04. His coming

343 34 0
                                    

Wanda membuka matanya perlahan. Kepalanya masih terasa pening sisa alkohol yang ia tenggak semalam, tapi suara berisik dari dapur mengalihkan perhatiannya. Mata mengantuk itu tiba-tiba membelalak lebar saat merasakan pakaian yang dipakainya berbeda dari yang dibawanya tidur semalam.

Dengan tergesa, Wanda beranjak berdiri dan berjalan menuju dapur. Ia menemukan sosok jangkung Nala yang tengah menyiapkan makanan diatas piring. "Lo ngapain?" Tanyanya.

"Liat sendiri kan?" Balas Nala seraya mengambil satu piring lagi. Wanda mendesah kasar, ia akan bergerak duduk tapi sudut ekor matanya menangkap plastik makanan di tong sampah.

Makanan yang belum sempat ia makan semalam, pemberian Jean. Yang ia niatkan untuk sarapan pagi ini. Si cantik melangkah cepat menuju tong sampah.

"Nala, lo ngapain buang ini?" Serunya kesal. Pasalnya itu menu yang ia inginkan sejak kemarin. Dan Nala tanpa dosa malah membuangnya.

"Ck. Udah dari semalem itu, makan ini aja sih." Balas lelaki itu seraya membawa dua piring pasta yang masih hangat menuju meja makan.

"Lo gila ya?! Itu belum gue sentuh sama sekali." Wanda benar-benar heran sekaligus kesal dengan jalan pikir Nala. Makanan itu tidak murah, biarpun menurut beberapa orang itu termasuk murah. Tapi itu gratis. Wanda mendapatkannya tanpa usaha sama sekali.

Nala membalas tatapan kesal puan dihadapannya dengan wajah malas mendengarkan amukan. "Gue udah bawa yang baru. Makan ini."

"Otak lo dipake, tolol. Itu utuh belum gue sentuh." Masih mempertahankan amarahnya, Wanda tetap berdiam diri ditempat.

Nala yang kesal pun segera menarik gadis itu untuk duduk disalah satu kursi meja makan. "Gue ganti. Mau berapa? Sepuluh?"

"Bukan masalah ganti. Mubazir, bodoh. Lagipun itu gue dapet gratis–"

"Dari Jean kan? Makan dari gue. Gue beliin nanti. Sekarang makan apa yang ada di depan lo dulu."

Kedua alis Wanda bertaut. Kenapa jadi Nala yang terlihat sensi dengan Jean? Apa salahnya jika Jean membelanjakan Wanda makanan? Bukankah sebatas makanan?

Nala ini memang kurang ajar. Membuat benak Wanda semakin resah saja. Gelenyar aneh yang Wanda mati-matian sangkal itu justru kembali bersemayam karena ucapan sepele Nala barusan.

Akhirnya mereka makan dalam keadaan hening. Nala menang, lagi. Wanda meski dalam keadaan kesal mau tak mau tetap menelan makanan yang disajikan Nala. Enak, gratis, tanpa usaha pula. Tapi tetap saja ia menyayangkan burger dan kentang goreng gurih yang sekarang terbuang nelangsa di tong sampah itu.

"Lo yang gantiin?" Kini perempuan itu bertanya pada Nala yang tengah mencuci piring. Lelaki itu mengangguk tanpa menoleh kearahnya.

"Ngapain kesini? Berantem lagi?"

Sekarang terdengar helaan napas Nala. "Emang kalo kesini harus nunggu gue berantem dulu?"

Wanda terdiam. Kan biasanya begitu. Mana mau Nala menyambangi Wanda jika hubungannya sedang baik-baik saja dengan Mala. "Biasanya kan gitu." Sahut Wanda seraya meminum air putih dari gelas yang semula ia genggam.

Nala menyelesaikan cuci piringnya, ia membalikkan badan dan menatap kedua mata coklat milik Wanda. Nama Ayu sepertinya tidak salah diselipkan diakhir nama gadis itu. Wajah Wanda luar biasa indah jika dilihat dari dekat begini.

Kenapa pula Nala baru tersadar? Kemana saja ia selama ini?

Mengulum senyum, Nala melangkah mendekati Wanda. Mengambil alih gelas ditangan perempuan itu lantas menarik pinggang Wanda. Membawa Wanda dalam gendongannya yang macam koala.

mistake [selesai] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang