awal

12.4K 763 74
                                    

Pagi hari pukul 8:45.
Seorang wanita manis tengah bergelut dengan pikirannya.
Mungkin tubuhnya ada, namun pikirannya seolah berkelana entah kemana.
Mengabaikan seseorang didepan sana.

"Baiklah anak-anak, apa ada yang ingin mencoba untuk membuat puisi atau sajak?" Tanya seorang wanita berusia sekitar 35 tahun yang menjabat sebagai guru bahasa.

"Itu yang duduk ditengah." ucap Bu Sinta sambil menunjuk kearah Zahra.

Sedangkan yang diajak bicara seolah tak mengindahkannya.

"Ra, itu kamu dipanggil Bu Sinta." ucap Lina teman sebangku Zahra.

Masih tetap tidak ada jawaban dari Zahra, membuat Bu Sinta akhirnya memutuskan untuk menghampiri Zahra ke tempat duduknya.

"Kamu dengar tidak yang saya bilang tadi?." Ucap Bu Sinta.

"Hah, Apa Bu?" Tanya Zahra yang terkejut mendengar suara Bu Sinta yang cukup keras.

"Kamu tidak memperhatikan yang ibu jelaskan ya?".

"Hmmm, Maaf Bu," ucap Zahra sambil menunduk karna merasa bersalah.

"Saya minta kamu maju kedepan dan bacakan puisi atau sajak karya kamu sendiri."

"Maaf Bu, tapi Zahra belum sempat buat puisinya. Tolong kasih sedikit waktu untuk Zahra membuatnya." protes Zahra.

"Tidak ada nanti-nanti, maju sekarang atau keluar dari kelas." ucap Bu Sinta tegas.

Akhirnya dengan terpaksa Zahra maju kedepan, tanpa persiapan apapun.
Dengan langkah yang sedikit lunglai.

Bismillah semoga otak Zahra bisa diajak kerjasama_batin Zahra.

Didepan sana Zahra terlihat sedang berfikir keras.
Kiranya Sajak apa yang akan ia keluarkan dari mulut manisnya.

"Diruang yang terkena sedikit cahaya terang," setelah beberapa saat diam kini Zahra mulai mengeluarkan kata-kata indahnya.

"Hingga gelap mengisi se-isi pikiran tuanya,
Suara suara kesepia menjerit pelan, mengibarkan bendera kebosanan.
Didalam ruang yang berantakan,tetap melihatkan senyum diluar ruangan.
Orang luar menganggap ruang ini normal.
Tanpa diketahui bahwa tuannya telah dihabisi oleh kesedihan."

"Hmmm, apa lagi ya?"guman Zahra.

"Udah aja kali ya Bu, otak Zahra mentok nih." lanjutnya.

"Baiklah, sajak kamu lumayan bagus juga."Bu Sinta memuji sajak hasil karya Zahra.

"Nah berarti udah boleh duduk ya Bu?"

"Belum lah,"

"Yah kok gitu sih Bu,"

"Alasan kamu buat itu apa?"

"Ya karna ibu yang nyuruh."jawab Zahra.

"Hahahaha, anak didik gue nih" sela Ramdan.

"Kamu diam!"

"Mampus." guman Zahra sambil melotot kearah Ramdan.

"Zahra rasa tidak semua hal memerlukan alasan."lanjut Zahra.

"Jawab yang bener atau kamu keluar dari kelas."

"Iya-iya Bu, pertanyaannya jangan alasan ya Bu tapi ganti makna aja deh."

"Terserah kamu Ra, saya capek sama kamu."

"Ulululuh cayang, oke deh serius nih, makna yang coba Zahra keluarkan melalui sajak itu intinya, sesuatu yang terlihat baik-baik saja belum tentu didalamnya merasakan hal yang sama, banyak orang yang dengan sengaja menutupi kesedihannya hanya demi terlihat bahagia, ia tidak ingin orang lain merasakan kesedihan yang ia rasa, dia hanya ingin berbagi kebahagiaan bukan kesedihan. Biarkan hanya tuhan dan dirinya yang merasakan kesedihannya." Zahra mencoba menjelaskan.

Kuterima KhitbahmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang