Zay cukup lega setidaknya bunda bisa melepas lelah sementara, meski masih harus mengurus El. Bunda cuti untuk beberapa hari ke depan, sudah lama juga mereka tidak quality time apalagi sekarang ada El, pasti akan lebih seru.
Oke, tapi hari ini Zay masih harus sekolah bukan waktunya untuk memikirkan liburan.
"Loh El sekolah juga?," sapa Zay ketika melihat El sudah rapi dengan seragam taman kanaknya.
"Iya, El mau bareng akak cantik!"
"Kan sekolah akak jauh, beda dong?"
"El dianter sama bunda, kasian nanti kalo akak telat bisa dihukum gurunya," sahut bunda yang tengah menyiapkan kotak bekal untuk El bawa sekolah.
Mimik wajah El terlihat lesu, hal itu membuat Zay tanpa basa basi langsung mencubit pipi tembamnya yang makin menggemaskan.
"Bunda, aku berangkat ya?"
Bunda menyuruh Zay sarapan dulu, tapi dengan berbagai alasan remaja itu berhasil kabur ke rumah Dea. Berangkat bersama seperti biasa.
Saat sampainya di sekolah, Zay dan Dea langsung menuju kelas sama-sama.
XII-IPS 2
Tak lama dari mereka sampai, guru sejarah mengisi jam pelajaran, satu pelajaran yang tak akan pernah berubah dari dulu hingga sekarang. Meski begitu Zay sulit paham dengan pelajarannya, ribet.
Usai dua pelajaran yang sempat membuat otak Zay hampir meledak–apalagi kalau bukan sejarah dan ekonomi.
Istirahat ini Zay diam di kelas, malas sekali jika harus pergi ke kantin. Tadi Dea sudah keluar lebih dulu, entah dia pergi kemana Zay tak pernah tau.
Di tengah ketenangannya bermain ponsel, tiba-tiba terdengar riuh dari luar, sepertinya di lapangan.
Zay dengan pendiriannya, dia tetap duduk dan sibuk sendiri, dia tak beranjak sama sekali seolah ada lem perekat antaranya dan bangku. Padahal di luar sana, semua orang riuh, bahkan teman Zay yang sebelumnya juga di kelas jadi ikutan keluar hanya untuk melihat keributan yang terjadi.
Teriakan histeris dari para siswa-siswi terdengar diseluruh penjuru sekolah. Zay merasa heran dan dibuat ikut penasaran, sampai pada akhirnya pendiriannya runtuh begitu saja, dia menyusul keluar kelas.
Di tengah lapangan terlihat jelas, seorang siswa berjongkok di depan seorang siswi sambil membawa sebatang cokelat.
Pantas sangat ribut sampai banyak siswa-siswi yang rela turun ke bawah hanya untuk menyaksikannya lebih dekat, bahkan tak jarang yang merekam mereka. Dan Zay, dia cukup gabung bersama yang lain untuk melihat dari lantai dua, tepatnya depan kelasnya sendiri.
Di tengah lapangan yang terik, dua murid yang sejak tadi menjadi pusat perhatian seluruh penghuni sekolah mendapat banyak teriakan heboh.
"Kalau kamu terima, ambil cokelatnya, kalau enggak kasih orang lain," siswa itu berdiri dan melangkah maju untuk mengikis jarak.
Suara lantang itu cukup membuat Zay tercengang, kenapa dia begitu berani menyatakan perasaannya di depan umum? Sepertinya siswa kelas sebelas–dan apa ini? Siswi itu bukannya mantan anggota osis tahun kemarin? Dia anak kelas duabelas. Apa zaman sudah berubah? Kenapa banyak sekali adek kelas laki-laki yang menyukai kakak kelas perempuan?
Lagi-lagi Zay hanya menyaksikan kisah orang lain, dia hanya berada diantara mereka yang tidak banyak dikenal orang. Zay misterius, mungkin itu lebih baik.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐅𝐈𝐆𝐔𝐑𝐀𝐍
Teen Fiction🄹🄰🄽🄶🄰🄽 🄹🄰🄳🄸 🄿🄻🄰🄶🄸🄰🅃 FIGURAN _________________________________________ Sebut saja Zay, seorang gadis sederhana yang hanya menjadi tokoh figuran dalam setiap cerita orang, dia hanya mengambil peran tidak penting dan menurutnya kehadir...