Aku berandai-andai, ke mana kah kau pergi, wahai kesayanganku?
Cahayamu tak lagi menampakkan silaunya, tanah ini bahkan terasa dingin. Ah, ingin sekali aku bertemu denganmu. Jangan tinggalkan aku, tetaplah di sisiku. Bukankah dari dulu kita berjanji untuk selalu bersama sampai akhir hayat?
Namun, kenapa kau mengingkari janjimu secepat ini? Tanganmu mulai terasa membeku, detak nadi telah tak terasa. Aku kebingungan, apakah yang harus kulakukan agar kau menampakkan kembali senyum itu dan muncul di hadapanku sekali lagi? Aku tidak percaya akan kehadiran Tuhan, ia saja tak membantuku untuk selalu bersama denganmu. Kesepakatan semudah ini tak diberi jalan sama sekali.
Aku lelah. Kumohon, jika kau pergi, segera bawa aku.
Wahai matahariku, aku ingin menyaksikan kau terbit lagi. Hei, menjelang detik-detik terakhir ini aku akan ikut bersamamu, bukan? Tunggulah aku. Saat berada di sisimu nanti, kita akan duduk berdampingan seraya menyaksikan mentari terbit.
Atau mungkin, kita akan terbakar bersama di akhirat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putaverunt
Conto"Putaverunt, yang artinya pikiran. Di mana buku ini hanya berisi cerita pendek yang berasal dari pikiranku." Goresan pena penuh kegelapan mulai menghantuiku. Tak ingin sia-sia, segera kutuai dalam sebuah kertas putih bersih, membagikannya ke pada si...