16. Bisikan itu...

1.2K 121 10
                                    

"Aku bisa langsung melenyapkannya."

Chris langsung terdiam. Dia menatap pria kelahiran Italia itu dengan dalam. "Apa maksudmu?"

"Kau tidak menanggapinya dengan serius bukan?" tanya Alkan balik, "Aku hanya bercanda Chris," lanjutnya dengan tawa kecil.

Pria itu balas tertawa dengan canggung, "Yeah kau benar. Tidak mungkin bukan, putra dari keluarga Anderson melenyapkan seseorang?" balasnya sambil berusaha menetralkan detak jantungnya.

Alkan terdiam berpikir, "Melenyapkan seseorang dengan tangan sendiri terlalu menjijikan," lirihnya pelan sambil menganggukkan kepalanya.

"Kau berbicara sesuatu?"

"Hanya menghafal tugas," jawabnya cepat, "Oh ya aku lupa, sebentar lagi kelasku akan segera dimulai. Kau tak apakan ku tinggal sendiri?" tanyanya sebelum pergi.

"Tidak, aku tidak apa-apa. Hati-hati di jalan." Alkan mengangguk dan tersenyum, lalu melambaikan tangannya, pamit.

Chris membalas senyuman itu, tangannya melambai. Senyum itu masih terpatri di wajah tampannya sebelum dengan cepat berubah, ketika sosok itu pergi. Pria itu langsung mengambil nafas dengan rakusnya. Jantungnya terus berdetak lebih kencang, keringat mulai keluar dari tubuhnya.

"Aku tidak salah dengar bukan?"

*****

Pagi ini menjadi pagi yang tak biasa oleh Yuki. Sejak dia mulai memasuki kawasan AIS, tatapan aneh terus tertuju kearahnya. Sudah beberapa kali Ia mengecek apakah penampilannya salah? Atau ada sesuatu diwajahnya? Tapi setelah diperiksa berulangkali, dia masih belum tau apa kesalahannya sehingga mendapatkan tatapan aneh itu dari banyak orang.

"Hi Frame!" sapa Yuki pada salah satu gadis berdarah Thailand.

Gadis yang dipanggil Frame itu langsung menoleh, kemudian melirik sinis.

"Frame apa aku melakukan sesuatu kesalahan?" tanyanya bingung ketika mendapatkan tatapan sinis.

"Kesalahanmu sangat banyak, dan keputusan ku untuk berteman dengan mu adalah kesalahan terbesar," Frame langsung melangkahkan kakinya meninggalkan Yuki yang kebingungan.

"Kau tau tidak? Ada seseorang dengan tak tahu dirinya ingin mewujudkan cerita Cinderella menjadi nyata."

"Benarkah itu? Kurasa orang itu sangat tak tahu diri. Setidaknya jika ingin mendapatkan seorang pangeran dia juga harus menjadi seorang putri."

"Kau benar seorang pangeran hanya cocok dengan seorang putri."

"Sepertinya orang itu masih belum bangun dari tidurnya."

Yuki langsung menoleh kearah asal suara. Dia bisa melihat kakak tingkatnya sedang tertawa karena membicarakan suatu topik. Entah ini hanya perasaannya, tapi dia merasa tawa itu seakan untuk dirinya. Dia terdiam sebentar, memikirkan kembali pembicaraan yang dia dengar.

Cinderella?

Pangeran?

Putri?

Detak jantungnya seolah berhenti sejenak. Dia akhirnya paham arti dari pembicaraan itu. Tapi bagaimana mereka bisa tau?

Yuki langsung langsung berlari dari tempat sebelumnya. Matanya mulai memanas. Keringat sudah jatuh dari pelipisnya. Sepanjang berlari dia masih bisa dengan jelas bisikan-bisikan yang terus memenuhi pikirannya.

LABIRINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang