11. Pain pain go away

261 28 0
                                    

Aidan tidak merokok, tidak kuat dengan asap rokok pula. Tapi entah mengapa ia nekat duduk menemani Wanda yang tengah merokok sembari memandangi layar laptop dengan serius. Wajah ayu yang biasanya hanya berekspresi datar bahkan terbilang sinis itu kini berkali-kali lipat terlihat lebih menawan.

Padahal Wanda tidak melakukan apapun, tapi Aidan tampak sangat betah memperhatikannya. Bahkan sesekali sengaja mengabaikan layar laptopnya sendiri. Wanda jauh lebih menarik untuknya.

"Bolong jidat gue lo liatin begitu mulu." Sindiran itu tiba-tiba keluar dari mulut Wanda yang mengepulkan asap rokok dengan santai.

Aidan tertangkap basah ternyata. Lelaki itu tertawa kecil.

"Lo kemarin batuk pas gue ngerokok di danau. Kenapa sekarang malah mau nemenin gue sih?"

"Mastiin aja. Lagipula tugas kelompok kan yang ngerjain kelompok, bukan personal." Pandangan Aidan mengikuti jemari Wanda yang menyudutkan rokoknya pada asbak.

"Nggak yakin amat sama gue."

"Emang." Jawaban Aidan cukup membuat Wanda tertawa keras, hampir saja terbahak. "Dah, buruan kerjain lagi." Lanjut Aidan.

Wanda meneguk minuman miliknya lantas kembali terfokus pada layar laptop. Aidan entah kenapa justru kembali teringat akan cekcok Wanda dengan seseorang didepan minimarket tempo hari.

Siapa lagi dia?

Rasanya ia ingin bertanya. Tapi benaknya masih melarang, tidak etis tiba-tiba mengajukan pertanyaan seperti itu pada Wanda yang terlihat baik-baik saja.

"Lanjut nanti aja, kalo lo emang pusing banget." Aidan menegakkan duduknya saat mendengar Wanda yang mengumpat pelan karena tidak menemukan jurnal yang dimaksudnya.

"Enggak, lo mau buru-buru pergi?"

"Gue ada rapat sejam lagi. Tapi mau ke kampus dulu. Lo?"

"Ikut balik aja deh, gue lanjut di apart aja. Mentok otak gue." Keluh Wanda akhirnya.

Merekapun akhirnya membereskan barang bawaan masing-masing untuk bergegas pergi.

"Beneran nggak mau sekalian?" Ini tawaran ketiga Aidan yang masih Wanda jawab dengan gelengan.

"Apart gue cuman deket. Lo duluan aja, gapapa."

Lelaki itu tersenyum dan mengusap rambut Wanda sebagai tanda pamit. "Duluan, hati-hati Wan."

"Lo juga." Balas Wanda seraya mempersilakan Aidan untuk mendahuluinya.

Wanda melangkah masuk ke dalam unit apartemennya. Penciumannya disambut aroma pekat rokok dan alkohol. Padahal dirinya tidak pernah merokok di dalam ruangan, terlebih dalam keadaan jendela dan pintu tertutup.

Menyalakan lampu, Wanda cukup terkejut saat menemukan Nala telah duduk di bangku meja makan sembari merokok. Dengan sebotol alkohol disampingnya yang hanya tersisa setengah. Dahi Wanda mengernyit, orang gila mana yang mabuk disiang bolong?

"Lo ngapain disini?"

Wanda terkejut, jelas. Pertama, karena Nala telah kembali dari Bali tanpa kabar sama sekali. Kedua karena Nala merokok dan mabuk di unitnya.

Lelaki itu tak menjawab, Wanda hanya terdiam seraya melangkah masuk dan menutup pintu. Ia lantas mengambil posisi duduk didepan Nala. Masih memperhatikan lelaki itu yang hanya terdiam.

"Nal, kenapa sih?"

Aneh. Nala benar-benar aneh.

Wanda mengambil botol disamping Nala, mencegah lelaki itu untuk kembali minum. Tapi tangannya lebih dulu dicekal kuat. Wanda terdiam, membiarkan Nala berbicara.

mistake [selesai] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang