Bagian tiga puluh lima

34.6K 2.9K 341
                                    

Halo!!!!

SEBELUM MEMBACA, SILAHKAN VOTE TERLEBIH DULU!!!!
.
.
.
.
.
Happy reading❤️

•••••

"Ruby nggak mau tau! Kak Lu harus pulang sekarang juga!!!!"

Lucius menjauhkan ponselnya dari telinga kanannya. Jeritan Ruby yang terdengar begitu marah menghantarkan gelombang panas pada telinganya.

"KAK LUUUUU!!!!"

Baru beberapa detik ponsel itu menjauh dari telinganya, namun kini telah kembali ke posisi semula.

"Iya, sayang?" sahutnya lembut.

Lain halnya dengan suara Lucius yang terdengar begitu lembut, justru tatapan bengisnya kini tengah menghunus pada pria di bawah kakinya.

Pria itu terlihat kesulitan untuk bernafas, dia berusaha menyingkirkan kaki kanan Lucius yang sedang menekan dadanya. Sebenarnya, pria tersebut tengah menjerit keras berharap agar seseorang yang Lucius telpon mendengar suaranya dan bisa membantunya. Akan tetapi mau sekeras apa pun dia menjerit, suaranya tidak akan terdengar karena Lucius sudah menyumpal mulutnya menggunakan kain dan menutupnya dengan lakban hitam.

"Kak Lu harus pulang!"

Kaki kanan Lucius semakin menekan injakannya ketika dia merasakan pergerakan di bawahnya. "Iya, sayang. Kak Lu sebentar lagi pulang," ucapnya tenang.

"Ini udah jam sebelas malam, kak Lu. Ruby nggak bisa bobok, Ruby takut."

"Nggak usah takut, di sana aman, sayang. Kan ada Asu juga yang temenin Ruby," sahutnya berusaha membujuk gadisnya. Lucius tidak tega untuk meninggalkan Ruby sendirian di dalam mansionnya. Namun apa boleh buat, dia harus segera menuntaskan tugasnya sebagai seorang Ocean.

"Kak Lu nggak paham maksud Ruby!"

Sentakan kesal gadisnya mengakhiri percakapan mereka. Ruby memutus panggilan itu secara sepihak.

Lucius menghela nafas berat, dia melihat ponselnya dengan tatapan penuh arti. "I know you, baby," batinnya menjerit lantang.

Lucius paham dengan semuanya, dia tahu betul sikap, sifat, serta tabiat gadis mungilnya. Tak hanya Ruby yang merindukan kebersamaan mereka seperti dulu, Lucius pun sangat merindukannya. Dia juga merasakan hal yang sama. Hanya saja, belakangan ini tugas yang diembannya cukup rumit sehingga membuatnya tak bisa mengatur waktunya untuk Ruby.

Bahkan hampir setiap hari dia menghabiskan waktunya di dalam gedung perusahaan ini. Namun meskipun begitu, Lucius selalu menyempatkan untuk pulang. Setiap malam dia memandangi wajah terlelap gadisnya, walau hal tersebut sedikit menyita jam tidurnya tapi Lucius tetap melakukannya. Karena hanya dengan bersama Ruby, Lucius merasakan ketenangan.

Urat-urat tangan Lucius timbul menghiasi tangan kekarnya. Dia meras kuat ponsel di tangannya, rahang tegasnya yang mengetat, serta geraman rendahnya kembali menimbulkan aura menakutkan dalam ruangan itu.

Sedetik kemudian, sebuah pisau tajam menancap kuat pada dada kiri pria yang berada di bawah kaki Lucius. Dia menusuknya dengan kuat sehingga membuat nyawa dalam raga pria tersebut menghilang.

"Pria yang malang," ujar Matteo dalam hatinya.

Matteo melihat tak ada raut wajah penyesalan sedikitpun pada wajah tampan Lucius. Justru Tuannya itu tengah menarik secarik kertas yang berada dalam genggaman pria malang tersebut.

Seringkali Matteo berpikir, 'kemanakah hilangnya rasa empati Ellard maupun Lucius?', kedua pria itu bagaikan singa yang selalu menerkam mangsanya dalam hitungan detik. Tidak ada ampunan dalam kamus seorang Ocean. Mereka tidak akan mengampuni orang asing yang telah masuk ke dalam area teritorialnya tanpa ijin.

LUCIUS OCEAN [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang