36. Genta kangen Kak Yuki...

532 45 1
                                    

Genta hanya menatap kosong pada kumpulan bunga dihadapannya. Hatinya sedang terluka, perasaannya sedih. Sudah beberapa hari ini dia terus terdiam saat kepergian Yuki. Genta hanya anak kecil yang masih berusia enam tahun. Kepergian seseorang dalam kehidupannya menciptakan trauma sendiri bagi psikisnya.

Annisa yang sedari tadi melihat adiknya murung, langsung menghampiri anak berpipi tembam itu. Dia menduduki salah satu bangku di sebelah Genta. Tangannya bergerak mengusap rambut adiknya itu dengan penuh sayang.

"Genta kenapa?" tanyanya lembut.

Mata Genta berkaca-kaca menahan tangis. Tangannya langsung mengusap kasar saat setetes air mata berhasil jatuh berlinang di pipinya. Annisa cukup kaget melihat Genta menangis, biasanya adiknya itu terus tertawa membuat pipi tembamnya ikut bergoyang. Sekalipun dia menangis, itu pasti hanya terdengar seperti sebuah rengekan ketika meminta sesuatu.

"Genta kenapa nangis?" tanya Annisa lagi khawatir. Tangannya mengusap sisa air mata dari pipi tembam adiknya itu.

"Genta kangen kak Yuki," jawab Genta dengan mulutnya yang bergetar akibat menahan tangisnya.

"Sekarang pasti kak Yuki juga lagi kangen sama Genta," hibur Annisa pada adiknya itu.

"Kalau kak Yuki kangen Genta, kenapa nggak kesini nyamperin Genta sama yang lain?" Pertanyaan Genta mampu membuat Annisa terdiam sejenak. Sebenarnya memang tidak salah dengan pertanyaan Genta, tapi dia bingung ingin menjawabnya seperti apa.

"Genta nggak boleh kayak gitu. Sekarang kan kak Yuki lagi bersama keluarga kandungnya, pasti kak Yuki sedang melepas rindu bersama keluarganya. Rasa kangen seseorang tidak bisa semudah itu untuk langsung datang menemui orang yang di rindu. Kak Yuki kan nggak punya pintu kemana saja jadi nggak bisa langsung bisa sampai dihadapan Genta," Annisa mencoba menjelaskan dengan sedikit candaan diakhirnya.

Genta masih terdiam tak menanggapi candaan Annisa.

Annisa semakin heran dengan sikap Genta yang seperti ini. Belum pernah sekalipun dia melihat sisi lain dari sikap Genta yang seperti ini.

"Kalian berdua main nggak ajak-ajak Lina sama Kibo," ucap Lina yang menghampiri Genta dan Annisa bersama Kibo.

"Iya bener, kalian curang. Main cuman berdua aja," sahut Kibo tak terima.

Lina baru sadar bahwa adik yang selalu ceria dan tertawa kini terlihat sangat menyedihkan. Dengan bekas tangisan yang terlihat, membuat pipi tembamnya semakin memerah.

"Genta kenapa kok sedih?"tanya Lina khawatir.

Kibo segera memperhatikan wajah adiknya itu. Ternyata bener kata Lina raut wajah Genta sedih. Ada apa dengan adiknya itu? Biasanya dia tak seperti ini.

"Genta kangen kak Yuki," Genta kembali mengeluarkan air matanya.

"Kak Yuki kan sekarang udah sama keluarganya," balas Lina.

"Apa kak Yuki bakal tinggalin Genta sama kayak Ayah, Ibu Genta?" Kibo kini paham apa yang dipikirkan adiknya itu.

"Emang ayah dan ibu Genta kenapa?" tanya Lina penasaran.

"Ayah sama Ibu ninggalin Genta karena kecelakaan. Ibu Ratih bilang ayah sama ibu sekarang udah di surga. Tapi tetep aja mereka kan udah janji nggak bakal ninggalin Genta. Kenapa mereka nggak ajak Genta sekalian aja ke surga," Genta bercerita dengan air mata yang kembali berlinang.

"Ibu sama ayah Genta sayang nggak sama Genta?" tanya Lina dan diangguki dengan cepat oleh Genta.

"Ayah, ibu sayang banget sama Genta. Tiap Genta minta beli es krim dan mainan pasti dibeliin. Tapi mereka ninggalin Genta sendirian," jawab anak berpipi tembam itu, diakhiri dengan ucapannya yang memelan.

LABIRINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang