20. Aneh

475 35 1
                                    

"Gaya lo kaya cowok ftv"

"Dikira mau mesum, hampir gue gebuk bangsat"

"Baper tu cewek lo gituin, siapa sih itu namanya?"

"Zay"

"Cowok yang main tarik dia siapa dah?"

"Anak baru di kelas gue bang, namanya Zaam"

"Cowoknya?"

"Si anying kepo lo, tanya orangnya langsung sono"

"Lebay lo pada"

Zay masih mendengar jelas lontaran dari teman-teman Erlan, sebab, teman-temanya itu menghampiri Erlan begitu Zay ditarik untuk pergi.

Namun, responnya? Lebay, oke Zay cukup sakit hati mendengar itu. Seharusnya dia tidak besar kepala, terlalu banyak menyimpulkan membuat Zay lagi-lagi terpatahkan. Miris, baru dibuat terbang langsung dijatuhkan.

Erlan hanya berniat membantu, tidak lebih. Itu yang patut Zay tau sedari awal, bukannya malah baper duluan seperti kata teman-teman cowok itu.

Tapi yang lebih mengejutkan adalah Zaam yang tiba-tiba menarik tangannya. Sekarang bukan april mop kan? Kenapa sikap mereka berbeda dari biasanya?

Zaam melepaskan cekalannya begitu tiba di parkiran, pergelangan tangan Zay sampai memerah akibatnya.

Zay terus memperhatikan Zaam, cowok itu mendekati motornya dan menaikinya. Zay sampai bingung harus bersikap bagaimana, ingin bicara pun rasanya percuma kalau Zaam saja cueknya melebihi benda mati.

"Naik"

Zay masih diam memandangi helm yang disodorkan oleh cowok dihadapannya, pasalnya helm itu mengingatkan Zay akan helm yang tadi pagi dipakai oleh cewek yang Zaam bonceng.

Beberapa detik berlalu Zay masih bertahan di tempatnya, entah dia sedang memikirkan apalagi. Sampai terdengar helaan napas dari bibir Zaam, dia segera turun dari atas motor, dan tanpa babibu memasangkan helm ke kepala Zay.

Zay melotot, dia refleks menghentikan pergerakan tangan Zaam yang ingin memasangkan pengait helm,  lalu dia melakukannya sendiri. Zay berusaha keras menetralkan rasa gugup sebab jaraknya yang cukup dekat dengan Zaam.

"Lama," Zaam tetap mengaitkannya melihat pergerakan Zay yang rupanya kesulitan memasang.

Zay tersadar untuk menurunkan tangannya yang tak sengaja bersentuhan dengan tangan besar Zaam. 

Tak butuh waktu lama untuk Zaam, dia kembali naik ke atas motor dan memasang helm full facenya. Dan Zay ikut naik dibantu oleh Zaam, peka sekali. Motornya tinggi, Zay yang pendek mana sampai.

Motor melaju dengan kecepatan normal tidak seperti tadi pagi saat Zay melihatnya melaju dengan kencang, seperti sedang dikejar.

Sekarang yang perlu dipertanyaankan adalah ... apa-apaan sikap Zaam? Aneh sekali.

Banyak hal yang ingin Zay tanyakan pada lelaki itu, tapi kemungkinan dijawab olehnya hanya satu persen.

Karena cukup jauh dari rumah, maka membutuhkan waktu sekitar dua puluh menit untuk sampai dengan motor yang lajunya normal, terlebih jalanan memang selalu padat pada jam-jam tertentu.

Begitu motor Zaam berhenti di depan halaman rumah, Zay turun dengan berpegangan pada bahu cowok berjaket kulit hitam itu. Sebenarnya agak sungkan melakukannya, tapi kalau tidak begitu dia bisa jatuh andai saja memilih untuk lompat. Itu tidak lucu.

Melepas helm dan langsung memberikannya pada Zaam yang juga baru selesai melepas helmnya.

"Makasih"

Jika Zaam bisa tanpa ekspresi sedikitpun, kenapa Zay tidak? Zay menjauh dari hadapan Zaam begitu mengetahui bunda berada di depan pintu, menunggu.

"Assalamualaikum," salam Zay menyalimi tangan bunda, disusul Zaam yang juga melakukan hal sama.

"Waalaikumussalam"

"Makasih ya, Zaam udah nungguin Zay dan barengin dia," bunda tersenyum mengusap bahu Zaam beberapakali.

Zay sontak membulatkan mata menatap bunda. Jadi, sikap Zaam tadi bunda yang meminta? Sepertinya Zay harus menghitung berapakali dia geer, shit.

Kenapa mereka pintar bersikap sok manis dan sok perhatian? Zay lagi-lagi harus mengutuk dirinya.

"Saya masuk duluan bun"

Bersamaan kepergian Zaam, Zay menggerutu,"Akrab banget sama bunda, sampe bunda minta dia buat barengin Zay, udah kaya siapa aja"

"Udah kaya siapa aja, Zaam juga anak bunda, calon mantu bunda"

"Bunda please .. perjodohan itu nggak akan terjadi, aku nggak setuju"

"Jangan mengecewakan ayah Zay," tutur bunda dengan membelai pipi anak gadisnya.

"Tapi kan–"

"Loh ini jas punya siapa? Kamu kan tadi nggak bawa," bunda memotong ucapan Zay.

"Punya temen"

"Kenapa kamu pake?"

"Tembus pas di sekolah"

"Astaga, yaudah ayo cepet kamu bersih-bersih"

Zay sampai lupa kalau jas sekolah milik Erlan masih dia pakai, besok dia harus menemui cowok itu untuk bilang kalau jas miliknya baru di cuci. Tidak mungkin besok pagi bisa langsung kering dengan bahannya yang lebih tebal dibanding seragam biasa.

Tbc.

𝐅𝐈𝐆𝐔𝐑𝐀𝐍 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang