31. Introvert

437 21 4
                                    

Tidak ada yang spesial, semua berjalan semestinya.

Seperti pagi ini, Zay duduk di ruang kelas sendirian. Akurasinya, sebagian besar siswa-siswi memilih menghabiskan waktu di luar kelas baik sebelum bel masuk atau saat istirahat. Mereka tentu suka keramaian, berbeda dengan Zay, jelas dia seorang introvert.

Teman akrabnya di kelas saja hanya Dea, yang lain sekadar kenal sewajarnya. Tapi meskipun dekat, Dea tidak cukup tau tentang Zay, padahal Zay banyak tau tentang Dea. Terdengar tidak adil.

Zay hanya merasa tidak ada hal penting yang perlu dia ceritakan, karena kisahnya tak semenarik itu. Terlalu flat.

"Lo berangkat bareng Zaam?"

Pertanyaan tiba-tiba itu datang dari Dea yang juga baru tiba di kelas.

"Lo jadi topik anak kelas sebelas tadi, ada yang liat lo sama Zaam boncengan"

"Gue–"

"Yaya gue tau .. mana mungkin kalian pacaran, pasti bunda anggep Zaam kaya anaknya, jadi kalian bisa bareng"

Zay mengangguk mendengar pernyataan Dea yang begitu tepat.

"Tapi nggak menutup kemungkinan kalo lo suka sama dia?"

Zay melotot mendengar lanjutan kalimat temannya, cewek berambut sebahu yang sudah duduk dibangku sebelah Zay itu nampang dengan santai.

"What the f–? Itu lebih nggak mungkin"

"Nggak ada yang nggak mungkin, apalagi kalian serum–mphh"

Dea melepas paksa bekapan Zay,"Babi lo"

"Lo nih sembarangan, kalo ada yang denger gimana?"

"Maap, lupa aing"

Dea membuka tas berniat mengambil ponsel, memang mana mungkin mengambil buku untuk belajar, kecuali ingin menyontek pr? Dia sekolah dengan seperempat niat, cewek itu cukup pemalas jika sudah dihadapkan dengan tugas sekolah.

"Selamat pagi semuanya"

Zay menatap lurus, baru mengetahui kedatangan gurunya disusul teman-temannya yang berdatangan, kenapa Zay tak mendengar bel masuk berbunyi? Dia yakin sejak tadi selalu menjaga fokus, tidak melamun.

"Kirain nggak masuk bu," salah seorang siswa berseru.

"Belnya lagi perbaikan, jadi nggak ada bel"

Apa upacara juga ditunda hanya karena bel rusak? Oh, ayolah bel rusak bukan masalah besar. Meski tak memungkiri kalau Zay juga senang, tapi tetap saja itu tidak bisa menjadi alasan utama.

"Zay!"

Zay terperanjat, lagi lagi kepergok melamun. Zay terlalu serius memikirkan tertundanya upacara karena bel rusak, padahal hal itu tidak cukup penting untuknya.

"Ada guru malah ngelamun, mikir jorok lo?"

"Stress"

Zay menggeleng mendapat tuduhan nyeleneh Dea, dia tentu tak segila itu.

Bicara soal Dea, rambut gadis itu sudah pendek. Dia sudah diwanti-wanti untuk potong rambut sebab ketahuan mewarnai rambut, memang hanya bagian dalam, tapi sialnya ada yang tak sengaja tahu lalu melaporkannya. Seperti ada dendam pribadi.

Zay memang suka berdebat dengan pikirannya, bicara sendiri seolah tengah berdiskusi mencari titik konflik. Sebab dia lebih tidak suka disaat sudah bicara panjang lebar malah tidak ada yang mendengarkan, rasanya seperti angin lalu.

Memang benar, tidak semua orang bisa menghargainya.

Tanpa terasa empat mata pelajaran selesai sudah, para guru suka sekali berceloteh panjang lebar di depan kelas, meski hanya sebagian yang mau mendengarkan. Yang lain justru sibuk, ada yang main game online, tidur, bercanda, atau bahkan ghibah, kalau dipikir-pikir memang kurang ajar sekali siswa-siswinya itu.

Lagi, tidak ada bel meskipun sudah waktu istirahat.

Zay malas keluar, terlebih di kantin pasti akan sangat ramai. Tidak bukan itu–dia hanya malas jika harus bertemu Zaam.

Opsi terakhirnya adalah memilih untuk tetap diam di kelas sambil main ponsel, hal pertama yang dilakukannya tentu membuka aplikasi dengan ikon telephone berwarna hijau. Membuka arsip, lalu–boom! Banyak sekali pesan dari grup sekolah, ada sekitar 700 pesan dalam waktu semalam, sudah biasa, tapi Zay cukup penasaran kali ini, sebab membaca chat terakhir di sana.

Dan ya–rupanya upacara ditunda karena anak osis akan mengadakan pelatihan khusus untuk calon osis baru, lebih tepatnya mungkin untuk adik kelas. Dari info yang beredar mereka akan berangkat nanti sore, tempatnya di kota sebelah.

Zay paling malas mengikuti hal semacam itu dengan segala tetek bengeknya, makanya dia sepu. Sekolah pulang.

Tbc.

𝐅𝐈𝐆𝐔𝐑𝐀𝐍 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang