"Satu hari setelah kejadian bunuh diri, tim penyelidik menemukan catatan dokter yang berisi penyakit mental yang diderita oleh siswa bernama Daniel," ucap salah seorang pria yang mengenakan pakaian jasnya.
Semua orang yang berada di ruang rapat diberi masing-masing satu foto bukti yang berisi catatan medis.
Frankie Wellington
Pria paruh baya yang bekerja sebagai ilmuwan sekaligus ayah dari korban menatap tak percaya. Di foto terlihat dengan jelas catatan dokter yang berisi penyakit mental yang diderita anaknya.
"Ini tak mungkin, saya sangat mengenal seperti apa Daniel. Dia bukan anak yang mempunyai penyakit ini. Catatan ini pasti palsu," Frank membantah dengan tegas.
Pria yang sebelumnya berbicara menghembuskan nafasnya dengan kasar. Dia menatap langit-langit, lalu menatap pria paruh baya itu dengan datar. Menghembuskan nafas kembali, Hari yang melelahkan.
Axton Davidson
Dengan setelan jasnya, dia merapikan dasinya. Pria yang bekerja sebagai pengacara itu mulai berjalan ke depan ruang rapat, lalu menghampiri sang Frankie Wellington.
"Saya yakin seorang ilmuwan seperti anda tidak sebodoh itu untuk membedakan keaslian suatu catatan dokter. Dan tim penyelidik kami bukan orang-orang yang bodoh dalam memastikan suatu kejadian. Anda bekerja di bidang Bioteknologi¹ bukan hal yang susah untuk anda tau penyakit seperti apa yang diderita anak anda."
"Tidak, saya sangat mengenal anak saya, dia-"
Ucapan seorang Frankie terpotong dengan suara barinton milik Axton. "Saya sudah menangani banyak kasus tentang ini. Dan memang banyak orangtua yang mengaku bahwa mereka adalah orang yang paling mengenal anaknya, meskipun pada kenyataannya mereka sama sekali tidak mengenal anaknya," Axton berbicara sambil mengitimidasi seorang Frankie.
"Schizotypal², Self injury³, dan Delusi parah⁴ penyakit itu sudah sangat cukup membuat para penderita berkeinginan untuk melakukan bunuh diri," suara itu menjelaskan kepada orang yang menghadiri rapat.
Pria dengan rambut coklat mulai berdiri dari duduknya. Dia menatap sang klien dengan tersenyum. Kakinya melangkah berjalan ke depan ruang rapat.
"Sorry sir," pria itu sedikit menggeser tubuh Axton, senyumnya terbit dari sudut bibirnya melihat pria di depannya.
Felix Marvolo Riddle
Pria kelahiran Inggris itu melihat semua orang yang berada di ruangan. Dia menatap kagum pada bangunan sekolah ini. Matanya memejam sebentar, kemudian dibuka. Pekerjaan seperti ini memang cukup melelehkan, apalagi jika dia sudah dibayar mahal untuk memenangkan suatu kasus.
"Mari kita menganggap bahwa mendiang Daniel memang memiliki penyakit seperti itu," tubuhnya membalik kearah sebuah proyektor, "tapi mari kita lihat dari catatan dokter ini. Tanggal pemeriksaan adalah sebulan sebelum kejadian, itu tandanya kita tidak tau bagaimana kondisi mental mendiang Daniel setelah itu sampai kejadian," tangannya menunjuk dengan laser pointer pada tanggal catatan.
"Pihak kami sudah menemukan catatan dokter sebelum satu Minggu kejadian itu terjadi. Disini terlihat kondisi mental seorang Daniel membaik, bahkan dia mulai mengurangi kecanduan dari mengonsumsi obat. Dan anehnya lagi adalah kamera CCTV dua hari sebelum kejadian tak berfungsi, dan kembali berfungsi setelah tiga hari kejadian."
"Kejadian terjadi pada pukul tiga pagi seperti yang dilihat dari kamera CCTV bawah AIS. Jika memang mendiang Daniel ingin melakukan bunuh diri, untuk apa dia harus merencanakan aksinya di AIS, padahal jarak dari rumah ke sekolah memerlukan waktu selama satu jam. Dugaan yang paling mendekati dari kejadian ini adalah tindakan pembunuhan berencana. Telah terjadi aksi pembunuhan di AIS."
KAMU SEDANG MEMBACA
LABIRIN
RomansaSemua orang memuja Alkanio. Lelaki berdarah Italia-Indonesia itu, bagaikan seorang dewa yang dilahirkan kembali dalam bentuk manusia. Semua yang ada dalam pria itu sangat sempurna. Jabatannya sebagai pemegang saham terbesar di sekolah, menjadi ketua...