Usai dapat baju ganti yang sempat mereka beli, keempatnya segera mencari toilet umum yang tidak begitu ramai.
"Turunin gue"
Sedari tadi Zay merasa tak nyaman berada di punggung Zaam, terlebih tak jarang orang yang menatapnya.
"Kalian ribut mulu, napasi Zay? Kaki lo kan sakit yaudah biar digendong aja," ucap Anya enteng.
"Gue gapapa, cepet turunin Zaam," diakhir kalimat Zay berbisik penuh penekanan.
Menurut, Zaam menurunkan Zay cukup kasar, beruntung Zay masih bisa menyeimbangi hingga tak jadi tersungkur. Anya yang anteng dirangkul Hilman sampai menengok melihat pasangan aneh, Zaam dan Zay.
"Gue bisa sendiri," Zay berjalan sedikit pincang melewati mereka semua.
"Biar gue susul Zay, kalian duluan aja gue bareng dia nanti," Anya melepas rangkulan kekasihnya, lalu berlari kecil meninggalkan dua cowok tinggi itu.
Tidak sulit untuk Anya bisa menyusul Zay,"Udah enak ada yang gendong, kalo gini kan lo sendiri yang susah"
Zay memiringkan kepalanya sedikit,"Ngapain?"
"Nyari toilet, yuk ah lama lo," Anya langsung meletakkan lengan Zay ke lehernya, lalu menuntunnya.
"Maksudnya ngapain repot-repot bantu gue? Gue masih bisa jalan sendi–awh .."
"Tuh kan, jangan bebal makanya"
Langkah Zay terhenti,"Tunggu, ini baju Zaam kebawa," Zay mengangkat dua paper bag belanjaan yang rupanya dia bawa.
"Astaga, punya gue juga kebawa Hilman," Anya menepuk jidatnya.
Mereka berbalik dan mendapati dua lelaki itu yang rupanya berlari mendekat, lebih tepatnya hanya satu orang yang berlari, satunya tetap berjalan santai.
"Sampe lupa," Hilman menyerahkan satu paper bag yang ia bawa pada pacarnya.
"Punya lo," berbeda dengan Zay yang wajahnya nampak lempeng-lempeng saja, Zaam tentu menerima uluran itu tanpa sepatah kata.
"Jutek amat"
"Bacot"
"Zaam, pacar lo kasar," adu Hilman, yang sayangnya dia salah mengadu sebab Zaam bodo amat.
Menyudahi perdebatan yang tidak berfaedah, mereka berpisah kembali seperti tujuan awal.
Di luar toilet, waktu Zay terbuang sia-sia dengan menunggu Anya dandan. Entah apa saja yang dia poles diwajahnya, hanya sedikit yang Zay tau.
"Tas lo," Zay mengingatkan.
"Lo beneran nggak bawa apa-apa? Serius?"
Masih saja, padahal sudah jelas terlihat, Zay sendiri sampai lelah menjawab.
"Kan udah gue bilang, kalo tau mau main air gini gue bakal bawa baju biar nggak buang duit buat beli ginian," pandangan Zay turun melihat jumpsuit panjang tanpa lengan yang dia pakai, Zaam yang belikan.
Ini tentu bukan pilihannya, tadi dia hanya asal mengiyakan karena berpikir mereka akan memilih baju biasa, taunya malah luar biasa terekspos bahunya.
"Bagus tau, couple," Anya bangga sekali couple baju date.
Keempatnya memang sama, tapi warnanya berpasangan. Dan ini baju couple pertama Zay, terlebih dengan seorang cowok, Zaam.
"Yaudah, pulang kan?"
"What? Pulang? Rugi dong nggak makan gratis"
Anya baru memasang topi sampai tak berapa lama ada notif diponselnya, dan Zay tak sengaja melihat.
"Kita disuruh nyusul, mereka udah nunggu"
"Dimana?"
"Ngg .. di warung deket pintu keluar, kita cari aja, kayanya nggak jauh dari sini. Kaki lo gimana?"
"Plester lo ngebantu, nggak perih kaya tadi"
Zay dan Anya berjalan menelusuri tiap tempat makan yang mereka lewati, memastikan ada orang yang mereka cari atau tidak. Tidak butuh waktu lama, karena ternyata memang dekat, tanpa babibu mereka langsung gabung, kebetulan warung yang kedua cowok itu pilih sepi.
"Udah lama?"
"Baru sedetik, kalian abis bersihin toilet?"
"Cewek lo lama," sahut Zay.
Hilman salah fokus,"Widih widih .. apenih? Zaam sampe terpesona liat penampilan lo, emang nggak salah selera cewek gue. Tapi ada yang kurang sih .. lo nggak make up?"
"Gimana mau make up? Dia nggak bawa apa-apa, aku tawarin punyaku juga nggak mau," Anya yang menjawab.
"Yang penting rapi dan nggak bau yaudah sih?"
"Yee lo kan cewek, cewek tu emang kudu dandan, masa lo kalah sama cowok?"
"Apa hubungannya bajigur?"
"Cowok sekarang pada perawatan jirr"
"Bawel lo"
"Ajarin Zaam, cewek lo perlu dikasih paham"
"Sok"
"Udah udah ... ini kalian udah pesen makan?"
"Udah dong, nah itu dateng," Hilman menggosok-gosokkan telapak tangannya tak sabar melihat pria paruh baya yang datang dengan nampan berisikan empat mangkuk, disusul perempuan lebih muda membawakan empat degan–dioper dua kali.
"Sayang, ini kita jadi dapet traktiran kan?," Anya memastikan sebelum melahap bakso dihadapannya, bukannya dia gila makan gratis, tapi karena sebelumnya sudah ada kesepakatan.
Lagipula, memang siapa yang tidak senang dapat makan gratis?
"Iya, Zaam yang bayar"
Mungkin nanti Zay akan mengganti uang Zaam sebagian, dia juga punya hutang pakaiannya yang Zaam bayarkan.
Selama makan tidak ada canda gurau bersama, hanya Hilman dan Anya yang sibuk mesra-mesraan, saling suap juga mengelap sisa makanan disekitar bibir pasangan.
Memang klise, tapi jika kalian bisa merasakannya tentu akan sangat spesial. Sungguh.
"Abis ini jangan pulang dulu, kita cari spot foto, kan belum fotbar"
"Gue nggak bisa lama-lama, nanti kemaleman pulangnya," terselip makna tidak setuju dikalimat Zay.
"Lo nggak mau mengabadikan moment double date kita?," Anya memasang wajah menyedihkan,"Mau ya Zay? Please, belum tentu kita bisa jalan bareng lagi kan?"
"Oke, lima menit"
"Yess, tenang aja nggak akan lama gue juga ada urusan ntar," Anya jadi teringat sesuatu,"Oh iya, sayang, aku mau kasih kamu sesuai apa yang tadi aku bilang"
"Oh yang itu .."
"Wait"
"Sekarang banget yang?"
"Mau kapan?"
"Nanti aja ah, takut ada yang iri," Hilman melirik Zaam yang mukanya datar saja.
"Kamu mikir apa sih?," Anya mengernyit merasa respon pacarnya berlebihan.
"Nih, kiss sesuai janji," kata Anya begitu mengeluarkan dua buah permen kiss dari tas kecilnya.
Tunggu–jadi bukan kiss 'itu' tapi ..
KISS PERMEN? PERMEN KISS??
"Lumayan biar nggak bau mulut"
Hilman hanya mampu tertawa hambar.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐅𝐈𝐆𝐔𝐑𝐀𝐍
Teen Fiction🄹🄰🄽🄶🄰🄽 🄹🄰🄳🄸 🄿🄻🄰🄶🄸🄰🅃 FIGURAN _________________________________________ Sebut saja Zay, seorang gadis sederhana yang hanya menjadi tokoh figuran dalam setiap cerita orang, dia hanya mengambil peran tidak penting dan menurutnya kehadir...