18. Papa

1.9K 185 0
                                    

Pagi ini, tepat pukul sembilan, Jeffrey, keempat anaknya serta Nathya, sudah berada di bandara. Jeffrey akan berangkat ke London sebentar lagi.

Setelah tiga hari tinggal bersama, kini waktunya Jeffrey melanjutkan pekerjaannya. Berpisah dengan anak-anaknya, juga dengan kekasih barunya. Tidak rela sebenarnya, tapi Jeffrey harus segera menyelesaikan proyek ini, ada janji yang harus ia tepati.

Jeffrey memeluk satu persatu anak-anaknya, "Jangan nakal, jangan buat masalah. Belajar yang rajin, yang giat, sebentar lagi kalian semua ujian, kurang-kurangin pacarannya, belajar dulu yang bener. Jangan nyusahin Mama, lho. Titip Mama sama rumah. Okay, Boys?" Pinta Jeffrey yang diangguki oleh keempat anaknya.

Jeffrey tersenyum, "I'll miss you guys so much..."

Mark, Jean dan Shaka membalas, "We'll miss you too, Papa." Lalu, Jean menambahkan, "Cepet pulang, Pa. Jangan lupa sering kabarin kita di sini. Jangan bandel, kalo nggak, nanti ditinggal sama Mama." Ledeknya, membuat Jeffrey menyentil pelan kening lebar anak keduanya itu.

Sedangkan Aji, ia hanya tersenyum tipis saat Jeffrey menatapnya, "Take care, Pa." Gumamnya tanpa suara. Jeffrey terkekeh, ia mengusak sayang rambut Aji, "Pasti."

Beralih dari anak-anaknya, Jeffrey memutar tubuhnya ke belakang, menatap Nathya yang tengah tersenyum manis di sana. Ia bergerak untuk menggenggam kedua tangan Nathya, kemudian ia mengecupinya penuh cinta, "Tunggu sebentar lagi, ya? Mas janji, setelah proyek ini selesai, Mas bakal minta kamu secara resmi ke Bunda dan Ayah. Kamu mau nunggu, 'kan?"

"I'll wait. No matter how long it is. Lea udah janji, bukan cuma sama diriku sendiri, tapi sama mbak Oce juga." Balas Nathya, lalu memeluk tubuh tegap Jeffrey yang dibalut jas mahalnya.

Jeffrey tersenyum, mengeratkan pelukan mereka, "Oh, God.. Aku bakal kangen banget sama kamu, Zall.. I'll miss you so freaking much. I love you, baby." Ucap Jeffrey, lalu mengecup lama kening Nathya.

Nathya yang dari awal sudah menekankan pada dirinya sendiri untuk tidak menangis, akhirnya tidak tahan untuk meluruhkan air matanya juga. Padahal sudah dari semalam ia mengatakan pada dirinya sendiri, walau jauh sekali tempat kerja Jeffrey sekarang, tapi pria itu sudah berjanji untuk cepat pulang, dan akan rajin mengabari.

Tapi, tetap saja, akhirnya Nathya menangis walaupun tidak sesenggukan dan tanpa suara. Ia merasa seperti tidak rela ditinggal jauh oleh sang kekasih, takut rindu. Padahal mereka baru menjalani hubungan ini dari tiga hari yang lalu, tapi Nathya sudah harus ditinggal begini.

Mark, Jean dan Shaka yang melihat Nathya menangis jadi ikut merasa terharu. Kecuali Aji, anak itu hebat sekali dalam mengatur ekspresi dan emosinya.

Ia bahagia, karena sang ayah dan calon ibunya juga bahagia. Ia juga sedih karena akan ditinggal selama sementara oleh sang ayah, tapi tidak ingin menunjukkannya.

Aji bahagia jika Jeffrey bahagia. Ia akan mendukung apapun pilihan dan keputusan sang ayah, selagi apa yang Jeffrey ambil itu tidak akan melukai dirinya, atau merugikan banyak orang nantinya.

Untuk Aji, jika sang ayah berbahagia dengan Nathya, maka ia juga akan berbahagia untuk mereka berdua.

How sweet you are, Aji..

"Lea dan anak-anak bakal kangen banget sama kamu, Mas." Ucap Nathya setelah melepas pelukan mereka dan menghapus air matanya.

"Rajin-rajin kasih kabar, ya. Kamu udah janji, lho. Jangan lupa makan, sesibuk apapun kerjaan kamu nantinya. Jangan kebanyakan ngopi, kamu ada maag, kalo sakit di sana nggak ada yang ngurusin kamu." Titah Nathya.

Itu perintah, lho. Bukan permintaan.

Jeffrey yang mendengarkan dengan seksama hanya tersenyum sambil mengangguk-anggukan kepalanya, tanda ia mengerti.

The Djeong'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang