10. Who belong to me?

258 27 0
                                    

Nala berjalan menuju balkon kamar di villanya sembari mengisap rokok diapitan mulut. Sedangkan tangannya membuka pesan yang barusaja masuk kedalam ponselnya. Sebuah foto di klub malam, didalamnya wajah Wanda Ayu yang terlihat berdekatan dengan Aidan memberikan sudut pandang pada Nala seolah mereka akan berciuman.

Sudut bibir Nala terangkat. Lelaki itu berdecih pelan.

Beneran ngeyel ya ternyata.

Ia menaruh ponsel itu diatas meja kecil disampingnya, lantas menikmati udara pagi pantai Kuta yang membelai lembut tubuhnya. Ini adalah hari kedua dirinya di Bali. Dimana proyek besarnya telah berjalan setengah dan tinggal menunggu arahan selanjutnya dari Bang Juan selaku ketua tim.

"Ga bangunin aku." Suara lembut itu mengalun pada rungu Nala. Tanpa menoleh lelaki itu tersenyum tipis seraya mengepulkan asap dari belah bibirnya.

"Kamu pules banget tidurnya. Aku jadi nggak tega bangunin, sayang." Balas Nala dan mempersilakan puan ayu itu duduk di pangkuannya.

Bathrobe Mala tak sepenuhnya menutupi bahu telanjang mulus yang kini Nala kecupi. Gadis itu mengambil buah-buahan yang tersedia diatas meja tempat Nala menaruh ponsel.

"Hari ini kegiatan kamu apa?" Tanya Mala pada Nala yang disuapinya sebutir anggur.

"Lanjutin photoshoot yang kemarin. Tapi mungkin siang udah selesai. Kamu?"

"Yang kemarin? Yang kemarin bukannya yang masuk di desa itu ya? Nanti kamu harus kesana lagi dong?"

Nala mengangguk. "Iya. Mau ikut aja?"

Mala dengan girang mengangguk. "Mau. Mau banget. Daripada jadi manekin disini. Kamu nggak tau kan kemarin aku hampir hilang di pantai gara-gara bosen sendirian." Bibir tipis itu mengerucut, mengadu akan kekesalannya.

"Aku kan udah ngingetin dari kemarin. Aku itu nggak liburan. Ini proyek."

Mala mencebik. "Iya sih. Ya pokoknya hari ini aku mau ikut deh. Nanti pulangnya kita jalan-jalan dulu. Ya ya?"

Nala tertawa, ia mengecup gemas pipi mulus Mala. "Iya, sayang. Sana mandi duluan gih."

Bibir itu masih mencebik, Mala menggeleng.

"Kenapa? Nggak kuat jalan?" Goda Nala.

Mala masih menggeleng. Lengannya yang mengalung pada leher Nala semakin mengerat. "Bareng." Bisik gadis itu.

Nala tertawa renyah, lantas menyundutkan ujung rokoknya pada asbak dan beranjak berdiri. Membawa Mala dalam gendonganya dan melangkah kembali masuk ke dalam kamar villa.

Wanda tak hentinya menoleh kearah Aidan yang tengah terfokus pada layar presentasi didepan kelas. Dahinya mengernyit, dan benak nya penuh tanya.

"Aidan itu misterius, Wan. Dia bukan kayak apa yang selama ini keliatan atau apa yang lo pikirin saat ini."

Ucapan Gigi semalam masih terngiang dikepala Wanda.

"Kenapa emang? Emang dia orangnya gimana sih?"

Pertanyaan Wanda lagi-lagi tak terjawab, hanya Raka yang lantas mengusap kepalanya lembut. Entah bermaksud apa tapi Wanda akhirnya menahan pertanyaannya yang selanjutnya. Seolah Raka melarangnya bertanya lebih banyak melalui usapan itu.

Aidan, selama satu kelas dengannya pun Wanda tidak pernah mendengar kasus apapun yang berkaitan dengannya. Jejaknya terlihat sangat rapi dan bersih. Aidan si anak baik-baik andalan semua dosen. Aidan si ketua himpunan idaman semua perempuan.

Aidan, menyembunyikan apa? Aidan seperti apa sebenarnya? Siapa yang benar-benar mengenal lelaki itu?

Wanda menegakkan duduknya saat teringat satu nama melintas dikepalanya. Rya, sepupu lelaki itu. Memajukan tubuhnya, Wanda bertanya pada Gigi disampingnya.

"Gi, Gigi." Panggil Wanda pelan, takut suaranya mengganggu konsentrasi oranglain.

Gigi yang tengah mengunyah permen karet menoleh. "Apaan?"

"Rya sepupunya Aidan?"

Dahi Gigi mengernyit. "Kata siapa anjir? Lu dikibulin siapa? Rya ngaku-ngaku?"

Giliran Wanda yang kebingungan. "Hah?"

Mereka saling pandang dalam kebingungan. Mempertanyakan kebingungan masing-masing dalam tatap. Wanda akhirnya menggeleng. Ia terdiam sepanjang kelas hingga tak terasa kelas telah berakhir.

Memilih untuk keluar akhir karena ingin membicarakan tugas dengan Aidan, ia mempersilakan Gigi dan Raka untuk keluar lebih dulu.

"Aidan!" Panggil Wanda pada lelaki yang kini tengah memberesi tasnya.

"Kenapa?" Tanya Aidan saat melihat Wanda yang berjalan menghampirinya.

"Sibuk nggak?" Lelaki itu menggeleng. "Boleh bantu cari buku referensinya di perpus nggak? Gue belum pernah kesana."

Tanpa banyak bertanya, Aidan mengangguk dan segera beranjak berdiri. Mereka akhirnya berjalan bersama menuju perpustakaan fakultas yang terletak tepat disebelah gedung mereka saat ini. Karena kelas mereka tadi adalah kelas terakhir, maka area kampus telah sepi.

Tiba diperpustakaan, Wanda mencoba mencari buku yang dimaksudkannya. Padahal pikirannya masih bertanya-tanya tentang laki-laki yang kini membantunya mencari buku itu.

Kenapa gue penasaran? Kalopun gue nggak bakal tau apa-apa tentang dia, ya nggak masalah juga buat gue kan? Gue kenapa, deh?

"Bukunya nggak akan ketemu kalo lo nyarinya pake ngelamun, nih." Terbuyarkan dari lamunannya, Aidan telah berdiri disamping Wanda seraya mengangsurkan buku yang Wanda maksudkan.

"Eh." Setelah Wanda menerima buku dari tangan Aidan, lelaki itu kembali membenarkan posisi tasnya dipundak.

"Gue tunggu diluar." Ujar Aidan sebelum berlalu dari samping Wanda yang hanya mengangguk-angguk.

"Lo kemana kemarin? Ngilang gitu aja." Wanda membuka obrolan seraya menarik satu kursi didepan Aidan yang terfokus pada layar laptopnya. Lelaki itu menurunkan sedikit layarnya guna melihat wajah Wanda yang semula terhalangi.

"Pusing, rame."

Wanda tertawa. "Balik ke mode ketum ceritanya?"

Mereka tertawa karena candaan Wanda. Tapi kepala Aidan tidak. Melihat papanya masuk kedalam salah satu suite longue disana cukup membuat Aidan bergidik jijik dan memilih untuk pergi darisana segera.

"Bisa jadi." Balas Aidan. "Mau langsung balik, apa mau mampir kemana?"

"Balik sih, takut keburu hujan."

"Mau sekalian? Oh, by the way kaus lo masih gue laundry."

Wanda menggeleng. "Enggak, gue bisa balik sendiri. Oh, iya bawa aja dulu."

"Nggak keburu dicariin?"

"Siapa?"

Nala. "Abang lo lah."

Perempuan itu tertawa. "Enggak, abang gue udah jarang make itu juga." Wanda beranjak berdiri dan bersiap akan pergi. "Gue duluan ya, Dan. Lo masih mau disini kan?"

Aidan mengangguk. "Iya, hati-hati di jalan."

Wanda mengangguk dan segera berlalu darisana. Tapi langkah kakinya terhenti saat sebuah pesan masuk kedalam ponselnya. Ia membuka pesan itu sebelum melanjutkan langkah.

jangan sama yg lain. gue ga suka.

Sebuah senyum miring muncul dibibir Wanda. Melanjutkan langkahnya, Wanda membalas pesan itu.

Pacar lo Mala, btw.

Tak ada balasan lagi. Kelakuan Nala semakin hari benar-benar semakin aneh dan sialnya justru membuat perut Wanda seolah dipenuhi ribuan kupu-kupu setiap mengingatnya.

Aidan masih memperhatikan setiap langkah Wanda bahkan hingga gadis itu telah menjauh dari pandangannya. Bayang-bayang Jean yang memeluk Wanda pun masih teringat jelas dikepalanya selain kejadian menjijikkan papanya.

Wanda ini ada apa dengan Jean? Dan Nala.

Menelan kebingungan yang dirasanya tidak penting, Aidan segera memusatkan seluruh perhatiannya kembali pada laptop.

🚫🚫🚫

mistake [selesai] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang