• wanda
• may i come?Terhitung telah dua minggu Wanda memutuskan kontaknya dengan Aidan. Memilih untuk hidup sendiri dan memberikan lelaki itu waktu untuk memikirkan ulang tentang mereka. Antara meninggalkan, atau berjalan beriringan dengan luka.
Hari ini, pesan itu ia terima saat dirinya telah berada di atas bus. Sendirian, dengan tas ransel berisi beberapa gepok uang yang ia ambil dari rumah mamanya seperti biasa.
Banyak orang terluka, beberapa memilih untuk bangkit dan melawannya. Beberapa lainnya memilih untuk melarikan diri dan menyembuhkan diri sendiri meski merangkak.
Wanda Ayu memilih untuk melarikan diri. Mencoba memaafkan dirinya sendiri guna berdamai dengan hidup. Biarlah ia yang meninggalkan lebih dulu sebelum Aidan akan meninggalkannya nanti. Cukup sudah ia kehilangan, kali ini biarlah ia yang menghilang.
Bergulat dengan isi pikirannya sendiri, Wanda akhirnya mengetikkan sebuah balasan.
• terminal terakhir bus nomor 94, gue tunggu.
Untuk kali ini, semoga tak ada sesal setelahnya.
Aidan kalap setelah menerima pesan itu. Sesegera mungkin menuju mobilnya dan terburu pergi ke sana. Mengabaikan banyak raut wajah ingin tau yang urung mengutarakan tanya karena ia lebih dulu lenyap dibalik pintu mobil yang tertutup.
Tigapuluh menit lagi bus menuju tujuan akhir akan tiba. Wanda akan naik bus itu, untuk pergi kemanapun sekiranya ia tak akan ditemukan nantinya. Pergi kemanapun, tanpa siapapun.
Ia duduk di bangku panjang ruang tunggu. Sembari celingukan mencari sosok Aidan yang barangkali memang akan menyusulnya. Tanpa ia sadari jika Nala Abhiseka berdiam diri sedari tadi di dalam mobilnya di seberang tempat Wanda duduk saat ini.
Limabelas menit lagi. Aidan masih belum muncul.
Ngarep apaan lo, Wanda. Kayak lo berharga aja.
Ayolah, perasaannya kalut. Ia ingin melihat Aidan. Sungguh. Setidaknya ia akan pergi dengan pamit meski tanpa kembali.
Sepuluh menit lagi.
"Wanda." Suara decit sepatu yang berisik itu akhirnya terhenti. Aidan muncul didepan Wanda dengan napas tersengal-sengal sisa berlari. Lelaki itu tak kalah kalut, wajahnya pias dan tersirat ketakutan yang begitu kentara bagi Wanda.
"Lo mau kemana?" Tanyanya cepat.
Wanda berdiri, menenteng ransel pada pundaknya.
"Gue mau pamit."
Aidan menggeleng ribut. "Can you just stay? With me. Gue janji gue gabakalan ninggalin lo."
Kalau Nala pergi karena Wanda meminta, maka kali ini Wanda sendiri yang akan pergi tanpa menyuruh oranglain meninggalkannya.
"Gue yang bakal ninggalin lo." Ada senyum tipis sarat akan luka yang Wanda sematkan dalam akhir kalimatnya. Dusta jika ia tak juga terluka.
"Kenapa? Gue bilang kan sama lo, gue usaha buat ga ninggalin lo. Gue bukan cuman janji."
Wanda sekali lagi tersenyum. "Lo bahkan tau dari awal, Dan. Gue dihidup lo itu salah. Kita ga mungkin bisa bareng."
"Ada banyak alesan yang lebih masuk akal daripada itu."
Puan ayu itu mengangguk. "Iya. Gue anak Kusma Ayuni, itu fakta dan kita ga bisa ngelak. Kita ga bisa bareng, lo ga bakal bisa bahagia sama gue."
Aidan menggeleng kecil. "Lo gabisa nyimpulin perasaan orang sembarangan, Wanda. Gue yang berhak nentuin gue bahagia sama siapa. Dan gue bahagia sama lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
mistake [selesai] ✔
FanfictionNala, manusia dengan sejuta ego nya. Menomorsatukan ego diatas segalanya. Bahkan terkadang menjadikan Wanda sebagai pemuas ego nya yang kelaparan. Tidak peduli dengan amukan kekasihnya, ego harus tetap nomor satu. Wanda, menjadi tempat pelampiasan a...