ketidakadilan

2.9K 206 18
                                    

Fahmi melangkahkan kakinya menuju taman yang berbeda tak jauh dari aula tempat resepsi pernikahan dilangsungkan, tangannya tidak pernah lepas menggenggam tangan Zahra. Fahmi mengedarkan pandangannya dan menemukan sebuah kursi taman, dirinya melangkah menuju kursi taman tersebut. Mengajak istrinya untuk duduk bersama disana.

Zahra terlihat tenang manatap langit diatas sana. Terdengar helaan nafas yang dikeluarkan Zahra. Fahmi yang mendengar itu tahu pasti Zahra tengah memikirkan perkataan teman-temannya tadi didalam sana. Andai saja Zahra tidak menahannya tadi, mungkin sekarang acara resepsi Ning Bila dan Arya akan hancur karena kegaduhan yang akan dibuatnya.

Zahra nempak mengusap sudut matanya yang mengeluarkan sedikit air matanya. ia berusaha untuk menghiraukan ucapan dari orang-orang didalam tadi, tapi ia akui kalau itu sangat sulit. Karena bagaimanapun yang mereka ucapkan adalah sebuah kenyataan, dan kenyataan itulah yang membuat dirinya semakin lemah.

"Jangan dengarkan omongan mereka, itu hanya akan membuka luka lama."ucap Gus Fahmi sembari mengusap ujung mata Zahra yang kembali mengeluarkan air matanya.

"Tapi semua yang dikatakan mereka itu benar adanya mas." Sahut Zahra.

"Tidak, semua yang mereka katakan itu tidaklah benar."ucap Fahmi membuat Zahra menatap kearahnya, ia mengerutkan keningnya bingung sebelum kembali menatap kearah langit.

"Mas ngomong kaya gini cuma mau buat aku seneng aja kan?"tanya Zahra, Fahmi hanya terkekeh pelan mendengar pertanyaan istrinya.

"Bukankah sudah menjadi kewajiban suami untuk membahagiakan istrinya. Tapi yang saya katakan tadi itu benar, mereka yang salah menilai kamu. Kamu gadis sempurna, cantik, dan gadis yang kuat. Kamu bahkan bisa melalui semuanya, sedangkan mereka tidak semuanya mampu melalui ujian yang kamu jalani saat ini. Jadi jangan dengarkan mereka." Ucap Fahmi membuat Zahra tersenyum menatap kearahnya.

Fahmipun menarik tubuh Zahra kedalam pelukannya, tangannya perlahan mengusap lembut kepala Zahra yang terbalut jilbab.

"Biarkan mereka berbicara apapun tentang kita, walaupun itu hal buruk sekalipun. Jadikan semua itu sebagai motivasi untuk kehidupan kita, tunjukkan pada mereka kalau yang mereka katakan itu tidak benar. Biarkan Allah yang mengatur segalanya." Ucap Fahmi.

"Terimakasih, mas selalu ada buat aku disaat orang lain menjauhiku, mas selalu menjadi penyemangat disaat aku terpuruk dan mas selalu menjadi tameng ku ketika aku perlu perlindungan. Aku sangat bersyukur karena punya suami kaya mas Fahmi. Maaf aku belum bisa menjadi istri yang baik buat mas Fahmi."Zahra melepas pelukannya, matanya tertuju pada manik hitam milik Fahmi.

"Saya yang seharusnya berterimakasih, terimakasih karena sudah mau menerima saya sebagai suami kamu." Fahmi tersenyum ketika melihat raut kesedihan Zahra perlahan mulai menghilang.

"Aku cinta mas Fahmi."ucap Zahra sembari menahan malunya.

Zahra bersemu merah saat melihat tatapan terkejut yang diperlihatkan Fahmi ketika mendengar ungkapan cinta darinya. Zahra berusaha untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah.

"Saya sangat mencintaimu zaujati." Bisik Fahmi tepat di samping telinga Zahra membuat tubuh gadis itu seketika menegang. Dirinya sampai lupa untuk bernafas.

"Nafas sayang," goda Fahmi ketika mendapati Zahra yang tidak bernafas, ia terkekeh pelan melihat tingkah polos istrinya.

"Mau masuk lagi?"tanya Fahmi.

"Kita jalan-jalan aja gimana mas, aku belum pernah jalan-jalan di daerah sini. Mumpung kita masih disini mas, nanti kalau udah balik ke pesantren kan jauh kalau mau jalan-jalan."jawab Zahra, ia sangat ingin mengunjungi tempat baru di pesantren milik orang tua Ning Bila.

Kuterima KhitbahmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang