kenyataan pahit

4.4K 314 14
                                    

Rinai hujan membasahi langit malam.
Langit kelabu tanpa bulan temaram.
Tak ada bintang yang dahulu setia menemani malam.

Malam yang sunyi, tak ada riuh suara yang menemani.
Hanya ada nyanyian melodi indah dari Sirine ambulance yang mengiringi.
Membawa dua orang yang saat ini terbaring diam tak bergerak pada sebuah brangkar.

Hanya salah satu dari mereka yang masih membuka matanya, dan itu adalah Gus Fahmi.
Matanya menatap kosong brangkar yang ada disebelahnya.
Tempat Zahra yang tengah terbaring menutup matanya.

"Tolong selamatkan ia untuk hamba ya Allah, kalau perlu hamba rela menggantikan posisi nya. Ambil saja saya, jangan dia."guman Fahmi.


***

Brangkar itu terus berjalan membawa tubuh mereka yang tak berdaya.
Gus Fahmi masih setia memandang jalanya brangkar yang membawa tubuh Zahra.
Air mata terus mengalir ditemani lafadz doa yang sedari tadi ia panjatkan agar Allah memberikan keselamatan bagi Zahra dan janin yang ada didalam perutnya.

Kedua brangkar itu kini terpisah, tubuh Zahra dibawa menuju ke ruang ICU yang membuat Fahmi berusaha untuk menghentikan namun tidak bisa.
Ia bertanya pada salah satu perawat yang berada disebelahnya.

"Kemana mereka membawa istri saya?"tanya Fahmi sembari mencoba untuk bangun dari posisi berbaring nya.

"Tenang bapak, kondisi istri anda cukup parah dan membutuhkan perawatan yang intensif di ruang ICU."jawab sang perawat.

"Berhenti! Saya ingin menemani istri saya."

"Maaf bapak, tapi kondisi bapak juga tidak memungkinkan. Luka-luka anda harus segera diobati kalau tidak nanti akan infeksi."

"Saya tidak peduli. Keselamatan istri saya jauh lebih penting, sekarang ia sedang mengandung anak saya, ia membutuhkan saya."

"Justru itu, luka bapak harus diobati terlebih dahulu. Biarkan dokter yang bekerja."

"Ujian apa lagi yang harus kami jalani ya Allah,"guman Fahmi, ia pasrah ketika tubuhnya dibawa ke ruang UGD. Jauh dari Zahra yang sekarang tengah ditangani di ruang ICU.

***

Sudah lebih dari satu jam lamanya Zahra berada di ruang ICU, dokter yang menanganinya pun belum keluar dari ruangan mengerikan itu.

Sedangkan diluar ruangan sudah ada Husain, Riski dan tentu saja Gus Fahmi yang harus duduk di kursi roda.
Ia memaksakan diri untuk menemui Zahra, bahkan rasa sakit dari luka-luka yang ia alami tidak terasa sama sekali.
Justru rasa sakit dari hatinya lah yang menguasai saat ini.

Masih terngiang di pikiran Fahmi, ketika tadi dokter menjelaskan kondisi Zahra yang kehilangan banyak darah dan harus menjalani operasi pengangkatan janin yang dikandung Zahra, karena memang kondisi janinnya yang sudah tidak bernyawa lagi.

Flashback


"Maaf bapak, saat ini kondisi ibu Zahra benar-benar kritis. Kami tidak bisa menyelamatkan janin yang dikandung oleh ibu Zahra, pendarahan yang dialami ibu Zahra benar-benar membuat rahimnya seperti di peras. Kami terpaksa harus mengambil tindakan dengan mengangkat janin yang memang saat ini sudah dalam kondisi tidak bernyawa lagi. Jika tidak dilakukan maka itu justru akan membahayakan keselamatan dari ibu Zahra."

“Maksud dokter istri saya mengalami keguguran?” tanya Fahmi dengan nada yang bergetar.

"Benar bapak, ibu Zahra mengalami keguguran. Kami meminta persetujuan dari bapak untuk melakukan operasi pengangkatan janinnya."

Kuterima KhitbahmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang