Bagian tujuh

70.2K 5.4K 507
                                    

Halo!!!!

SEBELUM MEMBACA SILAHKAN VOTE TERLEBIH DAHULU!!!!
.
.
.
.
.
Happy reading❤

•••••

Lucius berulang kali tersenyum senang saat melihat Ruby menggaruk pipi gembulnya. Gadisnya sedang mengerjakan soal matematika yang dia berikan. Menurut Lucius, soal yang disusun olehnya tidaklah sulit, karena didalam soal tersebut hanya berisi tentang pengurangan dan penjumlahan. Tapi lain bagi Ruby, gadis mungil itu tengah berpikir keras untuk bisa menjawab soal-soal itu.

Ruby dan Lucius sedang duduk dilantai kamar dengan meja bundar berukuran sedang yang diatasnya terdapat beberapa buku milik Ruby. Tentunya, Ellard yang membeli buku itu.

"10 dikulangi 4." Gumam Ruby seraya melihat semua jari jemari mungilnya.

Kerutan di dahi Ruby menandakan bahwa dia tengah mengalami kesulitan. Sudah Ruby bilang pada Lucius bahwa dirinya sangat susah untuk berpikir. Tapi pria itu tak mengindahkan ucapannya. Lucius tetap semangat untuk mengejarinya.

Sudah hampir 2 minggu belajar, Ruby baru bisa menghafal huruf dan angka. Otaknya tidak sepintar Lucius untuk bisa menghafal dengan cepat. Oleh karena itulah, Lucius mengajari Ruby secara perlahan.

Tak kunjung menemukan jawaban, Ruby pun menatap Lucius di sebelahnya. "Kak Lu, Luby ndak bisa ngeljain soalna. Ini susah banet loh!" Ucapnya memberitahu Lucius dengan sangat mendramatisir.

Dengan perlahan dia merebahkan kepalanya pada meja itu. Tangan kanan mungilnya mengetuk-ngetuk meja menggunakan pensilnya. "Haduhhhhh.... Kepalana Luby pusing." Sambungnya sembari menampilkan wajah kesakitan. Agar aktingnya semakin sempurna, Ruby turut memijat pelipisnya.

Melihat tingkah menggemaskan gadisnya, Lucius tak kuasa menahan tawa. Mengajari Ruby selama hampir 2 minggu lamanya, membuat dirinya hafal dengan semua alasan Ruby untuk berhenti belajar.

Lucius tidak marah, dia mengerti Ruby pasti bosan. Sejujurnya dia tidak tega saat memaksa Ruby untuk belajar. Tapi, Lucius tak memiliki pilihan lain. Minggu depan, Ruby akan mulai bersekolah dengannya. Mau tidak mau Ruby harus bisa mengenal huruf dan angka. Daddy-nya sudah menyiapkan semuanya dengan matang sesuai dengan kemauannya.

"Sini kak Lu ajarin." Ujar Lucius seraya menarik Ruby lebih dekat padanya.

Lucius memegang kedua tangan mungil gadisnya, lalu dia merentangkan jari-jari kecil Ruby. "Sekarang Ruby hitung jari Ruby ada berapa."

Menurut, Ruby pun mulai berhitung. "Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, SEPULUH!!!" Ucapnya penuh semangat di akhir hitungannya.

Ruby mendongakkan wajahnya, dia menatap Lucius dengan tatapan polosnya. "Ada 10, kak Lu." Adunya begitu lugu.

Tak kuasa menahan rasa gemas, Lucius mendaratkan kecupan manis pada pipi gembul gadisnya. "Gemes banget baby-nya kak Lu satu ini."

"Aaaa.... Moso?" Balas Ruby tak percaya.

"Iya dong, kiss kak Lu dulu nanti Ruby dapet coklat." Pintanya sambil menunjuk pipinya.

"Ndak mao!" Tolak Ruby mentah-mentah.

"Loh kenapa?" Tanya Lucius bingung. Pasalnya Ruby sudah mulai menurut saat dirinya meminta kecupan manis pada pipinya. Kenapa sekarang malah menolak?

"Katana Daddy, Luby ndak buleh tium-tium kak Lu sembalangan. Ntal bibilna Luby ilang. Gitu katana, Luby ndak mao bibil Luby ilang. Ntal Luby ndak bisa mam toklat." Sahut Ruby dengan begitu polosnya. Dia mengingat nasihat Ellard kemarin saat pria gagah itu mewanti-wanti dirinya untuk tidak mencium Lucius. Karena Ruby anak baik, dia pun percaya pada nasihat Ellard.

LUCIUS OCEAN [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang