"Akak bareng abang kan?"
"Akak-"
"Zaam mau?"
"Bunda," beo Zay yang tak didengar.
"Yaudah, kalian hati-hati ya," kata bunda setelah mendapat anggukan kepala dari Zaam.
Bunda dan El berangkat lebih dulu meninggalkan Zay dan Zaam berdua, bersamaan dengan itu suara motor terdengar dan menyadarkan Zay yang terdiam memandang mobil yang membawa bunda serta El.
Zay mendekati Zaam,"Pacar lo gimana?"
"Naik"
"Nadin gimana?"
"Naik"
Zaam sama sekali tak mengindahkan pertanyaan Zay, membuat cewek itu cepat naik ke atas motor, dan tanpa mengenakan helm.
Motor besar Zaam melaju dengan kecepatan tinggi membuat Zay spontan meremas jaket cowok itu, laju motor baru memelan begitu gedung sekolah terlihat.
"Gue turun di depan aja," Zay sedikit mengeraskan suara, mendadak motor Zaam berhenti dengan decitan yang memekak.
"Turun"
Zaam buka suara usai sepuluh detik menunggu Zay yang tak kunjung bergerak.
"Hah?"
Tentu Zay syok, yang benar saja disuruh turun sekarang? Dia minta di depan gerbang sekolah bukan di pinggir jalan. Melihat Zaam yang tak kunjung menyalakan motor, maka Zay terpaksa turun dari motor cowok itu dari pada harus telat.
Zay memang meminta diturunkan, karena dia tidak ingin ada salah paham, terlebih Zaam sekarang cukup populer di sekolah. Apa nanti kata yang lain kalau dia berangkat bersama Zay?
Zaam pergi, benar-benar menghilang dari pandangan Zay, dia bersama beberapa siswa-siswi yang juga baru datang. Zay menatap jalanan yang ramai sejenak, lalu kembali berjalan, butuh waktu sekitar dua menit untuk mencapai sekolah.
Setiap langkahnya, Zay mengedarkan pandangan, mencari seseorang. Rasanya masih ada hal yang janggal, jadi, dia harus benar-benar menyelesaikannya.
Kemarin Erlan absen, kemungkinan hari ini dia masuk sekolah. Zay tidak melihatnya di luar, mungkin di ruang kelas atau telat datang?
Zay menelisik motor-motor yang terparkir, bertepatan itu dia tak sengaja bersitatap dengan cowok yang tadi menurunkannya.
Zaam terlihat masih di atas motor, ada cewek berambut hitam sebahu yang berdiri didekatnya dengan tangan yang bergelayut manja.
Zay memutar bola matanya malas langsung beralih menatap lurus ke depan,"Pagi-pagi udah nyicil dosa, mau-mauan tu cewek sama benda mati, gue yang introvert sampe kalah diem"
Zay melangkah cepat, tidak lagi menghiraukan dua manusia bucin di parkiran.
Di ambang pintu kelas, Zay mendapati seseorang yang dicarinya sedang duduk dengan memainkan ponsel yang dimiringkan, kakinya ia selonjorkan di atas bangku sebelah.
Zay menuju bangkunya, sekarang bukan waktu yang tepat, temannya sudah banyak yang berdatangan. Mungkin nanti menunggu Erlan sendirian, Zay malu kalau diperhatikan.
Empat jam pelajaran cepat terlewat, Zay pikir Erlan akan keluar saat jam istirahat, tapi ternyata tidak. Erlan masih sibuk melanjutkan catatannya yang belum selesai disaat siswa-siswi lain sudah berhamburan keluar, termasuknya Dea yang tadi sempat mengajak ke kantin.
Setelah melihat situasi dan kondisi, Zay meraih paper bag di dalam ranselnya. Lantas berjalan mendekat ke meja belakang yang berjarak dua meja dengannya, Zay duduk di paling depan dekat dinding.
Zay menyodorkan paper bag yang dia bawa, membuat Erlan kontan mendongakkan kepala-yang semula tertunduk fokus pada buku.
"Makasih"
Erlan hanya mengangguk kecil, memang Zay berharap apa? Dia memutuskan untuk kembali ke tempat duduk tersayang.
"Makasih juga udah dicuciin"
Kalimat itu membuat Zay menoleh, sudut bibirnya terangkat membentuk segaris senyuman yang sangat tipis. Ini gila, untuk kedua kalinya Zay merasa tersipu tersebab Erlan.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐅𝐈𝐆𝐔𝐑𝐀𝐍
Teen Fiction🄹🄰🄽🄶🄰🄽 🄹🄰🄳🄸 🄿🄻🄰🄶🄸🄰🅃 FIGURAN _________________________________________ Sebut saja Zay, seorang gadis sederhana yang hanya menjadi tokoh figuran dalam setiap cerita orang, dia hanya mengambil peran tidak penting dan menurutnya kehadir...