Tumben sekali penjaga keamanan ini mengecek bagian belakang biasanya juga masih menunggu siswa yang telat di depan, sungguh awal yang sial untuk Zay.

Oh iya, Dea? Kurang ajar sekali dia meninggalkan Zay kena omel sendirian.

"Tadi saya cuma mau nolongin kucing nyangkut di atas kok, pak, tuh di sana," Zay menunjuk ke arah dinding tadi diikuti mata pak Jamal–penjaga keamanan alias satpam di sekolah.

"Mana kucingnya?," saat pak Jamal fokus, Zay ambil kesempatan untuk kabur dari sana.

"Hei! Jangan lari kamu!," pak Jamal berusaha mengejar tapi dia tentu tak sampai hati mengejar Zay sampai di ruang kelas.

Zay masih terus berlari hingga dia tak sengaja bertabrakan dengan seseorang.

"Dea?!"

"Zay?!"

"Lo dikejar Jamal?," cerca Dea yang juga terlihat letih berlari.

"Dea!!! Lo jahat banget sih ninggalin gue," Zay memukuli lengan Dea kesal.

"Abis gue denger suara Jamal, mending gue kabur," ungkap Dea enteng.

"Terus lo lewat depan?"

"Selagi ada kesempatan," Dea memamerkan senyum bangga, di sini Zay seolah jadi umpan.

Dea selamat, Zay tamat.

–Sudah jenuh rasanya jika otak terus dipaksa berpikir, kelas tiga ini memang jauh lebih serius bahkan teman-teman Zay yang sering bolos seketika jadi rajin. Tidak heran kalau persaingan nilai akan semakin sulit, Zay akui mereka pintar-pintar hanya saja banyak yang malas masuk kelas.

Bel pulang sudah terdengar diseluruh penjuru sekolah, tak terasa cuaca sudah semakin panas. Semua siswa berhamburan keluar agar lebih cepat sampai rumah.

"Assalamualaikum," salam Zay saat sampai di rumah.

"Waalaikumussalam"

"El gimana bun?"

"Demamnya udah turun, tadi habis minum obat, sekarang El nya tidur"

"Aku liat dulu ya bun?"

"Ganti baju dulu, nak"

Tanpa membantah Zay pergi ke kamar dan mengganti baju untuk segera melihat keadaan El, entah kenapa dia sangat rindu dengan tawa El di rumah, mungkin Zay sudah terlanjur sayang pada anak itu.

"Zay makan dulu," bunda memanggil dari luar, dan Zay menyusulnya usai menjenguk El sebentar di kamar bunda.

Ponsel milik bunda tiba-tiba bergetar memecahkan keheningan disela Zay dan bunda menikmati makan siang.

"Iya, halo"

"Oh iya"

"Waalaikumussalam," sambungan telepon berakhir.

"Siapa bun?," Zay kepo.

"Mama El"

"Kenapa?"

"Besok El pulang, mamanya cemas El demam"

Ada perasaan sedih saat mendengar El akan pulang dan sangat memungkinkan untuk Zay tidak bisa bertemu dengannya, tapi mau sampai kapan pun, El juga pasti akan pulang ke rumahnya.

Hari cepat berganti, El akan pulang meninggalkan Zay di rumah bersama dengan kesepian.

"El jangan lupain akak, ya?"

"Mana mungkin El lupa akak cantik"

"Bener ya?"

"Akak kok nangis? Jangan nangis nanti El juga ikut nangis," El sudah mengangguk tapi Zay malah meneteskan air matanya, El jadi bingung. Sebagai laki-laki, maka El mengerti untuk menghapus jejak basah di pipi Zay. Manis sekali.

Lagipula Zay payah, El hanya akan pulang ke rumahnya, kenapa dia harus menangis? Aneh sekali.

"Akak cantik jadi makin cantik, jangan nangis"

Zay tertawa ringan,"Apa sih El, pinter banget gombalnya"

"Akak cantik mau sekolah sambil nangis? El aja malu, emang akak enggak malu sama temen akak?"

"El pinter anak siapa sih ... jadi makin nggak rela El pulang," sedikit drama, Zay mengusap air matanya cepat.

"Udah Zay, kamu aneh ih, sana berangkat sekolah," akhirnya bunda ikutan menyudahi drama ala-ala.

"Yaudah Zay berangkat," Zay beralih mengambil tangan bunda untuk disalimi.

"Hati-hati, bilangin Dea jangan ngebut-ngebut"

"Iya, bunda juga hati-hati," teriak Zay yang sudah di luar rumah.

Tbc.

𝐅𝐈𝐆𝐔𝐑𝐀𝐍 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang