Udara luar sangat sejuk, sudah lama sekali Zay tak berkeliling taman. Dia hampir lupa bagaimana rasanya.
"El mau es krim nggak? Akak mau beli,"
"Akak mau!"
"Yaudah, El di sini sama bunda, biar akak yang beli ya?"
"Akak jangan lama-lama, El mau main sama akak cantik,"
"Akak nggak lama,"
"Bunda, aku tinggal dulu ya?," izin Zay dan diangguki bunda tanpa menunggu lama.
Zay berjalan santai menyeberangi jalan, sebab, melihat kedai es krimnya sangat ramai, pasti butuh waktu lumayan lama untuk mendapatkan tiga es krim dalam antrean–sampai tanpa sadar, sebuah motor dari belokan melaju dengan kecepatan tinggi.
"Aaaaa"
BRAKK
"ZAY!!,"
Terdengar jelas suara bunda meneriaki nama Zay dari jauh, bunda juga cepat berlari menyusul dan membelah kerumunan.
Motor tadi berhasil menyerempet, hingga tubuhnya terpental beberapa senti, bagaimana tidak? Motor itu benar-benar melaju dengan kecepatan yang tak terkira–sampai seseorang itu tak sempat menghindar, Zay rasa begitu.
Ini sudah yang kedua kalinya Zay menyaksikan kecelakaan di depan mata kepalanya sendiri, seketika itu air bening turut menetes membasahi pipinya.
Melihat korban sudah dibantu oleh banyak orang Zay mengalihkan pandang, dia tidak tega. Zay jadi teringat ayah yang menjadi korban tabrak lari tepat di depan sekolahnya.
"Zay?! Kamu ndak apa-apa kan?," bunda langsung memeluk Zay begitu menjangkau putri kesayangannya.
"Bunda? Zay gapapa, yang kecelakaan orang itu," Zay menunjuk seorang perempuan yang kini dibantu warga untuk dibawa ke rumah sakit.
"Bunda takut, bunda–bunda kira ka–kamu ...," bunda menangis sesenggukan dan kembali memeluk Zay erat.
"Kita pulang sekarang," ajak bunda yang Zay angguki juga.
"Loh El mana?"
"El masih di sana,"
Bunda melihat ke arah salah satu bangku taman yang menampakkan El, dan–tatapan anak kecil itu ... sepertinya dia juga takut.
Padahal hanya ingin jalan-jalan ke taman sambil makan es krim, tapi semuanya gagal, pasti bunda tidak akan mau pergi ke sana lagi. Kejadian di taman barusan berhasil membuat bunda semakin trauma, dia jadi cemas kalau Zay keluar sendirian.
Sebelumnya Zay sempat berpikir, kenapa kecelakaan tadi tidak terjadi padanya? Kenapa motor itu datang setelah dia menyeberang?
Tapi, tentu Zay bersyukur, karena kalau sampai dirinya, entah bagaimana perasaan bunda.
Hari-hari Zay jalani selayaknya. Sekolah, kalau kalian berpikir sekolah adalah tempat ternyaman, maka, Zay tidak! Tempat ternyamannya tetaplah rumah, rumah, dan rumah.
"Zay sarapan dulu," kali ini Zay menuruti bunda.
Pagi ini Zay terlihat lebih santai, karena tak harus ke rumah Dea, kata Dea dia akan menjemput ke rumah.
"El mana bun?," tanya Zay, sebab tak melihat El yang biasanya setiap pagi sudah menyapa.
"El demam, habis ini mau bunda bawa ke dokter"
"Gara-gara aku ajak jalan-jalan kemarin ya?"
"Enggak Zay, lagi musimnya sakit aja, anak-anak kan biasanya gitu, nanti juga pasti sembuh El nya," tutur bunda.
Tak lama setelah Zay sarapan, suara klakson terdengar dari luar diiringi dengan nama Zay yang terus di panggil.
"Berangkat nggak?"
"Iya"
Begitu Zay sudah duduk di jok belakang Dea langsung melajukan motornya, tak lupa dengan bunda yang menyuruhnya hati-hati.
"Tumben bunda lo di rumah?."
"Iya, majikannya ke luar kota dan dia nitipin anaknya juga ke bunda," mendengar itu Dea mengangguk paham.
Dan begitu sampai di sekolah, Zay meminta Dea untuk mengantarnya ke kantin menitipkan kue milik bunda.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐅𝐈𝐆𝐔𝐑𝐀𝐍
Teen Fiction🄹🄰🄽🄶🄰🄽 🄹🄰🄳🄸 🄿🄻🄰🄶🄸🄰🅃 FIGURAN _________________________________________ Sebut saja Zay, seorang gadis sederhana yang hanya menjadi tokoh figuran dalam setiap cerita orang, dia hanya mengambil peran tidak penting dan menurutnya kehadir...