"Enggak bun, aku di sini aja"
"Nak, Zaam minta kita tinggal di rumahnya, kamu kan tau mereka jadi tanggung jawab bunda sekarang, kalian sama-sama anaknya bunda, mau ya? Kasian El," bunda memegang kedua pundak Zay mencoba memberi pengertian.
Tetap saja, rumah ini satu-satunya tempat ternyaman Zay, meskipun hanya mengontrak. Berat jika harus pergi, meninggalkan beberapa penggal kisah. Semua terasa deja vu, mengingatkannya akan rumah masa kecilnya yang harus tersita oleh bank.
Sepulang dari sekolah, Zay lihat bunda sudah memberesi semua barang, belum sempat bertanya bunda sudah menjawab isi kepala Zay. Katanya biar tidak bolak-balik apalagi El yang sering ditinggal Zaam sendirian, semua atas permintaan Zaam langsung.
Tidak ada pilihan lain, Zay akhirnya menurut, kalaupun dia tetap tinggal bunda pasti akan kepikiran dengannya. Bunda mana tega, Zay putri kesayangannya.
"Tunggu bentar ya, nanti ada yang jemput"
Tidak lama setelah bunda bicara, sebuah mobil Nissan elgrand berhenti tepat di depan rumah, tampak seorang pria paruh baya turun dari sana.
"Sudah siap mbak?," tanyanya.
"Iya pak, tapi barangnya lumayan banyak,"
"Gampang itu," kata pak Toni enteng.
Sopir pribadi keluarga Zaam itu segera mengambil alih barang-barang dan memasukkannya ke bagasi mobil. Biasanya pak Toni antar jemput sekolah El.
Tidak butuh waktu lama untuk bisa sampai di rumah megah yang hampir setiap hari Zay kunjungi untuk menemui El sekaligus menyusul bunda.
Cukup lama menunggu, setelah memanggil sang penghuni dengan bel, akhirnya seseorang keluar dari balik pintu.
"Bunda bisa tinggal di kamar mana aja," lelaki dengan kaos hitam dan celana santai selutut, Zaam.
"Assalamualaikum," Zay membuntuti bunda.
Meski sering keluar masuk rumah ini, tapi kini rasanya cukup berbeda. Canggung, apa sekarang Zay akan menumpang hidup?
"Bunda bisa istirahat dulu, biar saya bantu bawa barangnya ke kamar," kata Zaam saat berhenti di ruang tengah.
"Enggak Zaam, biar bunda sama Zay aja"
"Tadi El nyariin bunda dia di halaman belakang, biar saya bantu pak Toni bawa barangnya"
Bunda akhirnya mengangguk dengan senyumannya yang meneduhkan, dia berlalu pergi ke halaman belakang meninggalkan Zay tetap di tempatnya.
Zay memilih untuk menyusul Zaam mengambil beberapa barang yang belum diangkut ke dalam, dia juga mengikuti Zaam dimana cowok itu meletakkan barang milik bunda juga dirinya. Lantai atas.
"Di atas ada dua kamar kosong, itu kamar lo," Zaam menunjuk kamar sebelah menggunakan dagunya.
"Gue sekamar sama bunda aja,"
"Gue kasih lo kamar biar nggak kosong aja, selebihnya terserah," Zaam tampak acuh, dia membuka pintu kamar di depannya–kamar untuk bunda.
"Y-yaudah iya gue di sini," final Zay membuka pintu kamar sebelah dan cepat masuk.
Zay nampak kagum, melihat kamar yang lebih luas dari miliknya, terdapat ranjang, lemari, meja belajar dan meja rias. Semuanya rapi dan enak dipandang, Zay jadi semangat menata barang-barangnya. Kamarnya pasti selalu dibersihkan sampai letak detilnya pun terjaga.
"AKAK!!," baru akan memasukkan baju ke lemari sudah ada seseorang yang memeluk kaki Zay disertai teriakannya yang cukup mengejutkan.
Setelah berhasil meletakkan pakaian, Zay mensejajarkan tingginya dengan bocah laki-laki yang tak lain adalah El.
"Yey! Akak tinggal di sini," mendengarnya Zay tersenyum.
"Akak mau beres-beres, El mau main?"
El menggeleng,"Akak mau El bantu? Bunda gamau El bantu, jadi El ke sini"
"Enggak El, bentar lagi akak selesai kok, kalo El gamau main abis ini kita belajar ya?"
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐅𝐈𝐆𝐔𝐑𝐀𝐍
Teen Fiction🄹🄰🄽🄶🄰🄽 🄹🄰🄳🄸 🄿🄻🄰🄶🄸🄰🅃 FIGURAN _________________________________________ Sebut saja Zay, seorang gadis sederhana yang hanya menjadi tokoh figuran dalam setiap cerita orang, dia hanya mengambil peran tidak penting dan menurutnya kehadir...