19. A Week Without Papa

2.1K 198 9
                                    

Sudah seminggu sejak kepergian Jeffrey ke London, lelaki itu benar-benar menepati janjinya untuk selalu memberi kabar pada Nathya dan anak-anaknya di Jakarta. Dan selama itu pula, Nathya mulai membiasakan dirinya dengan keempat anak Jeffrey dan mendiang sang kakak.

Saat ini, mereka ada di kamar tamu, yang sudah menjadi hak milik Nathya, tiduran di bawah beralaskan karpet berbulu yang berwarna softpink, warna favoritnya.

Nathya membelinya secara online beberapa hari yang lalu. Ia juga mengganti karpet yang ada di ruang keluarga dan playroom anak-anak dengan karpet berbulu yang lembut dan lebih empuk, supaya nyaman. Warna cokelat tua untuk ruang keluarga, dan warna hitam, sesuai permintaan anak-anak untuk ruang bermain mereka.

Nathya sedang fokus dengan ponsel dan cemilannya, bersandar di samping ranjangnya. Posisi mereka sebenarnya seperti ini, Jean tidur telungkup di depan Nathya, bermain game di ponselnya bersama Mark yang tiduran dengan meletakkan kepalanya di atas pinggang Jean.

Sedangkan Shaka berada di atas ranjang Nathya, membaca buku novel milik Shea yang ia pinjam, karena diam-diam rupanya anak ini agak tertular Shea yang senang membaca buku. Baik buku fisik atau buku online. Dari yang ringan seperti novel romantis, sampai yang berat seperti buku kamus, atau buku-buku ilmu pengetahuan.

Nah, yang aneh dan tidak biasa adalah si kulkas ini. Kembarannya Shaka ini bahkan sempat diledek oleh kakak-kakaknya dan Aji hanya menjawab tak acuh, tidak peduli.

"Berisik." Begitu katanya.

Aji, anak ini, tiduran dengan posisi kepalanya di atas paha Nathya, lengan kanannya ia gunakan untuk memegang ponsel, scrolling into his social media, dan lengan kirinya ia gunakan untuk menutupi sedikit matanya dari sinar lampu kamar Nathya yang dinyalakan siang-siang begini.

Alasannya? Karena Shaka tengah membaca buku. Tidak mungkin ia membiarkan—ekhem—calon anaknya itu kesulitan membaca karena kekurangan cahaya, bisa rusak nanti mata Shaka.

Tadinya, Nathya memang memegang ponsel dengan satu tangan, dan satu tangannya lagi ia gunakan untuk mengambil cemilannya yang ada di samping kanannya. Tapi, Aji tiba-tiba minta seperti ini padanya, yang membuat seluruh penghuni kamar Nathya kaget.

"Ma, minta tolong usap-usap kepala Ji, ya?" Begitu.

Nathya terkekeh, lalu meletakkan ponselnya di samping toples kue keringnya, ia lupakan begitu saja. Kemudian, tangannya bergerak mengusap-usap kepala Aji, mengelus rambut halus Aji yang mulai memanjang, sudah harus dipotong.

Ia melirik tiga anak Jeffrey yang lain, melihat bahwa ternyata rambut mereka semua juga panjang sekali, apalagi Jean. Si anak nakal, yang kalau belum diancam oleh Diana, mana mau menurut potong rambut.

"Rambut kalian udah panjang-panjang banget." Ucapnya. "Apalagi abang Je, tuh. Potong, yuk.." Lanjutnya, mengajak calon anak-anaknya untuk potong rambut.

"Nanti aja, lah.. Kalo udah ditegor bu Dian." Jawab Jean dengan santainya.

'Kan, kebiasaan.

"Nggak. Ayo, potong. Kita ke barber shop sekarang." Tolak Nathya atas jawaban Jean.

"Ah, nggak mau, Maa... Udah pw akuu.." Tambah Shaka, ia memutar posisinya yang tadinya telentang menjadi telungkup, ngambek.

Nathya memutar bola matanya malas melihat tingkah Shaka.

Kalau kalian penasaran darimana Nathya bisa melihat pergerakan Shaka, padahal ia duduk membelakangi anak itu, ia juga tengah memangku kepala Aji, jadi tidak bisa bergerak bebas. Maka, jawabannya adalah, dari cermin lemari yang ada di hadapannya. Tidak lupa, 'kan?

The Djeong'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang