Aidan menghentikan mobilnya ditepi jalan saat tak sengaja melihat sosok Wanda yang berjalan sendirian di trotoar, tengah malam. Ia membuka pintu mobilnya dan berseru kencang, memanggil gadis itu.
"Wanda!"
Benar, itu Wanda. Perempuan itu terdiam, menyipitkan mata guna memastikan yang memanggilnya adalah Aidan.
"Mau kemana?" Tanya Aidan begitu tiba didepannya.
"Balik. Lo? Dari mana? Kok sampe sini?"
"Ayo sama gue sekalian aja." Titah Aidan, tidak menerima penolakan dan enggan menjawab pertanyaan Wanda.
Perempuan itu hanya terdiam, dan lantas mengikuti langkah Aidan untuk masuk ke dalam mobilnya. Hening menyelimuti mereka selama perjalanan. Wanda hanya sibuk memperhatikan sekitar dan Aidan yang memilih mendiaminya.
Selama tidak terlibat percakapan dengan Wamda, selama itu pula Aidan mencoba menenangkan segala pikiran berkecamuknya. Menahan hasrat ingin meminjam dekap hangat, –atau jika diizinkan– kecup candu Wanda yang ia lihat tak jauh berbeda darinya.
"Lo darimana?" Akhirnya suara itu terbuka. Aidan menoleh sekilas kearah puan disampingnya.
"Rumah sakit. Lo?"
"Siapa yang sakit?"
Wanda terdiam sesaat, mulai menyadari jika Aidan tidak mau menjawab pertanyaannya. "Gavian."
Hening kembali mendera. Bahkan hingga setiba mereka di depan lobi apartemen Wanda, tidak ada lagi satu obrolan pun yang tercipta. Tapi ternyata si puan menginginkan hal lain.
"Dan,"
Aidan menoleh setelah mengangat handreim nya. "Apa?" Tanyanya.
"Gue ga bawa rokok."
Kedua alis Aidan terangkat. Menuntut Wanda mengutarakan isi kepalanya secara gamblang.
Membiarkan mata mereka saling bersipandang lekat, Wanda bergerak lebih dulu. Mencuri sebuah ciuman pada bibir Aidan yang terlihat kering. Cukup membuat lelaki itu terkejut sebelum mengikuti alur yang Wanda buat.
Kepala Wanda pusing, dan bibir Aidan entah mengapa terlalu menenangkan. Benak Aidan resah, ribut bertanya apa maksud gadis di rengkuhannya ini. Meskipun kepalanya bersorak kesenangan.
Jantung mereka seolah genderang perang yang ditabuh bersahut-sahutan. Saling menggedor rongga dada yang semakin sesak ingin udara.
Aidan selalu memiliki sebuah sisi yang membuat Wanda keheranan dan ingin berlari mendekat setiap saat. Sebuah sisi yang membuat perempuan itu terkadang ingin merangsek ke dalam dekapan hangatnya. Barangkali untuk sebatas berbagi keluh dan kesah.
"Thank you." Wanda memutuskan ciumannya. Lantas menjauh dan keluar dari mobil setelah mengucapkan terimakasih atas tumpangan, juga bibir Aidan.
Lelaki itu mengulum senyuman, masih dengan hati yang bersorak kemenangan ia melambaikan tangan. Baru setelah memastikan Wanda benar-benar masuk ke dalam gedung ia kembali melajukan mobilnya.
Kacau. Pengaruh Wanda sebesar ini ternyata. Aidan jadi macam orang mabuk yang menyengir sendirian sepanjang perjalanan pulangnya. Sedikit membuatnya terdistraksi akan prahara rumah nya yang tak lagi sempurna.
—
Wanda masuk ke dalam unit apartemennya, dan telah menemukan Nala yang sedang minum sendirian di sofa. Ia menghela napas pendek, kenapa harus jadi seperti ini pertemuan mereka?
"Dari mana?" Tanya Nala dengan suara rendahnya.
Wanda mengabaikan lelaki itu sejenak, segera menuju dapur dan memasak air untuk membuat semangkuk mie rebus.
KAMU SEDANG MEMBACA
mistake [selesai] ✔
FanfictionNala, manusia dengan sejuta ego nya. Menomorsatukan ego diatas segalanya. Bahkan terkadang menjadikan Wanda sebagai pemuas ego nya yang kelaparan. Tidak peduli dengan amukan kekasihnya, ego harus tetap nomor satu. Wanda, menjadi tempat pelampiasan a...