Wanda tergugu, sesekali terisak kala Raka berjalan mendekatinya dengan perlahan.
"Udah." Ujar Raka pelan seraya menepuk lembut punggung Wanda.
Gadis itu menggeleng kecil, lantas mengusap hidungnya yang berair. "Lo ga ikut pergi? Kenapa? Lo ga marah sama gue?"
Raka menarik napas panjang. "Gue marah. Gue marah banget sama lo, Wanda. Tapi apa gue harus ikut lari juga? Apa ga ada lagi kesempatan buat kita benerin semuanya?"
"Tapi Mala bener, Rak. Gue sampah, gue pelacur. Atau bahkan lebih rendah."
"Dan gue tetep temen lo apapun keadaannya, Wan. Gue marah sama lo, gue ga pernah nyangka lo bakal ngelakuin semua ini. Tapi gue tetep temen lo."
Wanda menarik napas panjang. "Pulang, Rak. Gigi butuh lo." Gadis itu beranjak, menyuruh Raka untuk keluar dari unitnya segera.
"Gue kangen kita." Balas Raka yang membuat Wanda mematung. "Gigi cuman kalap. Cepat atau lambat gue mau kita kayak dulu, Wan."
"Lo tau jelas-jelas ga mungkin, Rak. Jangan berharap sama sesuatu yang jelas ga mungkin. Pergi, tinggalin gue sendiri."
Raka menarik napas panjang, ia menyelipkan senyuman tulusnya sebelum kembali berbicara. "Gue tetep temen lo, apapun keadaannya. Cari gue, Wanda. Lo boleh andelin gue. Gue duluan."
Setelah itu Raka benar-benar meninggalkan Wanda yang kacau sendirian. Wajahnya penuh luka cakaran Mala, rambutnya berantakan, dan matanya sembab. Perempuan itu kacau, dan mungkin hancur.
—
Wanda kembali membolos untuk kesekian kalinya, duduk sendirian dibawah pohon dan merokok. Mengalihkan pikiran kacaunya dengan lintingan tembakau yang kini hanya tersisa setengah diapitan jemarinya itu.
Keadaannya lumayan membaik, meski masih terbilang buruk. Ia sekilas melihat Mala, berjalan bersama dengan Nala seolah tanpa masalah. Membuat ulu hatinya semakin ngilu tidak karuan.
Gadis itu merebahkan tubuhnya, mengamati daun-daun yang bergerakan teratur tertiup angin. Matanya terpejam beberapa saat.
"Kakak, takut. Nanti mama marahin aku."
Tubuh gadis kecil itu merangsek pada dekapan hangat Gavian yang selalu terbuka lebar untuknya. "Ada kakak disini, mama ga mungkin marahin kamu."
Gav, kapan terakhir kali lo peluk mama?
Bibir pucat itu perlahan mengukir senyuman tipis. Ia membuka matanya.
"Dicariin dari tadi, kenapa bolos?"
Wanda segera beranjak duduk saat Aidan duduk disampingnya.
"Wajah lo kenapa? Kok luka gitu?"
Dahi Wanda berkerut. Ia menatap tajam kearah Aidan. "Lo pura-pura gatau apalagi?" Sengalnya, berusaha berbicara tepat.
"Tau apa?"
"Lo nyembunyiin apa lagi, Aidan? Lo tau apa lagi yang bakal bikin gue kayak orang bego besoknya. Lo pura-pura atas apa lagi?"
Aidan tersenyum tipis. "Wait, maksud lo apaan deh?"
"Stop pura-pura Aidan!"
Dahi Aidan berkerut. "Pura-pura? Maksud lo apa sih? Gue ga pernah pura-pura."
"Lo tau semuanya kan? Selama ini lo tau semua yang terjadi dan pura-pura gatau apapa. Padahal lo tau semuanya! Lo sengaja kan? Lo mau apa sebenernya?"
"Wait, are you drunk?"
Wanda memejamkan matanya, keinginannya untuk memberi satu bogeman telak pada Aidan membumbung tinggi di benaknya.
"Stop pretending. Lo kan yang ngasih tau Mala!" Tuduh Wanda dengan entengnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
mistake [selesai] ✔
FanficNala, manusia dengan sejuta ego nya. Menomorsatukan ego diatas segalanya. Bahkan terkadang menjadikan Wanda sebagai pemuas ego nya yang kelaparan. Tidak peduli dengan amukan kekasihnya, ego harus tetap nomor satu. Wanda, menjadi tempat pelampiasan a...