25. Sakit hati

590 32 2
                                    

Bel pulang terdengar nyaring, seluruh siswa-siswi berhamburan keluar. Tak ingin berhimpitan Zay memilih menunggu sepi, dia bisa kalah dengan mereka yang memiliki tubuh lebih tinggi dan berisi, manusia-manusia bertubuh kecil sepertinya akan terdesak.

Zay memasukkan alat tulisnaya ke dalam tas, menggendongnya dengan satu pundak, lalu mengambil ponsel di dalam laci meja. Membuka aplikasi berwarna hijau dengan ikon telephone seraya beranjak dari bangku. Menyapu pandangan sebentar, semua teman sekelasnya sudah keluar meninggalkannya seorang, drama.

Zay berjalan dengan mata fokus pada benda pipih di tangan, sampai tanpa sengaja–

"Maaf maaf"

Terkejut? Tentu saja, hampir Zay menabrak tubuh tegap seseorang. Hanya jarak satu senti, maka mereka bisa bersentuhan.

"Erlan?," cicit Zay.

"Sorry"

"Gue yang minta maaf, jalan sambil main hp," Zay terkekeh.

Apa dia terlihat salah tingkah? Jujur Zay deg-degan, dia harap Erlan tak menyadari keanehannya.

"Nyadar," gumam cowok tinggi itu yang tak didengar jelas oleh Zay.

"Lo mau keluar? Minggir, gue mau masuk," Erlan berjalan masuk membuat Zay refleks menyingkir dari hadapannya.

Zay memandangi Erlan tanpa kedip, Erlan menuju ke bangkunya, mengambil tas juga jas sekolah. Tadi cowok itu tidak masuk kelas alias bolos dari jam istirahat sampai pulang.

Kening Erlan mengerut saat menyadari kalau sedari tadi Zay memperhatikannya di bibir pintu,"Ngapain masih disitu?"

"Hah? Gapapa, gue duluan," Zay berlari pergi, agak kaget.

Sedari tadi pandangan matanya tertuju ke Erlan tanpa sadar, dia tak peduli respon Erlan selanjutnya. Meski sebenarnya sangat amat malu.

Zay sendiri tidak percaya kalau dia bisa dengan terang-terangan menatap cowok itu, sekarang dia hanya bisa merutuki diri. Memang hanya hal kecil, jika terkesan lebay. Itu benar.

"Kenapa nggak sekalian nabrak aja? Ala-ala adegan romantis, langka banget lagian"

Zay menggeleng kuat berusaha menyingkirkan pikiran anehnya, pasti akibat lihat sinetron.

Niat awal ingin ke kelas sebelas, ternyata orang yang dicari sudah tidak ada.

Apa Zay ditinggal? Lalu bagaimana dia pulang? Tau seperti itu, Zay menerima tawaran Dea yang dengan sukarela ingin mengantarnya. Pak Toni juga tidak akan menjemputnya karena mengira sudah bersama Zaam, dia tidak mungkin tiba-tiba merepotkannya.

Opsi terakhirnya adalah pulang jalan kaki, meski akan lebih jauh dari tempat tinggalnya dulu.

Bahu Zay merosot, dia menuruni anak tangga dengan tampang lesu. Saat mencapai lantai dasar, terlihat masih ramai siswa-siswi di parkiran–menyulitkannya yang sedang mencari sosok Zaam. Berharap masih ada.

Zay menjejak keluar melewati area parkir, dia berdiam di pinggir jalan. Padahal hanya tinggal jalan kaki, kenapa rasanya sangat malas?

"Zaam?"

Sewaktu di parkiran Zay tidak melihat Zaam saking banyaknya orang, tapi kini Zaam terlihat bersama motornya, pergi dengan seorang cewek. Itu Nadin.

Zay tersenyum miring, terlihat remeh. Kalau dikira cemburu, tentu tidak. Zay kesal, dia cukup sakit hati. Berangkat dengan siapa, pulang dengan siapa.


Tbc.

𝐅𝐈𝐆𝐔𝐑𝐀𝐍 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang