Semua orang terkejut, bahkan Biru sampai membuka mulutnya karena syok. Begitu juga tuan Granhye, leher pria itu serasa dicekik saat melihat kelakuan anaknya barusan.
Sedangkan otak Dave masih loading, ini pertama kalinya ia tidak bisa berfikir dengan cepat.
"Apa-" ucap Dave terpotong saat melihat wajah gadis kecil sedang tersenyum memperlihatkan gigi kelinci yang dimilikinya tanpa dosa.
"Uncle sangat tampan, aku suka" ucapan dengan mata menyipit karena tersenyum lebar.
****
"Tuan Dave" panggil Biru setelah membuka pintu belakang mobil.
Dave yang duduk diam didalam mobil menerima uluran sapu tangan dan semprotan kuman dari tangan Biru.
"Apa anda tidak mau mencuci muka tuan? saya membawa face wash" ucap Biru memberi masukkan.
"Bi ini hanya bekas kecupan gadis kecil, tidak semenjijikan itu" ucap Dave sambil mengangkat saputangannya kearah pipi.
"Tapi tuan-"
Ucapan Biru terhenti saat melihat Dave kembali meletakkan sapu tangan sebelum digunakan untuk membersihkan pipinya.
"Tuan anda-"
"Ayo berangkat, kita masih banyak pekerjaan lain" ucap Dave kemudian menyenderkan punggungnya dikursi.
Biru menutup pintu mobilnya dengan ekspresi wajah yang sulit dijelaskan.
"Semoga tuan Dave terhindar dari bakteri menjijikkan" ucapnya sambil mengelus pipinya sendiri lalu menyemprotkan hand sanitizer kekedua telapak tangannya.
***
Selama perjalanan Biru selalu melirik kearah kursi belakang melihat tingkah laku tuannya yang sedikit aneh setelah kembali dari resort tadi.
"Tuan apa ada yang membuat anda resah?" tanga Biru mencoba mencari tahu apa yang dipikirkan tuannya.
"Tidak"
Mobil Dave memasuki halaman parkir rumah sakit, Biru langsung turun dari mobil kemudian membuka pintu belakang untuk Dave.
"Apa wanita itu sudah sampai?" tanya Dave sambil berjalan masuk kelobi rumah sakit.
"Nona Sreya sudah sampai dari dua puluh menit yang lalu tuan"
"Dave!"
Dari arah berlawanan dokter Bima dengan jas putih kebanggaannya sedang berjalan kearah mereka berdua. Setiap langkah dokter muda itu selalu diberi anggukan kepala sopan oleh staf rumah sakit sedangkan dirinya hanya membalas dengan senyuman.
"Aku tidak punya banyak waktu, cepat katakan dimana ruang aborsinya" ucap Dave membuat Bima melirik tajam kearah Biru.
"Dave apa kau sungguh akan melakukan ini?" tanya Bima, tercetak jelas raut wajah tidak menyangka pada dirinya.
"Aku tidak pernah membuang-buang waktuku untuk hal yang tidak berharga. Katakan dimana ruangannya"
"Lurus lalu belok kanan"
***
Sampai didepan ruang abrosi Dave melihat sekitar empat pria berbaju hitam sedang berdiri menghadap kearahnya.
"Wah, apa perlu orang sebanyak ini untuk membawa wanita itu?" tanya Dave tergelak tidak percaya.
"Mereka bilang nona melawan saat akan dibawa kemari tuan" jawab Biru.
Dave berdecak kemudian masuk kedalam ruang abrosi, didalam Dave melihat istrinya sedang duduk dikursi sambil menundukkan kepalanya.
"Kau menangis?" tanya Dave membuat Sreya dengan cepat mendongakkan kepalanya.
"Kau!-" geram Sreya dengan mata memerah.
"Kalian keluarlah" ucap Dave menatap dalam-dalam mata Sreya yang memancarkan kebencian padanya.
"Tapi tuan-"
"Keluar" ucap Dave tanpa bantahan.
Biru menghela nafas lalu berbalik badan keluar dari dalam ruang aborsi. Ia sebelumnya juga meminta dokter dan suster keluar terlebih dahulu.
"Kenapa harus menangis? bukankah ini yang terbaik untuk kita. Anak ini tidak seharusnya lahir, dia ada karena suatu kesalahan. Sudah peraturannya kesalahan harus dimusnahkan bukan?" ucap Dave sambil tersenyum.
"Bedebah sialan! pria gila!. Kau memang tidak pantas menjadi seorang ayah!" teriak Sreya dibarengi suara tangis memilukan.
"Aku dari awal tidak berniat menjadi seorang ayah"
"Kenapa kau melakukan ini?" tanya Reya pelan.
"Karena aku tidak ingin anak itu menderita jika dia lahir. Kau pikir hidup tanpa orang tua yang menyayanginya itu mudah?. Dia akan tumbuh menjadi anak yang kurang kasih sayang"
"Jika kau tidak mau merawatnya, aku yang akan merawatnya sendiri. Tapi setelah aku punya pekerjaan yang layak, aku janji tidak akan menemuimu atau menyusahkan mu. Aku mohon biarkan anak ini hidup" Sreya menekuk lututnya, memohon dibawah kaki Dave. Ia tidak perduli lagi dengan harga dirinya sekarang, nyawa janin ini lebih berharga. Jika ia membiarkannya mati, dirinya akan merasa bersalah seumur hidupnya.
"Aku tidak pernah bisa percaya dengan perkataan orang lain. Jadi lebih baik aku masalah yang akan timbul"
Reya mendongakkan kepalanya, apa ini tidak cukup? ia sudah memohon. Dirinya juga sudah berjanji.
"CEPAT LAKUKAN PROSEDURNYA. LAKUKAN DENGAN CEPAT" teriakan Dave membuat semua orang didepan ruang aborsi terkejut lalu bergegas masuk kedalam.
Pikiran Sreya kosong, pria ini memang tidak punya hati. Jika anak ini mati, pria itu akan Reya benci seumur hidupnya. Mendengar suara langkah kaki orang-orang diluar membuat Reya kalut. Otaknya tidak bisa berfikir, jantungnya berdetak kencang dan nafasnya memburu.
"Arkhh. Aku membencimu!"
"TUAN!"
Waktu bergerak sangat cepat, darah diperut Dave mengalir deras. Biru, Bima dan yang lainnya mematung diam didepan pintu, syok dengan apa yang dilihat mereka barusan.
Tiba-tiba kewarasan Reya hilang, wanita itu tadi mengambil pisau dari dalam tas selempangnya dan dengan cepat menusukkan pisau bersudut tajam itu kearah perut Dave.
Dave menunduk melihat darah mengalir dari perutnya, tubuhnya limbung hampir jatuh kelantai untungnya Biru dan Bima langsung berlari dan dengan sigap menahannya. Kemeja yang semula berwarna putih bersih sekarang terkena banyak warna merah darah.
Sedangkan Sreya melihat tangannya sendiri yang terkena darah kental milik Dave. Tubuhnya gemetar hebat, ia tidak sadar dengan apa yang baru saja ia lakukan.
"APA YANG KALIAN LIHAT?! CEPAT AMBIL BRANKAR" sentak Bima pada tenaga medis yang hanya melihat kejadian itu didepan pintu.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
He's My Baby
RomanceMengandung anak seorang CEO? Pria keras kepala yang perintahnya menjadi titah bagi setiap orang. *** Perjodohan antara aku dan CEO itu akan berakhir beberapa hari lagi. Lima bulan lebih aku bertahan, akhirnya akan terbebas. Aku bersuami tapi merasa...