Halo!!!!
SEBELUM MEMBACA SILAHKAN VOTE TERLEBIH DAHULU!!!!
.
.
.
.
.
Happy reading❤•••••
Cerahnya matahari pagi ternyata tak membuat senyuman Lucius terbit. Dia dan Ellard sama-sama memiliki wajah datar. Mereka berdua hanya bisa tersenyum senang saat mengunjungi makam Ella saja. Sejak tahu bahwa Lucius tak lagi memiliki harapan untuk memeluk mommy-nya, Lucius menjadi semakin dingin dan sering berlaku kasar kepada orang-orang disekitarnya. Bahkan dia tidak segan untuk menancapkan pisau lipatnya kepada siapapun yang mengganggunya.
Ellard tak sepenuhnya menyalahkan sikap Lucius yang tidak seperti anak kecil pada umumnya. Karena dulu pun dia begitu. Hanya saja Ellard lebih bisa mengontrol emosinya. Sedangkan Lucius, pria kecil itu lebih beringas darinya dan dia sama sekali tidak bisa mengendalikan diri ketika amarah mulai menguasainya.
Sejujurnya, Ellard merasa bersalah kepada mendiang istrinya. Dia merasa gagal menjadi seorang ayah dan ibu untuk Lucius. Hatinya masih terasa sakit dan pedih saat menerima kenyataan bahwa dia tidak bisa membesarkan Lucius bersama dengan Ella. Kesedihan mendalam atas kepergian istrinya masih Ellard rasakan dan mungkin rasa itu tak akan pernah hilang dari hatinya. Kepergian Ella benar-benar sangat membekas dalam diri Ellard. Namun meskipun begitu, Ellard berusaha untuk tak menampakkan kehancurannya di depan putranya. Dia ingin Lucius tahu bahwa dirinya baik-baik saja. Ellard tidak ingin Lucius juga merasakan apa yang dia rasakan.
Lucius mendongakkan wajahnya. Melihat Daddy-nya yang terdiam sembari menatap lurus sebuah penthouse di depannya. Dia menarik tangan kanan Ellard yang sedang menggenggam tangan kirinya.
"Daddy." Panggilnya.
"Ya, boy?"
"Kita akan terus berdiam disini?"
Ellard tersenyum tipis. Dia pun membuka pintu penthousenya dengan perlahan. Ellard mengedarkan pandangannya, menatap ke segala arah. Penthouse ini adalah saksi bisu terjalinnya hubungan Ellard dan Ella sewaktu mereka masih SMA dulu. Kenangan indah yang telah Ellard lalui dengan istrinya menyeruak masuk ke dalam ingatannya.
Jika orang-orang memilih untuk tidak mengenang kebersamaannya bersama dengan pasangannya yang telah meninggal dan mencari pengganti, maka tidak dengan Ellard. Dia lebih memilih untuk hidup dengan kenangan indahnya bersama Ella. Karena hanya dengan begitulah Ellard bisa hidup. Hanya Ella yang berada dalam hati dan pikirannya. Dan selamanya akan seperti itu.
Ellard berjalan seraya menggandeng tangan Lucius untuk masuk lebih dalam. Langkah kakinya membawa Ellard ke ruang tengah di dalam penthouse itu. Ellard mengusap sofa di depannya dengan tatapan nanar. Di sinilah dia dan Ella sering menghabiskan waktu bersama hanya untuk menonton serial kartun kesukaan istrinya.
"Ella." Lirihnya dengan setetes air mata yang mulai mengalir membasahi pipinya.
"Daddy, are you okay?" Tanya Lucius pelan. Baru kali ini dia melihat Ellard menangis secara langsung. Setahu Lucius, Daddy-nya adalah seorang yang kuat dan tak terkalahkan. Tapi lihatlah, Daddy-nya menangis sambil menggumamkan nama mommy-nya.
Ellard mengembuskan napas panjang. Dia tersenyum manis melihat putranya. "I'm okay. Lucius pergilah cari kamar yang kamu mau. Daddy akan tidur di kamar atas. Kalau kamu mau, Lucius bisa tidur bersama Daddy."
"Ee... Emm..." Lucius menggeleng cepat. "Lucius udah besar. Lucius akan tidur sendiri, Daddy."
"Daddy ke atas dulu." Ungkap Ellard. Dia mengelus rambut putranya, lalu beranjak dari hadapan Lucius. Ellard ingin cepat-cepat sampai di kamarnya yang dulu dia gunakan bersama Ella.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUCIUS OCEAN [TERBIT]
Novela Juvenil[FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!!] [PART TIDAK LENGKAP] [DILARANG KERAS UNTUK PLAGIAT!!!!] Peraturan penting yang harus kalian ingat adalah jangan menyentuh gadis milik seorang Dario De Lucius Ocean. Jika sampai kalian melanggar, maka kematian yang akan k...