Positif

56.5K 3.3K 5
                                    

Sreya memegang perutnya sendiri, tidak mungkinkan?. Wanita itu melihat setusuk nanas, bingung apa harus ia makan atau tidak.

"Jen, kita pulang sekarang" ucap Reya meletakkan setusuk nanas kebungkusan rujaknya yang masih setengah.

"Loh kan belum habis Re? mau langsung pulang aja? katanya tadi mau nonton"

"Enggak jadi, aku ingat masih ada urusan yang belum selesai"

"Urusan apa? mau dibantu?" tanya Jenifer sambil berdiri dari duduknya sambil menepuk-nepuk bokongnya.

"Enggak, cuman masalah tugas sebelum magang. Tinggal sedikit lagi, dosen pembimbingnya pak Gani soalnya" jelas Sreya berbohong karena temannya ini belum mengetahui jika ia sudah menikah. Lagi pula siapa yang akan membeberkan pernikahan yang tanggal perpisahannya sudah ditentukan. Gila namanya.

"Owh, bisa-bisanya tugas dari pak Gani belum kamu kerjain" Jenifer berbicara sambil naik keatas motornya, kali ini Jeni yang menyetir.

"Hehe lupa" jawab Reya kemudian menatap kosong kedepan memikirkan bagaimana seandainya jika ia benar-benar hamil. Sudah dipastikan masa depannya akan dipertaruhkan.

Enggak, belum tentu Rea. Lagi pula juga kan cuman sekali mana mungkin langsung hamil Batin Reya dalam hati kemudian pikirannya tertuju pada malam itu.

"Aiss apa-apaan sih!" teriak Reya sambil memukul helmnya.

"Kenapa si Re?" tanya Jenifer yang mendengar teriakan Rea.

"Ehh enggak tadi ada serangga terbang" jawab Rea sambil menutup matanya, mencoba menghilangkan kejadian malam itu yang berputar diotaknya.

Kenapa enggak aku cegah sih setelah kejadian itu!. Harusnya aku waspada, si gila itukan enggak pakai pengaman!, Batin Reya tambah membebani pikirannya.

***
"Re sudah sampai"

Reya tersadar dari lamunannya kemudian melihat bangunan disampingnya. Rumah bercat abu-abu dua tingkat, "loh kok kesini?" tanya Reya tidak sadar.

"Lah? lalu kemana lagi, kamu bilang tadi mau pulang"

Reya tersadar dengan pertanyaan konyolnya, benar juga sahabatnya ini kan belum mengetahui jika ia sudah menikah dan pindah tempat tinggal.

"Oh iya haha, aku lupa" jawab Reya sambil turun dari vestic milik Jeni.

"Kamu kenapa sih Re? Kayaknya dari tadi kamu nggak fokus. Aku ajak ngobrol juga nggak nyambung" tanya Jeni dengan tatapan menyelidik.

"Aku cuma lagi kepikiran sama tugasnya pak Gani, takut kena marah soalnya udah lebih dari tegat waktunya"

"Aneh, enggak biasanya kamu takut kayak gini" ucap Jenifer lagi dengan mata memincing curiga sambil menerima helm dari tangan Reya.

"Ya kan-, kan kita udah mau magang. Kalau tugas masih ada yang kurang belum boleh ikut magang kan?" jawab Reya masuk akal.

"Iya juga sih, apalagi dosennya pak Gani. Hii" ucap Jenifer sambil bergidik.

"Yaudah aku pulang dulu ya, masih mau nganterin mama belanja kebutuhan dapur" ucap Jenifer kemudian menyalakan vesticnya.

"Iya, hati-hati. Salam buat Tante Maya" ucap Reya diacungi jempol Jenifer.

***
Reya yang melihat Jenifer sudah pergi menghilangkan dari pandangan. Kemudian berbalik pergi meninggalkan rumah tempat tinggalnya dulu.

Sampai di persimpangan jalan, ia melihat mobil ayahnya keluar dari gerbang rumah. Ingin memanggil tapi sadar jika dirinya sudah dikorbankan.

"Pak tolong antar kejalan XX ya" ucap Reya pada salah satu tukang ojek di persimpangan jalan rumahnya.

"Siap mbak, loh mbak Reya?" ucap bapak tukang ojek sambil menunjuk dirinya.

"Iya pak" jawab Reya sambil naik ke jok belakang.

"Udah lama nggak liat mbak Reya. Tumben nggak pakai mobil mbak" ucal bapak itu sambil menjalankan motornya.

"Iya pak. Disita sama ayah" jawab Reya bohong, entah sudah berapa kebohongan yang ia katakan hari ini.

"Owalah, kirain mbak Rea udah enggak tinggal disana lagi. Soalnya enggak pernah liat mobilnya mbak Reya"

"Jarang keluar soalnya pak" jawab Reya kemudian diam.

"Pak nanti mampir apotek sebentar ya"

"Iya mbak"

****
"Ada keperluan apa masuk kekomplek ini?" tanya scurity penjaga komplek sambil menahan motor yang ditumpangi Reya.

"Ini-, ini gimana mbak?" tanya bapak ojek bingung.

Reya merogoh tas selempangnya mengambil sebuah kartu kemudian memberikannya pada scurity itu.

Wajah scurity itu tampak terkejut kemudian dengan cepat meminta temannya yang berada dipos membuka palangnya.

"Maaf menganggu jalan anda nona" ucap scurity itu mengembalikan kartu Reya kemudian membungkuk sopan.

"Orang baru ya?" ucap Reya kemudian motor kembali berjalan.

"Kenapa?" tanya salah satu teman scurity itu.

"Istrinya tuan Matthew" jawab scurity tadi yang menahan Reya.

Tiba-tiba temannya memukul lengannya dengan kencang, "Kau gila? kenapa harus menahannya?" ucap temannya kesal.

"Aku tidak tau jika nona tadi istrinya tuan Matthew" jawab pria itu.

"Bukannya atasan sudah memberikan informasi orang-orang yang tinggal disini? Apalagi keluarga Matthew"

"Iya, tapi siapa juga yang menyangka jika istri tuan Matthew naik motor padahal mobil dikediamannya bisa diganti setiap hari" bela scurity itu.

"Nona Mathew memang sering berpergian naik motor atau taksi online jadi kau harus mengenali wajahnya jangan sampai salah lagi" ucap temannya kemudian pergi.

***
Sreya berdiri didepan wastafel sambil mengigit bibir bawahnya. Ditangan kiri ada sebatang testpack yang baru saja ia coba. Semoga pemikirannya salah, semoga ia tidak benar-benar hamil. Tinggal sebelas hari ia terbebas, semoga tidak ada masalah.

Tapi pikirannya langsung kalut saat melihat dua garis ditestpack yang ia pegang. Walaupun satu garisnya samar tapi ia yakin itu dua haris merah. Artinya ia positif hamil.

Tubuh Reya langsung jatuh kelantai sambil memegangi perutnya.

Bagaimana ini?

Apa pria itu harus tau? tapi bagaimanapun juga dia ayahnya?

Tapi apa pria itu akan menerima anak ini? Reya ragu soal itu.

Tapi jika ia diam saja dan membawa anak ini pergi diam-diam. Masa depannya pasti hancur karena dimata orang lain dirinya masih lajang alias belum menikah.

Setelah bercerai ia juga tidak akan kembali lagi kerumah orang tuannya. Karena orang tuanya pasti tidak akan menerimanya kembali. Bagaimana mungkin ia bisa mengurus anak ini tanpa finansial yang cukup? apalagi dirinya masih kuliah.

Tiba-tiba kepala Reya berputar, ia tidak bisa membayangkan akan menjadi apa masa depannya. Reya melihat ponsel genggamnya dimeja samping wastafel, walau bagaimanapun ini juga salah pria gila itu. Dia harus tanggung jawab kan?. Pria itu berpendidikan pasti jalan pikirannya luas, seperti itu yang ada dipikirannya saat ini.

He's My BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang