03. Jean Aldrich

377 37 8
                                    

Aidan baru saja melangkah masuk ke dalam ruang tamu rumahnya. Tapi suara berisik penuh maki dan kutukan telah terdengar bahkan sejak ia baru saja melangkah di teras rumah besarnya yang dingin.

Pandangan Aidan disambut dengan wanita yang biasa ia panggil mama itu telah menjinjing satu tas besar dan menarik sebuah koper. Masih dengan napas yang terburu, penuh amarah.

"Ma," Panggil Aidan yang berjalan terburu kearah mamanya, mencegah perempuan itu pergi. Karena setelah hampir dua tahun tidak pulang, harus di akui ia rindu. Ia ingin menghabiskan waktu bersama dengan perempuan ini, bukan kembali ditinggalkan.

"Apa? Kamu sudah besar Aidan, silahkan pilih mau tinggal sama siapa." Bahkan belum sempat sebuah kata keluar dari mulut Aidan, ia lebih dulu diserang dengan ucapan itu.

"Enggak. Mama disini ya, mama jangan pergi." Bujuk Aidan dengan wajah melasnya yang semoga mampu meluluhkan hati mama nya.

Tapi di ujung anak tangga menuju ke lantai dua, si pembuat masalah itu hanya mampu menghembuskan napas panjang seraya mengurut pangkal hidungnya.

Mata mama dan papa Aidan saling bersipandang lekat, saling melirik sengit penuh dendam kesumat dan makian tertahan.

"Aku udah nggak sudi lagi tinggal sama laki-laki kayak dia. Dua puluh satu tahun aku bertahan, bisa-bisa nya dia khianati aku kayak gini. Kamu pikir kamu bisa sukses karena siapa? Karena bapak ku asal kamu tau!" Suara amarah mama nya justru kembali mengisi ruang tamu.

"Aku nggak selingkuh!" Teriak papanya. Membalas tuduhan mama nya, yang Aidan tau jelas itu semua bohong. Lelaki itu memiliki kekasih diluar sana, Aidan tau. Bahkan Aidan pernah menemukan keduanya bercumbu di dalam mobil, di basement kantor papanya.

"Aku nggak buta untuk tau kamu jalan sama siapa, mas! Aku kurang apa selama ini?! Memang dasarnya kamu yang bajingan!"

Aidan menelan ludah, ia menyentuh pelan lengan mamanya yang kini menangis. "Ma, udah ma."

"Anakmu juga pasti tau apa yang kamu lakuin itu. Lihat ya mas, aku akan balas perbuatan kamu. Kamu itu harusnya sadar diri! Kamu cuman laki-laki miskin yang bapakku mau memodali. Misal nggak nikah sama aku, gelandangan kamu mas!"

Lelaki berkepala empat itu menarik napas panjang. "Kamu pikir kamu siapa berani ngancem saya?! Kamu juga kalau nggak jadi istri saya nggak akan bisa nikmatin semua fasilitas ini. Suami kerja bukannya di dukung, malah di tuduh selingkuh! Dasar perempuan sundal!"

"Ma! Pa!" Kali ini Aidan menengahi, kepalanya pusing. Ini perdebatan entah keberapa kali nya yang ia dengar di dua tahun belakangan. Mamanya yang kekeuh jika ayahnya dalang dibalik kesuksesan papanya. Dan papanya yang tetap kekeuh mengatakan tidak selingkuh padahal bukti dimana-mana.

"Diam kamu, Aidan! Sekarang kamu pilih, kamu mau itu papa apa mama mu itu?!" Suara papa nya nyaring terdengar. Tapi kepala Aidan lebih dulu berdenyutan nyeri. Matanya memandang tajam kedua orang yang telah menghadirkan nya kedunia itu.

"Pilih mati." Balas Aidan lirih seraya melangkah cepat menuju pintu utama.

"Aidan! Dasar anak nggak bisa diuntung!" 

"Aidan!"

Teriak papa dan mamanya secara bersamaan. Tapi lihat, bahkan hingga ia memegang gagang pintu pun, dua orang dewasa itu tetap tidak menahan dirinya.

Aidan menghentikan langkahnya sejenak saat hening menyelimuti mereka, tanpa menoleh ia kembali berujar. "Papa sama mama mau pisah kan? Pisah aja. Aku nggak peduli, toh kalian juga nggak pernah peduli sama perasaan ku. Aku udah besar, aku nggak akan ikut salah satu dari kalian."

mistake [selesai] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang