17. Home

222 27 0
                                    

Aidan berjalan menghampiri Wanda yang tengah duduk sendirian di bawah pohon rindang tempat ia biasa menyendiri. Bibir lelaki itu tersenyum tipis, sembari bertanya-tanya dalam hati mengapa gadis itu kembali ke kampus padahal telah pulang ke apart?

"Ngapain disini?" Tanya Aidan seraya duduk disamping Wanda tanpa permisi.

Perempuan yang tak lagi terkejut dengan kedatangan Aidan yang tiba-tiba hanya menggeleng kecil, menghembuskan asap tipis dari dalam mulutnya dengan perlahan. Di antara kedua kakinya, terdapat banyak puntung rokok berserakan.

Aidan sangsi, Wanda bahkan mampu menghabiskan satu bungkus rokok dalam sekali duduk.

"Bukannya harusnya lo udah balik?" Lanjut Aidan.

"Nyari tenang." Wanda membalas lirih, tanpa mengalihkan pandangannya dari tenang air danau.

"Kenapa? Gavian?" Atau Karin sama Jean?

Wanda terkekeh pelan. "Masalah gue bukan sebatas Gavian doang kali, Dan."

"Barangkali, Wan. I can fight btw kalo lo mau minta tolong."

Mereka tertawa. Menghargai Aidan yang tidak kuat dengan asap rokok, Wanda lantas mematikan lintingan tembakau ditangannya meski masih tersisa setengah.

"Gue juga bisa." Balas Wanda tak ingin kalah.

"Btw, udah lo kasih Karin tadi?"

Mendengar nama Karin keluar dari mulut Aidan, Wanda menoleh segera. Theodore saja ia kenal, tidak menutup kemungkinan jika sebenarnya Aidan tau segalanya. Tentang teman-teman dekatnya.

"Udah." Wanda hanya membalas singkat. Matanya masih memperhatikan Aidan dengan saksama. Mencari kebohongan, atau barangkali rahasia yang lelaki itu sembunyikan dengan apik.

"Kenapa? Ada yang salah sama gue?"

Aidan itu misterius, Wanda. Gue yang setahun satu organisasi sama dia aja sampe sekarang nggak tau apa-apa soal dia. Jangan kan dia anak siapa, temen deket dia siapa deh, gue gatau.

Suara Gigi kembali terngiang dikepala Wanda. Perempuan itu menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaan Aidan.

"Maksud lo apa, Dan?" Lirih Wanda justru mengajukan pertanyaan yang ambigu jawab.

Kedua alis Aidan terangkat. "Apa?"

Maksud lo apa sengaja bikin gue tau kayak gini?

"Lo–" lo tau apa sebenernya, Dan? Apa yang lo tau dan lo sembunyiin?

"Kenapa, Wanda? Gue bukan peramal. Nggak bisa nebak isi hati lo."

Sekali lagi Wanda Ayu menggeleng. Aidan tersenyum, menenangkan risau kepala dan benak Wanda yang tak kunjung surut sedari tadi.

"Setiap orang punya dosa mereka masing-masing, Wanda. Bedanya, nggak semua orang sadar sama dosa yang udah mereka lakuin sendiri."

"Maksud lo?" Sus banget lo, Aidan. Lo tau apa? Lo tau dari kapan? Dari siapa? Dan gimana lo bisa tau?

Aidan menggeleng, tangannya terulur dan menepuk lembut kepala Wanda. Bibirnya masih tersenyum, masih mencoba menenangkan Wanda yang kini kembali ribut dalam dirinya.

Mengabaikan Aidan yang hanya terdiam, Wanda segera mengambil sebatang rokok yang masih tersisa setengah di dalam bungkus. Ia menyalakannya dan menghisapnya cepat.

"Semua orang punya topeng mereka sendiri."

Hening. Hanya ada suara riuh angin yang menggoyangkan dedauan. Kedua anak adam itu saling memalingkan wajah, memilih menghamburkan pandangan pada danau kampus yang indah dan luas. Meski sepi, tapi pencahayaan yang cukup terang tak membuat tempat ini terasa mengerikan.

mistake [selesai] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang