13. Aku tidak membunuhnya

1.7K 135 6
                                    

"Aku benar-benar tak percaya Daniel mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri," Marsya membuka pembicaraan, dengan raut sedihnya.

Emily mengangguk setuju. "Padahal dia adalah pria yang sangat mendekati tipeku," katanya sambil menenggelamkan kepalanya di kedua tangan.

Bambam yang sebelumnya sedang minum, langsung terbatuk ketika mendengarnya. Matanya menatap gadis berambut gelombang itu dengan tak biasa.

"Kematian memang sesuatu yang menyakitkan," celetuk Rendi menanggapi, "apalagi bagi orang yang ditinggalkan," tambahnya lagi, tanpa mengalihkan pandangan dari bukunya.

Putra tunggal dari keluarga Baldwin itu terdiam sebentar. "Aku baru sadar jika Daniel sama sekali tidak memiliki teman di AIS. Selama bersekolah disini, belum pernah aku melihat dia dekat dengan orang lain," Angga mengutamakan apa yang dia pikirkan, "kecuali dengan bukunya," sambungnya dengan pelan.

"Kau benar! Aku juga sangat jarang melihat dia berinteraksi dengan yang lain. Dia terlalu sibuk dengan dunianya," Chris menanggapi topik pembicaraan, "padahal sebelum kejadian itu, kita sempat membahasnya. Perihal Alkan yang ingin membantunya," lanjutnya lagi.

"Daniel anak yang sangat malang. Dia tewas bahkan sebelum Alkan membantunya," Angga bersuara.

Pria berdarah Italia itu, mendengar pembicaraan temannya dengan tersenyum. "Kurasa kita harus bersyukur," Alkanio berbicara membuat semuanya merasa bingung.

"Apa maksudmu?" Bambam bertanya mewakili yang lain.

"Dia sudah menjalani hidupnya dengan berat. Kurasa kematiannya lebih baik dibandingkan menjalani kehidupan yang menyiksa," jawabnya dengan tenang.

Semua orang terdiam. Mereka bingung menanggapi ucapan Alkan. Satu sisi mereka setuju dengan ucapan pria itu, disisi lain mereka merasa seperti ada yang salah.

"Meskipun terdengar kasar, tapi kupikir ucapan kak Alkan itu benar. Beberapa hari sebelum kejadian, saham keluarga Wellington mengalami penurunan. Belum lagi dengan media yang terus mengeluarkan berita tentang Daniel," Haura yang pertama kali menanggapi dan setuju dengan ucapan Alkan.

"Tapi bunuh diri bukan pilihan yang baik untuk menyelesaikan masalah," Cassy menentang ucapan sahabatnya.

"Bunuh diri memang bukan pilihan yang tepat, tapi setidaknya lebih baik dari pada menjalani kehidupan yang seolah sama dengan kematian," Chris menanggapi. Pria itu setuju dengan ucapan sahabatnya. Terkadang menyerah menjadi pilihan pilihan terbaik dibanding terus berjuang dalam mencapai sebuah kesemuan. Tak peduli apa kata orang, karena mereka tak mengerti apa yang kita rasakan.

Cassy memilih terdiam, tak ingin menanggapi perkataan kekasihnya. Semua orang memang memiliki pemikiran yang berbeda, begitupun dia. Seberapa besar masalahnya, seberapa beratnya hidupnya, bunuh diri bukan pilihan yang tepat.

'Karena pada kenyataannya kamu tidak pernah menginginkan kematian dalam hidupmu. Dan mengapa kematian yang menjadi pilihan terakhirmu, bukan karena ingin mati, tetapi hanya ingin suatu hal yang bisa mengakhiri rasa sakit."

"Yang bisa kita lakukan saat ini hanya berdoa. Agar Daniel bisa lebih baik di dunia barunya," katanya tersenyum, "aku pamit lebih dahulu ya. Yuki saat ini sudah sampai di mansion Anderson," pamitnya sambil hendak berdiri.

LABIRINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang