29. Kedatangan sosok baru

737 57 0
                                    

Ratih menatap anak-anak yang sedang bermain. Dia bahagia bisa melihat senyum dari wajah mereka. Fokusnya kembali pada tanaman yang saat ini dia siram. Sudah sedari dulu dia suka menanam dan merawat bunga. Kenangan ini justru kembali mengingat mendiang suami dan anaknya.

Saat mereka masih ada, menyiram bunga merupakan kebiasaan rutin mereka. Berbagai tanaman ada di perkaragan rumah mereka. Ratih dan anaknya sangat menyukai bunga. Sampai pada kejadian itu, yang menewaskan anak perempuan dan suaminya.

"Aku kangen kalian," suaranya terdengar sangat pelan. Air mata tanpa sadar meluncur di kedua bola matanya. Kerinduan pada anak dan suaminya mampu kembali kembali mengukir luka lamanya kembali.

Tin!

Suara itu memecahkan lamunan Ratih. Matanya langsung mencari arah asal suara yang dia dengar. Sudut bibirnya mulai terangkat, tangannya langsung mengusap sisa air mata. Wanita paruh baya itu langsung melangkah ke asal suara dengan senyuman di wajahnya.

"Apa kabar Pak Bram dan nak Bara? Kalian sudah lama tidak main kesini," sapa Ratih pada kedua orang yang baru turun dari mobil.

Pria paruh baya yang dipanggil Bram itu langsung memasang wajah tak enak, "Maaf Ranti, perusahaan ku terjadi beberapa kesalahan aku harus memakan waktu lama untuk memperbaikinya."

Ratih mengangguk, tatapannya beralih kepada putra Bram, "Nak Bara sendiri bagaimana kabarnya? Ibu terakhir kali melihat kamu saat kamu masih kecil, dan sekarang kamu sudah besar,tinggi dan tampan," pujinya dengan tersenyum.

"Baik." Ratih tak memberi tanggapan lain, selain tersenyum.

"Ayo kita masuk. Saya akan membuatkan teh untuk kita mengobrol," ajak Ratih yang diangguki oleh Bram.

Bara mengedarkan matanya ke sekeliling, kemudian terkunci pada salah satu tempat duduk yang sepi di taman. "Aku tunggu disana," ucapnya datar sambil berlalu pergi menuju tempat itu.

"Anak itu tidak pernah berubah," lirih Bram sambil terus menatap sedih kepada anak semata wayangnya itu.

"Dia seperti itu semenjak kepergian Kanaya," balas Ratih yang mendengar lirihan sahabatnya. Dia memang sudah mengenal dengan baik sosok sahabatnya begitupun dengan kisah tragis yang dihadapi oleh Bram.

"Aku tak menyangka kepergian Kanaya benar-benar mengubah sifat Bara," Bram menghela nafas beratnya,
"Aku harap ada seseorang yang bisa mengubah sifat Bara seperti dulu," lanjutnya berharap.

*****

Bara menghela nafas pelan. Dia menatap ke sekitar, terlihat beberapa anak kecil yang sedang bermain bola dengan tawa yang terus dia dengar. Ia benci mendengar tawa anak-anak itu. Tawa mereka seolah mengejeknya di kehidupan masa lalunya, saat dia berusia seperti mereka.

Bara memilih tak menghiraukan suara anak itu. Dia memilih memakai earphone dan menyetel musik dengan volume yang tinggi dan memejamkan mata, merasakan angin yang menerpa wajahnya untuk sejenak.

Tap... tap... tap...

Ketenangannya seketika terganggu ketika merasakan seseorang duduk di sebelahnya. Dia membuka matanya, lalu menoleh ke samping. Tampak seorang perempuan tersenyum sambil melambaikan tangan di hadapannya dan mengucapkan sesuatu yang tidak bisa dia dengar. Bara tak menanggapi keberadaan gadis itu dan kembali memejamkan matanya.

Gadis itu tampak kesal saat pria di sampingnya tak menanggapi ucapannya. Dia lalu melihat kearah telinga pria itu. Pantas saja dia tak mendengarnya, ternyata pria ini memakai earphone. Tanpa pikir panjang gadis itu melepas salah satu earphone dari telinga pria itu.

Bara terkejut saat salah satu earphone nya terlepas secara paksa. Dia langsung melepas earphone nya yang satu lagi. Dia langsung menatap marah ketika gadis itu dengan berani menggangu ketenangannya.

LABIRINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang