28. Glass of heart

222 31 4
                                    

Wanda duduk di tempat biasanya. Belum ada satu jam dirinya di sini, sudah hampir setengah bungkus rokok ia habiskan sendirian. Padahal sama sekali tidak ada makanan yang masuk ke lambungnya, tapi gadis itu tetap nekat.

"Sakit?"

Kepalanya menggeleng tanpa menoleh karena telah ia hafal diluar kepala siapa gerangan pemilik suara ini. Tangannya cekatan menjatuhkan rokok, lantas menginjaknya dengan sepatu supaya mati.

"Terus kenapa pake sweater gitu?"

Baru ia menoleh. Tanpa mendapatkan jawaban apapun, hati Aidan rasanya mencelos. Ia bahkan memejamkan matanya sejenak guna mengalihkan segala pikiran buruk.

"Kalo ga kuat kenapa masuk? Orang kelasnya aja kosong." Baru lelaki itu beranjak duduk di samping Wanda.

"Males, pengen gerak." Balas Wanda.

Mereka terdiam. Menikmati semilir angin yang berhembus sepoi, cukup membuat Wanda yang kegerahan merasa sejuk. Detik berikutnya ponsel gadis itu berdenting. Pesan masuk dari Nala.

pulang sama aku.
• tunggu di lobi, okay?
• miss u.

Orang gila. Itu yang Wanda pikirkan saat membaca pesan terakhir yang Nala kirimkan. Miss you? Bahkan mereka belum ada dua jam berpisah. Memuakkan. Ia baru tau jika Nala bisa sebegini menggelikannya.

"Siapa?" Tanya Aidan.

"Nala. Lo habis ini rapat?"

"Enggak. Mau balik aja. Mau bareng?"

Entah karena apa, perempuan itu tersenyum. Begitu cantik. Sesuai dengan namanya. "Enggak, cuman tanya."

Mereka lantas terkekeh bersama. Dan mengobrol beberapa hal ringan yang membuat Wanda sejenak lupa akan beban yang menggelayuti pikirannya.

"Kamu beneran nggak mau nganterin aku dulu? Kita udah lama kan nggak lunch bareng juga. Sayang," Mala merengek sekali lagi.

Juan di sudut ruangan bahkan harus menahan umpatannya karena geli.

"Aku sibuk. Next time." Balas Nala singkat, matanya bahkan tak sedikitpun melirik kearah Mala. Fokus pada layar laptopnya.

"Ck. Kamu masih marah kan sama aku? Tadi katanya enggak. Nala–"

"Mala, stop. Aku lagi ngurusin ini sebentar. Diem dulu, sebentar ya?"

Mala berdecak kesal. Lantas menghempaskan tubuhnya ke sofa dan memainkan kukunya. Juan terkikik puas di balik layar komputernya.

"Kamu tuh jahat emang. Mami yang bikin masalah, kenapa marahnya ke aku sih. Lagian kan aku nggak ngapa-ngapain sama Kenan."

Jemari Nala yang sedang mengetik terhenti. Mengambang di udara urung menekan huruf selanjutnya. Tidak melakukan apapun? Bagaimana bisa Nala yakin? Sedangkan sebuah foto yang cukup mengoyak emosi Nala dikirimkan sendiri oleh mami Mala padanya.

Foto Mala. Berpelukan di atas ranjang, naked, dengan Kenan.

Bibir Nala tersenyum miring. Ia melanjutkan kalimat terakhir yang diketiknya lantas segera menutup laptop.

"Iya. Aku percaya."

"Eh, mau kemana?" Tanya Mala ribut saat Nala berkemas tanpa mengajaknya sama sekali.

"Bang, duluan." Pamitnya cepat pada Juan.

"Yoi." Balas Juan seraya melambaikan tangan. Nala segera keluar ruangan itu, tak lupa mengirimkan pesan pada Wanda untuk menunggu lebih dulu ke mobilnya yang terparkir di ujung.

mistake [selesai] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang